Sabtu, 16 Januari 2010

Lindungi Anak dari TBC

Lindungi Anak dari TBC


Jika tak diobati secara tuntas, bakteri TBC tak cuma betah bersarang di paru-paru. Tapi juga akan menyebar sampai ke organ vital tubuh, seperti ginjal, hati dan otak.
Tuberkulosis atau lebih dikenal dengan Tb atau / TBC disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis yang bersumber pada penderita TBC dan mycobacterium bovis yang terdapat pada susu sapi yang tidak dipasteurisasi. Kedua tipe kuman ini dapat menimbulkan penyakit TBC pada manusia dengan daya tahan tubuh yang lemah.
Jumlah penderita TBC masih sangat tinggi di Indonesia. Menurut Koalisi untuk Indonesia Sehat, setiap tahun ada sekitar 500.000 kasus baru TBC. Dari jumlah itu, sebanyak 425 penderita meninggal setiap harinya.
Dr Tri Lestari, SpA, dokter spesialis anak di RSIA Hermina Depok, mengatakan bahwa jumlah penderita TBC yang tinggi itu menyebabkan anak-anak dalam keadaan rentan. Sebab, anak biasanya tertular TBC melalui kontak yang berulang dengan penderita dewasa. "Penularan itu terjadi melalui percikan ludah atau batuk si penderita lalu masuk ke saluran napas si anak," tutur dr Tri: Itulah mengapa pemberantasan TBC pada orang dewasa menjadi sangat penting
Sebenarnya tubuh manusia sudah memiliki sistem pertahanan yang dapat mencegah timbulnya penyakit TBC dan penyakit lainnya. Namun, kadang daya tahan tubuh manusia mengalami kelemahan, misalnya karena sedang menderita penyakit lain, sedang mengalami kondisi gizi yang buruk, atau karena mengidap HIV di mana daya tahan tubuh menurun drastis. Maka, penambahan penderita AIDS juga akan meningkatkan jumlah penderita TBC
Bagian tubuh yang paling sering terserang adalah jaringan paru-paru, setelah itu bakteri akan merambah jaringan usus, kulit, hidung, amandel, telinga, selaput otak, tulang dan sebagainya. Paru-paru paling sering terserang karena penularan bakteri ini terjadi melalui udara.
Menurut dr Tri, memastikan anak mengidap TBC secara tepat memang sulit. Kesulitan itu terjadi karena penemuan kuman mycobacterium TBC pada anak tidak mudah. Inilah yang sering membuat dokter terlalu cepat (over) atau terlambat (under) mendiagnosis TBC.
Overdiagnosis artinya dokter terlalu berlebihan atau terlalu cepat mendiagnosis bahwa seorang anak itu menderita TBC. Underdiagnosis artinya penegakan diagnosis TBC terlambat karena kemiripan gejala TBC dengan penyakit lainnya.
Overdiagnosis dan oyertreafmenf. sering terjadi pada anak yang menderita alergi karena gejala dan keluhan alergi hampir sama dengan gejala TBC. Overdiagnosis TBC mengundang konsekuensi yang tidak ringan, karena si anak harus mengonsumsi 2 atau 3 obat sekaligus selama minimal 6 bulan, bahkan kadang diberikan lebih lama apabila dokter tidak menemukan adanya perbaikan klinis. Padahal obat TBC berisiko merusakhati, syaraf pendengaran, dan organ tubuh lainnya.
Karena mendiagnosis TBC pada anak amat sulit dan konsekuensi pengobatannya yang berat itulah, maka bila kita ragu, sebaiknya anak kita bawa berkonsultasi ke dokter spesialis paru-paru.
Bila terdapat gejala-gejala yang mencurigakan ke arah TBC, seperti demam di sore atau malam hari sampai berkeringat, lemah dan tidak nafsu makan, batuk berkepanjangan atau terdapat pembengkakan kelenjar getah bening, sebaiknya si anak segera kita ajak mengunjungi dokter untuk memastikan diagnosisnya.
Biasanya dokter akan melakukan tes mantoux atau uji tuberkulin dengan menyuntikkan zat tuberkulin dan dilihat hasilnya dalam waktu dua sampai tiga hari. Bila di daerah suntikan timbul benjolan berwarna merah dengan diameter tertentu dan terasa agak gatal, kemungkinan si anak terinfeksi TBC. Apalagi bila foto rontgen paru-paru menunjukkan adanya vlek atau infiltrat.
Pemeriksaan dahak sebenarnya juga bisa dilakukan, tapi ini sulit dilakukan pada anak kecil. Sebab, mengeluarkan dahak adalah pekerjaan yang susah buat anak kecil. Di samping itu, hasil pemeriksaannya juga kurang member! kepastian.
Bila hasil tes mantoux dan foto rontgen paru mendukung adanya penyakit TBC pada anak, maka anak itu harus me'ndapatkan pengobatan anti-TBC.
Pengobatan TBC membutuhkan kepatuhan serta kedisiplinan tinggi. Penderita harus meminum obat secara terus-menerus dan tidak boleh terputus. Biasanya, paling sedikit ada dua macam obat yang harus diminum selama enam bulan. Selain itu, selama pengobatan sebaiknya juga dilakukan kontrol setiap bulannya untuk menilai respons penderita terhadap obat dan kemungkinan efek samping obat.
Kepada penderita yang masih anak-anak, biasanya akan diberikan obat anti-TBC selama 2-3 bulan dan dilihat perkembangannya. Kalau membaik, misalnya berat badannya bertambah, nafsu makan bertambah, atau jadi jarang sakit, dokter biasanya yakin bahwa anak positif TBC. Setelah itu, pengobatan diteruskan untuk mencegah jangan sampai TBC kambuh lagi atau berkembang menjadi penyakit TBC yang lebih parah.
Akan tetapi, jika kondisi anak masih buruk setelah 3 bulan diberi obat anti TBC, ada dua kemungkinan, yaitu anak negatif TBC atau adanya multi-drugs resistance TBC (kebal terhadap obat TBC/MDR TBC). Ini biasanya terjadi bila penderita tidak teratur meminum obat. Biasanya begitu merasa sudah agak enak badan, penderita langsung berhenti meminum obat. Akibatnya, kuman jadi kebal terhadap obat.
Jika ini yang terjadi, si kecil sebaiknya dirujuk ke RS atau dokter spesialis untuk diamati lebih intensif. Dalam beberapa tahun terakhir, sudah mulai tampak tendensi peningkatan MDR berbarengan dengan banyaknya kasusTBC dewasa.
Imunisasi BCG perlu diberikan segera setelah bayi lahir bila sang ibu atau anggota keluarga di sekitarnya menderita TBC, Namun bila tidak ada anggota keluarga yang terkena, imunisasi BCG dapat diberikan sesuai dengan jadwal yang diberikan posyandu atau puskesmas, yaitu pada usia dua bulan.
Di Indonesia, vaksin BCG diberikan sedini mungkin setelah anak lahir mengingat prevalensi TBC di Indonesia masih tinggi sedangkan kekebalan terhadap penyakit ini tidak diturunkan dari ibu.
Memang imunisasi BCG tidak seratus persen menjamin anak akan terbebas dari kemungkinan tertular penyakit ini. Daya vaksin BCG untuk mencegah TBC hanya 20 persen. Namun, imunisasi tetap perlu diberikan untuk memperkecil peluang tertular dan meringankan gejalanya.
Karena manfaat vaksin BCG untuk pencegahan penyakit tuberkulosis pada anak rendah, maka pencegahan utamanya adalah dengan jangan melakukan kontak dengan penderita TBC dewasa. Namun, ibu yang terkena TBC tetap boleh menyusui bayinya. "Karena, kalau ibu itu kena TBC, berarti ia sudah punya antibodi TBC. Nah, antibodi itu akan ditansfer kepada si anak lewat ASI. Jadi, si anak malah jadi kebal," tutur dr Tri. Hal yang tidak kalah penting yang bisa kita lakukan untuk melawan TBC adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh, misalnya dengan beristirahat yang cukup, memakan makanan bergizi tinggi, dan menjaga kebersit\an lingkungan.
Sinar matahari yang cukup dan sirkulasi udara yang memadai cukup ampuh untuk memperlemah bahkan membunuh bakteri TBC di sekitar kita. Ayo, lindungi anak-anak kita dari TBC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar