Kamis, 31 Desember 2009

Delapan Masalah Untuk 33 Tahun

Syeikh Hatim Al-Asham, yang terkenal karena tulinya, dimana gelar itu didapatkan ketika ada seorang gadis yang sedang berada di kedainya untuk membeli barang keperluannya, namun tiada terduga, dari pantatnya keluar angin yang cukup keras. Dalam kondisi seperti itu, si gadis merasakan malu yang alang kepalang. Namun setelah bertanya mengenai harga sebuah barang, Syeikh Hatim pura-pura tuli, sehingga di panggil beberapa kali tampak tidak mendengar, demi untuk menutupi rasa malu si gadis itu. Terbukti sikap Hatim ini bisa menggembirakan hati si gadis. Namun tak pelak lagi, si gadis itu malah sering memberi gelar baru pada beliau, sehingga gelar itulah yang terkenal di masyarakat, si Hatim Asham atau si tuli.
Beliau merupakan murid terdekat Syeikh Syaqiq Al-Balkhiy (Iran Utara) selama tiga puluh tiga tahun, sehingga pada suatu hari sang guru mengatakan :
“Wahai Hatim, sudah berapa lama kau menjadi muridku, dimana aku sendiri sudah lupa sejak kapan kau menjadi muridku itu.”
“Kalau tidak salah sudah tiga puluh tiga tahun ini wahai guru, terus ada apa wahai guru !”. begitu tanya sang murid lebih lanjut.
“Apa saja pelajaran yang telah kau dapat dariku.” sambung sang guru lagi.
“Kalau tidak salah, aku telah berhasil mengumpulkan serta menyerap delapan masalah”. jawab si murid pula.
“Inna lillahi wa inna ilahi rajiuun, hanya itu”.si guru terperangah.
“Kalau begitu umurku akan habis, sementara kau hanya memperoleh delapan masalah, betapa mengherankan wahai Hatim”. sambung Syeikh Saqiq lagi.
“Wahai guru, aku sudah tidak mampu lagi untuk menambah pelajaran selain yang delapan itu, dan aku tidak akan mau untuk berdusta”. tukas si murid menjabarkan.
“Apa saja delapan masalah itu”. lanjut sang guru.
“Wahai guru, selama ini aku telah menguraikan pikiranku, ternyata setiap orang yang hidup di dunia mestilah ada sesuatu yang dicintai. Boleh jadi hal itu berupa materi atau pun anak dan isteri dan lain-lain. Aku cermati pula, ketika mereka itu mati, maka apa pun yang dicintai pasti ditinggalkan begitu saja tanpa ada yang bisa bersamanya di dalam sebuah kubur. Aku segera membuat siasat baru, perkara apa yang kiranya bisa bersamaku ketika nanti aku telah dikuburkan. Maka aku segera menemukan. Tiada lain adalah amal-amal kebajikan, itulah yang bisa bersamaku di dalam kubur. Dengan demikian segera saja amal-amal itu aku perbanyak untuk bekal yang akan menyertaiku nanti ketika aku telah mati.” begitu tutur si murid.
“Bagus, bagus sekali falsafahmu wahai Hatim”. tukas sang guru.
“Kemudian apa yang nomor dua ?” sambung Syeikh Syaqiq pula.
“Aku telah memikirkan dan mencermati firman Allah :
Dan adapun orang-orang yang takut akan kebesaran Tuhannya serta menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya surgalah yang akan menjadi tempat kediamannya (QS. 79 : 40 ).
“Aku telah menyadari,”sambung Hatim lagi” bahwa apa yang dikatakan Allah seratus prosen adalah bernar. Konsekuensinya, aku segera berusaha sekuat tenaga untuk mengekang hawa nafsu, kemudian aku arahkan kepada berbagai ibadah dan ketaatan lain, terbukti nafsu itu menurutkan apa yang menjadi kehendakku.
Ketiga, setiap orang yang miliki kekayaan akan berusaha sekuat tenaga untuk membela dan melindungi kekayaannya itu, namun setelah aku memikirkan firman Allah :
Apa yang di sisimu akan lenyap (habis), dan apa yang di sisi Allah adalah kekal (QS. 16 : 96 ).

Dengan demikian jika saja ada harta atau kekayaan yang jatuh dalam tanganku, maka segera aku arahkan kepada kepentingan Allah agar menjadi kekal, terjaga pula di sisi-Nya.
Yang ke empat, selama ini aku telah meneliti dan mengamati bahwa seluruh kemuliaan yang dibangga-banggakan manusia itu berpangkal pada harta, keturunan, pangkat dan ras masing-masing. Setelah kita pikirkan masak-masak, ternyata semua itu hanyalah bayangan maya, dan sangat relatif. Namun ketika aku membuka Kitabullah yang menjadi tuntunan manusia, di sana aku temukan :
Sesungguhnya orang yang paling mulia dari kamu sekalian adalah mereka yang paling takwa (QS. 49 : 13 ).

Sejak itu aku berusaha keras untuk meraih martabat takwa yang setinggi-tingginya dengan harapan akan menjadi orang yang paling mulia di sisi Allah.
Yang ke lima, telah begitu lama aku mencermati pada kehidupan ini, dimana perjalanan hidup manusia selalu diwarnai dengan saling memperolok, saling mengumpat dan saling menjatuhkan antara orang yang satu dengan yang lain. Peneyebab semua itu tiada lain adalah kedengkian yang telah marak pada hati masing-masing orang. Namun setelah aku mencermati firman Allah :
Kami yang telah menentukan penghidupan mereka ketika hidup di dunia ini, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat agar sebagian mereka dapat mempergunakan pada sebagian yang lain (QS. 43 : 32 ).

Setelah menyadari semuanya, aku segera menjauhi kedengkian serta menghindar dari mereka yang bersikap dengki, sebab nasib dan bagian setiap orang sdi dunia ini telah ditentukan oleh-Nya. Dengan demikian tidak akan ada manfaat jika aku harus mendengki atau memusuhi orang lain.
Yang ke enam, aku cermati pula behwa dalam hidup ini ternyata sebagian besar manusia masih memakai hukum rimba, dimana yang kuat, dialah yang menang. Oleh karena setiap kelompok selalu merasa yang terkuat dan yang paling berkuasa, maka terjadilah apa yang terjadi. Mereka saling bunuh antar kelompok dan antar sesama, saling fitnah dan saling hujat. Sikap seperti itu penyebabnya hanya satu, yaitu syetan. Padahal Allah telah mengatakan :
Sesungguhnya syetan itu musuh bagimu, maka anggaplah ia sebagai musuh.
( QS. 35 : 6 ).
Langkah lebih lanjut, aku jadikan dia sebagai musuh satu-satunya dengan mengenyampingkan makhluk-makhluk yang lain, disamping selalu berjaga-jaga diri agar tidak diserobot tipu dayanya. Sikapku yang seperti ini tiada lain telah didorong oleh kebijaksanaan Allah yang telah mempersaksikan bahwa dia adalah musuh yang nyata.
Ke tujuh, aku lihat seluruh manusia telah berlomba-lomba untuk mencari satu dua suap makanan untuk mengganjal perut mereka. Hal ini telah menjerumuskan mereka pada saling menghinakan dan sering pula terperosok pada makanan yang tak halal bagi mereka, disamping banyak pula yang berlebihan mengurus perut, padahal aku telah mencermati sebuah ayat :
Dan tiadalah sesuatu yang merangkak di bumi ini terkecuali Allah jua yang memberi rizki ( QS. 11 : 6 ).
Kemudian aku sadari bahwa diriku ini termasuk sesuatu yang merangkak. Dengan demikian rizkiku juga telah ditanggung Allah. Selanjutnya aku tinggal mengerjakan apa yang diwajibkan Allah kepadaku, dan tidak mengurus lagi apa yang telah menjadi tanggung jawab Allah.
Ke delapan, telah aku cermati dan aku teliti pula, ternyata kebanyakan manusia itu selalu menyandarkan kehidupannya pada makhluk atau pada tuan-tuan yang dianggap memeberi rizki kepada mereka, dimana sikap seperti itu betul-betul berseberangan dengan apa yang telah difirmankan Allah :
Dan barang siapa bertawakal kepada Allah niscaya Dia akan mencukupkan segala keperluannya (QS. 65 : 3 ).

Mengetahui jaminan Allah tersebut, aku bulatkan tekadku untuk bertawakal kepada Allah, terbukti Dia selalu mencukupi keperluanku.
Mendengar penuturan Hatim Al-Asham ini, Syeikh Syaqiq Al-Balkhiy mengatakan :
“Wahai hatim, kau telah mendapat taufiq dan hidayah Allah, sebab aku sendiri sering menjelajahi isi kitab Taurat, Injil, Zabur dan Al-Qur’an, dimana pangkal kekuatan agama dan berbagai macam kebajikan adalah berorientasi pada delapan poin yang telah kau utarakan itu. Dengan demikian barang siapa melaksanakan delapan butir masalah yang kau sebutkan itu berati telah melaksanakan isi kitab yang empat itu.
Semoga bermanfaat bagi kita dan bagi anak turun kita serta orang-orang Islam semuanya. Amin ◙

Mahalnya Sebuah Kejujuran

Biasanya seorang pedagang itu akan begitu gembira jika barang perniagaannya laku keras dengan laba yang berlipat ganda. Apalagi jika mendengar bahwa barang-barang yang diperdagangkan sekarang naik, maka dengan segera seluruh barang itu segera diubah labelnya dengan harga yang telah di patok oleh pasar, kendati ketika belanja dahulu harganya jauh dibawah harga pasar sekarang. Para pembeli pun demikian, jika saja mereka mendengar barang-barang naik, biasanya mereka akan mencari sasaran pada toko-toko yang berada di pelosok yang belum mendengar informasi kenaikan harga. Dengan maksud mereka akan segera memborong barang-barang yang ada sehingga akan dijual lagi dengan mendapat untung yang berlipat ganda, gila memang. Dan setelah pemilik toko menyadari bahwa seluruh harga kebutuhan ternyata telah naik, maka hanya bisa melongo dengan penyesalan yang tidak ada habisnya.
Dikisahkan bahwa Yunus bin Ubaid memiliki sebuah kedai yang berisi aneka ragam perhiasan, ada yang seharga dua ratus dirham, ada pula yang empat ratus dirham. Namun ketika ia asyik menunggui kedainya, maka azan terdengar dikumandangkan dari sebuah masjid yang tidak jauh dari tempatnya. Segera saja ia memanggil kemenakannya untuk menggantikan menunggu kedai itu, sedangkan Yunus segera bergegas untuk melaksanakan shalat dengan berjamaah.
Pada kesempatan itulah datang seorang badui yang memasuki kedainya untuk membeli sebentuk cincin. Kemenakan itu segera mengambilkan deretan cincin yang berlabel empat ratus dirham, namun dengan tidak sengaja di dalam kotak itu terdapat pula cincin yang seharga dua ratus dirham. Ironisnya, si badui itu malah memilih yang seharga dua ratus dirham itu kendati sang kemenakan mengatakan bahwa harganya empat ratus dirham (karena memang tidak mengerti). Dan transaksi pun berjalan dengan lancar. Namun ketika si badui itu melangkahkan kaki untuk meneruskan perjalanannya, ia bertemu dengan Yunus bin Ubaid yang sedang pulang dari berjamaah. Demi melihat perhiasan yang tersemat di kelingking badui itu, Yunus segera mengucapkan salam lantas menanyakan, “Berapa harga sebentuk cincin yang telah dibelinya itu ?”.
Dengan lugu dan terus terang si badui mengatakan : “empat ratus dirham”.
Mata Yunus bin Ubaid terbeliak, dan segera menggandeng tangan badui itu untuk kembali ke kedainya.
“Ayo kita kembali ke kedai, akan aku ganti dengan cincin yang seharga empat ratus dirham!”.
“Tuan, perhiasan seperti ini di daerah kami harganya bisa mencapai lima ratus dirham. Dengan harga empat ratus dirham itu aku sudah puas, tuan !” begitu sahut badui menunjukkan kepolosannya.
“Mari kita menuju kedai, sebab membuat bahagia (nasehat) itu wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang mengaku Muslim. Sikap seperti itu akan lebih baik dari pada dunia beserta segala isinya.” begitu sahut Yunus tidak kalah tegasnya.
Setelah sampai di kedai, Yunus segera menyodorkan cincin yang seharga empat ratus dirham. Namun si badui tetap memilih cincin yang di bawanya itu. Sehingga Yunus segera menyodorkan uang kembali sejumlah dua ratus dirham pula. Setelah itu tidak henti-hentinya Yunus menghujat kemenakannya itu.
“Adakah kau, “kata Yunus”, tidak malu kepada Allah, tidak pula mempunyai rasa takut kepada-Nya. Kau telah mengambil untung sebesar harga cincin itu sendiri dengan cara meninggalkan nasehat pada setiap Muslim.”
“Demi Allah, si badui itu tidak merasa dirugikan dengan transaksinya tadi, wahai paman”. bantah kemenakannya pula.
“Bagaimana jika pengalaman seperti itu menimpa dirimu sendiri ?”.
Kemenakannya itu pun segera diam seribu bahasa.
Pernah pula Syeikh Sary As-Saqathy membeli buah pala yang teronggok dengan harga enam puluh dinar. Kemudian ia menargetkan bahwa pala itu harus dijual dengan harga enam puluh tiga dinar, yang berarti ia akan beruntung tiga dinar. Tiba-tiba saja sehari setelah transaksi itu, harga buah pala naik drastis sehingga diperkirakan milik Syeikh Sary akan laku di atas sembilan puluh dinar. Seorang penghubung yang terkenal shalih bertanya kepada beliau :
“Berapa target harga yang engkau pasang mengenai buah pala itu, wahai Syeikh Sary ?”.
“Enam puluh tiga dinar sudah cukup”. begitu kata Syeikh Sary.
“Sekarang milik tuan itu diperkirakan akan laku sembilan puluh dinar, tuan”. sahut si penghubung lagi.
“Aku telah mematok harga itu, dengan demikian tidak akan aku lepas terkecuali dengan enam puluh tiga dinar”. sergah Syeikh Sary pula.
“Akupun begitu pula, tidak akan membawa pala milik tuan itu kecuali dengan harga sembilan puluh dinar. Aku tidak mau menipu seorang Muslim”. sahut penghubung tidak kalah tegak pula.
Kemudian keduanya pun berpisah dengan tanpa membawa hasil yang dimaksud. Betapa aneh tindakan seperti ini.
Begitu pula apa yang dilakukan oleh Syeikh Muhammad bin Munkadir, selaku pengusaha kain yang terkenal. Dimana pada suatu hari ia menjajakan dagangannya, yang sebagian seharga sepuluh dirham dan sebagian yang lain seharga lima dirham. Namun ketika ia pergi sebentar untuk keperluan yang lain, disuruhnya seorang sahaya miliknya untuk menunggui kain tersebut. Maka datanglah seorang badui yang membeli kain itu. Dan ia mengambil kain yang seharga lima dirham, namun oleh sahayanya ditawarkan dengan harga sepuluh dirham. Terbukti si badui itu langsung menyodorkan lembaran uang sepuluh dirham dengan tanpa menawar lagi. Maka setelah Syeikh Muhammad kembali, dan bertanya mengenai para pembeli, ia begitu sontak ketika mendengar bahwa kain yang seharga lima dirham telah terjual dengan harga sepuluh dirham. Segera saja kedainya ditutup dan sahaya itu diajaknya untuk mencari si badui tadi. Seharian penuh Syeikh Muhammad mencari-cari. Dan ketika hari mulai senja, si badui itu baru ditemukan.
“Wahai saudaraku, “kata Syeikh Muhammad”, sahayaku tadi telah keliru mengambilkan kain, dimana kain yang seharga lima dirham kau bayar dengan sepuluh dirham.” Syeikh Muhammad mengawali pembicaraan.
“Tuan, aku telah puas mendapatkan kain tadi, kendati telah aku bayar dengan kekeliruan menurut tuan”. sahut si badui berlaku polos pula.
“Jika kau puas, sebaliknya aku yang tidak puas, “kata Syeikh Muhammad”, sebab orang lain itu harus aku pandang sebagaimana diriku sendiri. Dengan demikian sekarang kau harus memilih tiga alternatif. Pertama, aku mengembalikan uang lima dirham kepadamu. Kedua, aku tambahkan kain yang seharga lima dirham lagi atau. Ketiga, masing-masing uang dan kain itu dikembalikan pada pemilik asalnya dan tidak ada transaksi ulang. Pilihlah salah satu dari ketiga pilihan itu !”.
“Berikan saja kepadaku uang lima dirham, hal itu lebih mudah dan sangat ringan melaksanakannya.” pinta si badui lebih lanjut.
Maka Syeikh Muhammad segera menyodorkan uang lima dirham dan di terima si badui dengan ucapan terima kasih. Namun setelah si badui itu beranjak beberapa langkah, ia segera bertanya pada orang-orang yang dijumpai :
“Siapa orang tua itu ?”.
“Beliau adalah Syeikh Muhammad bin Munkadir”. begitu jawaban masyarakat.
“La ilaha illal’lah Muhammadur Rasulullah ,”si badui terkaget-kaget”. Beliau adalah orang yang sering kami sebut ketika meminta hujan dalam shalat istisqa’ sebagai penghantar sebuah do’a.”
Dengan penuh kekaguman si badui itu meneruskan langkahnya kendati seluruh persendiannya seakan luruh ketika menyadari apa yang telah dialaminya.
Sering pula khalifah Ali bin Abi Thalib mengadakan inspeksi di sebuah pasar Kufah dengan membawa sebuah tongkat seraya berteriak-teriak :
“Wahai para pedagang, berlakulah dengan penuh tanggung jawab dan kebenaran, dengan demikian kalian akan menuai keselamatan. Jangan pula kalian menolak sedikit laba, hal itu akan menutup pada laba yang lebih banyak lagi ◙

Pengaruh Penguasa Zalim

Seseorang yang menjadi bawahan sebuah rezim yang berbuat zalim, mestilah dirinya berhadapan pada beberapa alternatif dibawah ini. Pertama, seseorang berusaha mendekati mereka. Hal ini merupakan suatu sikap yang amat buruk. Kedua, mereka yang mendekat kepadanya. Kondisi seperti ini keburukannya berada di bawah yang pertama. Ketiga, mereka tidak pernah mengenalnya dan dia juga tidak pernah mengenal mereka. Sikap ini yang dipandang paling selamat. Sebagaimana sinyalemen Rasulullah Saw. mengenai para penguasa zalim itu :
“Barang siapa membuang mereka jauh-jauh, maka dia akan selamat. Dan barang siapa menjauhi mereka, dia akan selamat atau minimal dapat diharapkan keselamatannya. Namun barang siapa yang jatuh dalam dunia mereka, maka ia dari kelompok mereka.”
(HR.At-Thabrani dari Ibnu Abbas).
Berkata pula sahabat Abu Dzarr kepada Salamah :
“Wahai Salamah, janganlah sekali-kali dirimu mendekat pada pintu-pintu penguasa, sebab jika saja kau memperoleh duniawi dari mereka, mereka mestilah telah berhasil menggarong agamamu dalam intensitas yang lebih banyak lagi”.
Pada suatu kesempatan, Umar bin Abdul Aziz memecat seorang pegawai yang pernah menjadi bawahan Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafy selaku panglima yang terkenal zalim itu. Namun segera saja orang tersebut menolak seraya mengatakan :
“Aku menjadi bawahannya tidaklah begitu lama, juga hanya diserahi untuk membenahi masalah-masalah ringan.”
“Cukup memberi pengaruh buruk bagimu dalam menjadi bawahan itu sehari atau dua hari” sahut Umar dengan tegas sehingga orang tersebut langsung dilepas dari jabatannya.
Dan ketika Az-Zuhry selaku seorang ulama yang cukup harum namanya itu menjadi pegawai istana, maka segera saja seorang kawannya menasehati :
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
“Wahai Az-Zuhry, semoga Allah menyelamatkan diriku dan dirimu dari berbagai fitnah, sebab dalam kondisi bagaimana pun seseorang yang telah mengenalmu itu sekarang lebih patut untuk mendoakan dirimu kepada Allah agar rahmat dan kasih sayang-Nya selalu tercurahkan kepadamu. Kalau dicermati, sekarang dirimu itu telah renta, padahal berbagai nikmat Allah telah banyak kau peroleh, baik itu berupa kefahaman mengenai Kitab Allah atau sunnah-sunnah Nabi-Nya. Padahal mestinya dalam menghadapi pribadi seperti dirimu selaku seorang ulama itu Allah akan mengikat janji sebagaimana apa yang telah disitir dalam Al-Qur’an :
“Hendaklah kamu menerangkan isi Kitab itu kepada manusia dan janganlah kamu menyembunyikannya.” (Ali Imran : 187 ).

Ketahuilah bahwa sikapmu itu minimal akan membuat senang dan membahagiakan kegundahan penguasa zalim, dimana pada akhirnya akan menyeret melegalkan perbuatan aniaya tersebab kau telah menjadi backing terhadap mereka yang sering tidak menunaikan perkara hak atau tidak meninggalkan kebatilan. Dengan demikian ketika mereka bisa menjaringmu, maka mereka akan menjadikanmu sebagai tumpuan, dimana mereka akan mengitari dirimu dengan berbagai perbuatan aniaya semisal lembu yang berputar di sekitar penggilingan. Tidak cukup itu saja, mereka akan menjadikanmu sebagai jembatan dalam menuju penyebaran bencana kepada masyarakat. Dirimu dipakai pula sebagai tangga untuk mendongkrak kebiadaban mereka. Bahkan kau akan segera diperalat untuk menebarkan keraguan pada para ulama lain yang berseberangan dengan penguasa zalim itu. Disamping akan dipasang sebagai pemimpin orang-orang bodoh untuk menghapus kesan buruk diri mereka. Betapa ringan bagi mereka dalam menanggung berbagai kebutuhan hidupmu. Namun betapa besar pengorbananmu. Hasil mereka sangat besar dalam mendulang kredibilitasmu, namun mereka menyusupkan kehancuran terhadap dirimu, utamanya terhadap eksistensi agamamu. Adakah kau tidak khawatir jika masuk dalam sinyalemen Allah dalam sebuah ayat :
Maka datanglah kepada mereka sebuah generasi yang jelek. Mereka menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan syahwat. Maka mereka kelak akan menemui kehancuran (Maryam : 59 ).
Padahal posisimu ketika hidup sekarang ini adalah masih terikat kontrak untuk beribadah kepada Dia Yang tidak pernah berbuat bodoh. Dia selalu Yang mengawasimu dan tidak pernah lupa. Aku ingatkan, segeralah sembuhkan penyakit yang telah berjangkit pada agamamu itu, aku lihat agamamu sekarang ini telah terserang penyakit kronis. Kemudian persiapkan bekalmu menuju kawasan yang kekal, sebab tampaknya waktu bepergian telah begitu dekat.
Tiadalah akan samar bagi Allah mengenai apa pun yang berada di langit dan di bumi (Ibrahim :38 )
Wassalamu Alaikum Wr. Wb.

Begitu pula apa yang dilakukan oleh Hammad bin Salamah, dimana pada suatu hari Muhammad bin Shalih bertandang ke rumahnya. Dan setelah pintu diketuk, ia dipersilahkan masuk ke dalam rumah yang hanya berisi selembar tikar sebagai tempat duduknya dan mushhaf yang ketika itu sedang dibaca serta sebuah almari kecil sebagai tempat kitab-kitabnya dan sebuah bejana tempat air wudhu. Sejenak kami beramah tamah, namun tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk orang. Dan ketika dibuka si tuan rumah, ternyata yang datang adalah seorang putra kerajaaan, yakni Muhammad bin Sulaiman (bin Abdul Malik). Segera saja tuan rumah mempersilahkan untuk masuk dan duduk bersama-sama. Lantas Sulaiman mengatakan :
“Wahai guru !, mengapa setiap aku berjumpa dengan tuan guru, hati ini mesti dilanda gusar dan ketakutan”. begitu Sulaiman membuka pertayaan.
“Itu tiada lain karena Rasulullah Saw. pernah mengatakan :
“Jika seorang alim itu hanya mencari ridha Allah ketika mengamalkan ilmunya, maka segala sesuatu akan merasa takut dan gentar terhadapnya. Namun jika saja bermaksud hendak mengumpulkan berbagai harta benda, maka ia akan takut menghadapi segala sesuatu”.
Kemudian Muhammad bin Sulaiman menyodorkan uang sejumlah empat puluh ribu dirham seraya mengatakan :
“Wahai guru, silahkan tuan mempergunakan uang tersebut untuk keperluan tuan”.
Namun tanpa diduga, Hammad bin Salamah mengatakan :
“Hendaklah uang itu segera kau kembalikan pada orang yang telah kau rugikan.”
“Demi Allah uang itu dari hasil bagian warisanku, bukan dari arah yang tidak terang.” begitu Muhammad merengek agar uang itu diterima.
“Aku tidak membutuhkannya.” sambung Hammad lagi.
“Kalau begitu silahkan tuan mengambil, kemudian tuan bagikan kepada mereka yang membutuhkan.” sahut Sulaiman masih mendesak pula.
“Jika aku yang harus membagikannya, aku khawatir jika diprotes mereka yang tidak mendapat bagian dengan perkataan : “Ternyata Hammad tidak adil dalam membagi kendati dalam bidang yang lain dia tampak mumpuni”. Bagaimana kalau hal itu terjadi ?.Dengan demikian dia akan terkena dosa, sedangkan saya yang menjadi penyebabnya. Untuk itu segeralah uang itu kau singkirkan dari tempat ini.” begitu sergah Hammad tak kalah sengit.
Begitulah para ulama salaf dalam menjaga kehormatan, baik yang menyangkut agamanya atau pun harga dirinya sendiri sehingga mereka tampak begitu agung dan mulia serta disegani berbagai lapisan masyarakat ◙

Pengaruh Lagu Dalam Mendekatkan Diri Kepada Allah.

Hati para kekasih Allah itu seringkali dalam menggapai kedekatannya kepada Tuhan harus dengan sebuah media yang dianggapnya efektif. Sebagaimana lagu dan syair ketuhanan. Jadi mediator yang paling berkesan, malah sering bukan melalui Al-Qur’an atau pun dengan mendengarkan pidato dan nasehat-nasehat yang lain.
Dikisahkan dari Abul Hasan Ad-Darraj bahwa pada suatu hari aku berangkat dari Baghdad bertandang ke kota Ray menuju rumah Syeikh Yusuf bin Husein Ar-Razy yang berupakan seorang ulama terkenal, dimana selama ini aku belum pernah sekalipun melihat sosok tubuhnya atau pun mendengarkan fatwa-fatwanya secara langsung. Namun setelah sampai di kota Ray, aku pun segera bertanya pada masyarakat kota itu mengenai keberadaan beliau. Betapa mengherankan, orang-orang mengatakan :
“Untuk apa kamu bertandang dan mengunjungi seorang penyandang predikat zindiq ?”. begitu ucap mereka.
Dari informasi masyarakat itu dadaku terasa sesak sekali sehingga segera saja aku berkehendak untuk segera kembali ke Baghdad. Namun hati kecilku memberontak, sebab perjalanan yang telah aku tempuh memang begitu jauh, akankah aku harus kembali tanpa membawa hasil apa-apa ?. Selanjutnya, perjalanan aku teruskan saja sembari bertanya di sepanjang jalan mengenai keberadaan Yusuf bin Husein. Pada akhirnya aku pun dapat menemukan alamatnya dengan jelas sehingga aku berhasil memasuki halaman rumahnya. Namun setelah aku mengucapkan salam beberapa kali, ternyata rumah itu dalam keadaan kosong sehingga aku segera mencari informasi pada tetangga sebelah rumah itu, dimana mereka mengatakan bahwa ia sekarang sedang berada di masjid. Segera saja aku menuju masjid yang dimaksud. Benar saja ia berada di masjid itu dalam keadaan sedang duduk di mihrab menghadapi seorang lelaki yang membawa sebuah mush-haf, dimana Yusuf bin Husein asyik membaca mushhaf itu. Pandanganku segera aku arahkan ke sosok tubuhnya. Ternyata ia merupakan seorang yang begitu tampan, dengan janggut yang sangat indah. Maka segera saja aku ucapkan salam kepadanya, dan segera mendapat jawaban yang memuaskan.
“Anda berasal dari mana ?”. begitu Syeikh Yusuf bin Husein memulai pembicaraan.
“Dari Baghdad, tuan !”. sahut Abul Hasan.
“Apa yang mendorong dirimu berpayah-payah datang ke sini ?.” sambung Syeikh Yusuf lagi.
“Hanya untuk berziarah dan mengucapkan salam kepada tuan.” tukas Abul Hasan lagi.
“Bagaimana pendapatmu jika saja ada seseorang yang mengatakan kepadamu :
“Segeralah kau pergi dari depan Yusuf bin Husein !. Jika saja kau mau memperturutkan perintahku, kau akan aku beri hadiah sebuah rumah lengkap dengan pelayannya sekali”. Adakah tawaran itu bisa menghentikan langkahmu untuk datang di hadapanku.” begitu ucap Syeikh Yusuf seakan menanggung beban yang begitu berat.
“Untunglah aku tidak mendapat ujian seberat itu. Dan jika saja Allah mengujiku seperti itu, aku sendiri belum mengerti bagaimana aku harus menentukan sikap”. sergah Abul Hasan kembali.
“Adakah kau bisa berpuisi ?”. tanya Syeikh Yusuf.
“Ya, aku bisa kendati tidak begitu pandai”. tukas Abul Hasan lagi.
“Coba, segera lantunkan !”. Syeikh Yusuf mendesak.

Engkau pasang penyekat antara Aku.
Padahal jika saja bulat tekadmu.
Engkau ‘kan robohkan penghalang itu.
Aku usahakan bertemu denganmu.
Namun ucapanmu hanyalah andaikan.
Alangkah rapuhnya sebuah ucapan.
Jika yang keluar itu hanya andaikan.

“Ketika mendengar puisi ini, segera saja Syeikh Yusuf menutup mushhafnya, dimana setelah aku lihat ternyata kedua belah pipinya telah dipenuhi cucuran air mata. Sebuah tangis yang betul-betul mengundang iba, sehingga jubahnya basah kuyup karenanya”.
“Wahai saudaraku, dalam puisi itu kau memperolok penduduk Ray yang telah menuduhku sebagai seorang zindiq (kafir). Padahal sejak pagi tadi sampai sekarang ini aku telah berusaha membaca mushhaf secara sungguh-sungguh dengan harapan hatiku akan timbul sebuah intuisi (wijdan), dan ternyata belum dapat aku usahakan dan air mataku juga masih terasa kesat. Namun setelah kau bacakan puisi itu, seakan kiamat telah meruntuhkan sendi-sendi kehidupanku.”
Menurut Al-Ghazaly, kendati sebuah hati itu telah dipenuhi oleh cinta Allah (hubb lillah), belum tentu pemicunya itu harus dengan mendengarkan bacaan Al-Qur’an, malah sering lebih manjur pemicu dengan melantunkan sebuah syair atau pun mendendangkan lagu. Hal ini tiada lain karena dalam syair atau pun lagu itu sengaja digubah dengan rima yang seimbang atau pun cengkok-cengkok syahdu dan bahasa yang sangat menyentuh perasaan. Sedangkan kalimat yang ada dalam Al-Qur’an kendati mengandung i’jaz dimana manusia tidak akan mampu untuk menandinginya, namun kebanyakan susunannya keluar dari uslub kalimat yang dibiasakan oleh kebanyakan orang. Hal ini yang menjadi penyebab tangis Syeikh Yusuf tadi, dimana lubuk hatinya dipenuhi tanda tanya, mengapa ketika dibacakan Al-Qur’an hatinya belum juga mencair dan merasa nikmat yang dibuktikan dengan aliran air mata. Namun anehnya setelah mendengar sebuah puisi yang nota bene tidak akan dicatat sebagai ibadah ketika membacanya, namun hatinya begitu cepat tanggap dan tersentuh perasaannya ?. Syeikh Yusuf menangisi kebimbangannya itu.
Pernah pada suatu kali ada seseorang yang bertandang ke rumah Syeikh Israfil selaku guru Dzin Nun Al-Mishriy. Ketika itu Syeikh Israfil didapati sedang asyik menggali tanah dengan jari-jarinya sembari dengan samar mendendangkan sebuah lagu sya’ir. Setelah menyadari datangnya seorang lelaki itu, ia segera mendongakkan kepala seraya mengatakan :
“Adakah kau bisa mendendangkan sebuah lagu yang mengantarkan kepada Tuhan ?.”
“Tidak, suaraku tidak mendukung wahai guru !”. begitu jawab lelaki itu.
“Kalau demikian dadamu kosong, kau tidak memiliki sebuah hati”. begitu guru itu memojokkan.
Hal ini jelas mengisyaratkan bahwa syair atau pun lagu-lagu indah akan bisa menggerakkan sebuah hati dengan begitu cepat bisa mendekat kepada Allah, dan belum tentu sarana-sarana yang lain akan bisa berfungsi sedemikian rupa melampaui lagu-lagu atau syair tersebut. Namun kebanyakan orang jika mendendangkan lagu cinta dan sejenisnya, hati mereka hanya bertaut sesama makhluk atau lawan jenis yang mereka gandrungi. Betapa jika saja kecintaan seperti itu di arahkan kepada Allah, tentulah banyak pribadi-pribadi yang menjadi auliya’ dan kekasih Allah. Sayang memang… ◙

Ketika Al-Qur’an Telah Menjadi Idola

Membaca Al-Qur’an merupaka sebuah dzikir yang paling mulia. Dengan demikian sangat dianjurkan sekali untuk membacanya, baik di waktu siang maupun malam. Amal inilah yang pada pereode terdahulu telah menghantarkan Islam pada titik kejayaan yang sulit capai oleh para pemeluknya di kemudian hari, dimana Al-Qur’an itu sendiri yang telah mendorong mereka pada karakter suka berkorban dan berjihad di jalan Allah, ditambah lagi dengan kesukaan mereka mendirikan shalat.
Dikisahkan bahwa banyak dari para ulama salaf itu yang mesti khatam membaca Al-Qur’an dalam jangka dua bulan, satu bulan, sepuluh hari, delapan hari, tujuh hari. Masih banyak lagi yang khatam dalam jangka enam hari, lima hari, empat hari, tiga hari. Banyak pula yang khatam dalam sehari semalam, dua khataman, tiga khataman, bahkan ada yang khatam delapan kali dalam jangka sehari semalam, diantaranya adalah As-Saiyid Al-Jalil Ibnu al-Katib Ash-Shufiy. Dan Al-Mujahid sendiri ketika Ramadhan tiba, ia selalu khatam dalam jarak antara Maghrib dan Isya’, mengherankan !. Pantas Islam ketika itu berkobar begitu pesat, dimana ternyata jiwa para ummatnya terpenuhi dengan ayat-ayat suci. Ironisnya keadaan seperti itu sekarang telah berbalik total. Al-Qur’an menjadi asing di tangan para pemeluknya. Dan kini mereka lebih kenal dengan Alkoran, apalagi jika ada sedikit tayangan gambar-gambar yang seronok. Mereka lebih dekat dengan berbagai kenikmatan duniawi. Di pesantren pun kegemaran membaca Al-Qur’an ini telah terasa bergeser, dimana santri-santri sekarang ternyata lebih asyik membicarakan motor, mobil atau VCD dan sejenisnya sehingga pantas jika diberi predikat generasi Shogun. Ruhul jihad mereka ternyata telah terkikis, dimana jika mereka diberi petunjuk ke arah itu, segera saja ada tuduhan Abu Bakar Ba’asyir-lah, Al-Qaidah-lah. Mereka terkaget-kaget dengan ajaran yang menjadikan Islam menuju kejayaan, ironis memang. Itu sebuah gambaran di pesantren. Dengan demikian anda dapat membayangkan kondisi di luar pesantren.
Dengan tulisan ini, kami mencoba untuk menggugah dalam menghayati Al-Qur’an yang diakui oleh setiap Muslim sebagai sebuah tuntunan kehidupan. Cobalah periksa, bagaimana reaksi Rasulullah Saw. ketika mendengarkan bacaan surah Hud. Beliau mengatakan melalui sebuah hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidziy dan diperhitungkan shahih oleh Al-Hakim, dimana telah memenuhi kriteria hadits shahih Al-Bukhariy : :
“Surah Hud dan sejenisnya telah menjadikanku langsung ubanan”
Dan pada suatu kesempatan Ibnu Mas’ud membacakan surah An-Nisa’ di hadapan Rasulullah Saw. Namun ketika sampai pada ayat :
Fa kaifa idza ji’naa min kulli ummatin bi syahiidin wa ji’naa bika ‘alaa ha- ulaai syahiidan.
Maka bagaimanakah halnya apapila Kami mendatangkan seorang saksi dari tiap-tiap ummat. Dan Kami mendatangkanmu sebagai saksi atas mereka itu (An-Nisa’ : 41).
Beliau segera menyuruh Ibnu Mas’ud untuk menghentikan bacaan, dan seketika itu telah bercucuran air mata. Subhanallah, betapa lunak hati beliau dan betapa kesat hati kita.
Demikian pula cucuran air mata beliau tidak tertahankan lagi ketika mendengar ayat :
In tu’adzdzib-hum fa innahum ‘ibaaduka.
Jika Engkau menyiksa mereka, sesungguhnya mereka itu hamba-hamba-Mu jua (Al-Maidah 122).

Para shahabat dan tabi’in banyak pula yang menangis ketika mendengar ayat-ayat tertentu, bahkan ada yang pingsan. Dari mereka ada yang normal kembali, namun banyak pula yang terus menemui ajal.
Dikisahkan dari seorang tabi’in yang bernama Zararah bin Aufa. Ia merupakan seorang yang menjadi imam pada sebuah masjid. Namun pada suatu ketika ia membaca ayat :
Faidzaa nuqira fin naaquuri fa dzaalika yauma idzin yaumun ‘asiir
Apabila ditiupkan sangkala, maka hari itu merupakan hari yang sangat sulit (Al-Muddatstsir : 8)
Segera saja ia berteriak keras, pingsan lalu mati di mihrab tempat ia berdiri.

Perhatikan pula ketika Umar bin Khathab Ra. mendengar sebuah ayat :
Inna ‘adzaaba rabbika lawaaqi’. Maa lahu min daafi’
Sesungguhnya Adzab Tuhanmu itu mesti terjadi. Tidak seorang pun yang akan bisa menolaknya. (At-Thuur : 7-8).
Seketika itu ia langsung berteriak keras dan pingsan, kemudian diusung ke rumahnya dalam keadaan sakit sampai sebulan lamanya.
Apalagi ketika seorang tabi’in yang bernama Abu Jarir. Pada suatu hari Syeikh Shalih Mury membacakan sebuah ayat di hadapannya. Tiba-tiba saja ia berteriak keras dan langsung menemui ajalnya.
Pernah juga Imam Syafi’iy mendengar seseorang yang membaca sebuah ayat :
Haadzaa yaumu laa yanthiquun, walaa yu’dzanu lahum fa ya’tadziruun
Ini adalah suatu hari dimana mereka tidak bisa bicara lagi. Dan tidak pula mereka dizinkan untuk mengutarakan sebuah alasan( Al-Mursalaat : 35-36).
Ketika itu Imam Syafi’iy langsung pingsan.
Pada suatu hari Aliy bin Fudhail mendengarkan sebuah ayat :
Yauma yaquumun naasu li rabbil ‘aalamiin.
Yaitu hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan Semesta alam(Al-Muthaffifin :6).
Ketika itu Aliy pun roboh dalam keadaan pingsan. Maka Fudhail selaku ayahnya segera mengatakan :
“Betapa saat ini aku sangat patut bersyukur kepada Allah Yang telah memberi kamu suatu pelajaran berharga, wahai anakku”.
Pada suatu kesempatan Syeikh Syibaly melaksanakan shalat berjamaah bersama imam yang membaca ayat :
Walain syi’naa lanadzhabannaa bil ladzii auhainaa ilaika
Dan sesungguhnya jika Kami menghendaki, niscaya Kami lenyapkan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Al-Isra’ : 86 )
Sekonyong-konyong ketika itu Syeikh Syibaly langsung berteriak keras sehingga banyak orang yang menyangka bahwa dia telah tewas, sebab mukanya tampak merah padam dan dengan persendian yang bergetar keras, namun beberapa saat kemudian ia pun bangkit seraya mengatakan :
“Dengan ayat seperti itulah seseorang yang menjadi kekasih Allah akan selalu merasa terpanggil hatinya”.
Al-Junaidy mengatakan bahwa pada suatu hari dirinya bertandang ke rumah Syeikh Sary As-Saqathy, namun yang mengherankan ketika itu didapatkan seseorang yang membujur dalam keadaan pingsan.:
“Ia merupakan seseorang yang telah mendengarkan sebuah ayat Al-Qur’an, namun hatinya tidak mampu lagi menahan gejolak dari pengaruh ayat itu sehingga ia langsung pingsan” kata As-Saqathy kepada Al-Junaidy.
“Kalau begitu, coba ayat tadi dibaca sekali lagi”. begitu saran Al-Junaidy.
Ayat itu pun dibaca ulang, sesaat kemudian lelaki itu langsung siuman. Melihat kejadian ini, As-Saqathy agak heran sehingga ia mengatakan :
“Wahai Al-Junaidy, dari mana pengetahuanmu yang sedemikian ini ?”.
“Tiada lain dari, “kata Al-Junaidy”, hasil mencermati kisah Nabi Ya’qub, dimana kebutaan yang dideritanya adalah tersebab menangisi kepergian putranya, alias tersebab makhluk. Ternyata pada akhirnya beliau bisa melihat kembali dengan sebab makhluk pula (dilempar dengan baju Nabi Yusuf yang dikirim oleh Yahuda). Dengan demikian aku mengambil kesimpulan bahwa jika saja kebutaan itu disebabkan dari-Nya, beliau tidak akan pernah bisa sembuh dengan perantaraan makhluk.”
“Bagus benar pendapatmu itu.” sahut As-Saqathy keheranan.
Begitulah kebeningan hati orang-orang salaf ketika mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca. Perasaan mereka begitu peka, namun bukan sebagai figur-figur yang penakut ketika menghadapi musuh, atau mudah takluk dalam menghadapi sebuah penderitaan hidup. Bukan pula termasuk pribadi yang ketika berdekatan dengan ciu, lagak mereka sudah sok jagoan, namun ketika berhadapan dengan musuh yang sebenarnya, ternyata menjadi orang pertama yang sangat takut kehilangan duniawi.
Semogalah kita diberi kemampuan Allah untuk mencintai mereka, amin ◙

Si Badui Yang Pemberani

Pada kurun-kurun awal yang ditengarai Rasulullah sebagai khairul Qurun, tsummal ladzina yaluunahum, tsummal ladzina yalunahum. (pereode Rasulullah dan sahabat merupakan generasi terbaik, kemudian mereka yang hidup sesudahnya (tabi’in), kemudian mereka yang hidup sesudahnya lagi (tabi’inat tabi’in). Memanglah pada kurun tersebut tidak ada batas dan jurang pemisah antara pejabat dan rakyat jelata sehingga siapa pun akan leluasa untuk memberi nasehat kepada pihak-pihak yang dirasakan menyalahi aturan yang telah digariskan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Kondisi yang kondusif inilah yang menjadikan tatanan masyarakat begitu dinamis. Dimana pihak penguasa akan segera membenahi kesalahan yang diperbuatnya ketika mendapat teguran, namun anggota masyarakat itu sendiri juga konsekuen untuk mengikuti langkah pemimpinnya jika memang telah sesuai dengan tuntunan. Bukan sebagai masyarakat yang hanya pandai mengkritisi mengenai apa yang tidak sesuai dengan kemauan, namun ketika masyarakat itu harus melaksanakan kewajibannya, ternyata banyak yang menghindar. Sikap-sikap seperti ini tidak akan menjadikan suasana menjadi tenteram, bahkan sebaliknya malah menyeret pada keadaan yang runyam.
Tersebutlah dalam kisah bahwa seorang badui (padang pasir dan pedusunan) bertandang ke istana Baginda Sulaiman bin Abdul Malik. Dan setelah pembicaraan dimulai, maka Baginda menawarkan agar si badui itu mengutarakan berbagai maksud kepentingannya. Kesempatan ini pun tidak disia-siakan oleh si badui itu.
“Wahai Amiril Mukminin, “kata si badui”, “hamba akan mengutarakan ucapan yang mungkin akan menjadikan berat hati bagi Baginda. Dengan demikian hamba harap Baginda siap menanggungnya, sebab di balik ucapan itu akan mengandung berbagai manfaat yang akan dapat Baginda petik di kemudian hari.”
“Wahai badui !, sikapku selama ini selalu berlapang dada terhadap mereka yang bersifat curang atau terhadap mereka yang sama sekali tidak aku harapkan kebajikannya. Dengan demikian sama sekali tidak akan pernah menjadi beban jika saja orang yang menghadapku itu pribadi sepertimu, dalam arti komunitas orang-orang yang sama sekali tidak pernah aku curigai akan berbuat buruk. Maka dari itu utarakan saja apa yang menjadi maumu”. begitu Baginda mempersilahkan si badui untuk segera mengutarakan maksudnya.
“Wahai Amiril Mukminin !, setelah aku mencermati keadaan Baginda, ternyata Baginda selalu dikelilingi oleh orang-orang penjilat. Mereka selalu mencari kesempatan untuk menangguk keuntungan materi dari Baginda, malah banyak pula yang rela menjual akheratnya demi kepentingan sesaat untuk mendapat muka dari Baginda. Banyak pula yang berani menyeberang untuk memuaskan hati Baginda, kendati akan jelas-jelas akan berseberangan dengan tuntunan Allah yang menjadi penyebab mengundang murka-Nya. Kebanyakan mereka tampak takut jika berhadapan dengan Baginda, namun sekali-kali mereka tidak pernah merasa takut kepada Allah. Jika sikap mereka itu tidak segera dihentikan, hal ini jelas menyeret pada perusakan akherat dengan umpan penjarahan terhadap duniawi. Untuk itu hendaknya Baginda segera membenahi sikap mereka dengan jalan Baginda tidak mempercayai mereka lagi mengenai urusan-urusan Allah yang menjadi tanggung jawab Baginda. Sebab mereka tidaklah mempedulikan lagi terhadap tanggung jawab itu, apakah bisa terlaksana atau tidak. Disamping itu kalau Baginda mencermati keadaan ummat, maka mereka banyak yang hidup dalam penderitaan, padahal Baginda akan ditanya di muka Allah nanti mengenai tanggung jawab Baginda dalam mengurusi rakyat, sedangkan rakyat sekali-kali tidak akan ditanya mengenai aktivitas Baginda dalam mengurusi mereka. Dengan demikian hendaknya Baginda janganlah hanya memperbaiki keduniaan mereka, sedangkan keadaan akherat Baginda terbengkelai. Sebab separah-parahnya kerugian yaitu seseorang yang menjual akheratnya tidak terurus karena sibuk mengurusi dunia orang lain - man baa’a akhiratahu bi dunia ghairihi.”
“Wahai badui, waspadalah dan hati-hatilah dalam mengucap, sebab lisan itu merupakan senjata yang paling tajam.” begitu kata Baginda.
“Apa yang Baginda katakan memang benar, namun seluruh nasehatku itu kelak hanya akan memberi manfaat bagi langkah-langkah Baginda lebih lanjut. Dan sekali-kali tidak akan berpengaruh buruk”. begitu tangkis badui dengan sopan, namun sangat tajam.
Demikian pula apa yang disampaikan Abu Bakrah kepada Muawiyah yang ketika itu sebagai pemegang tampuk khalifah. Pada suatu kesempatan ia mengatakan :
“Wahai Muawiyah, bertakwalah kepada Allah. Dan ketahuilah bahwa setiap malam yang telah kau lalui, atau siang yang kau lewati, semua itu jelas memperpendek usiamu sehingga dirimu sedikit demi sedikit mendekati akherat yang tidak boleh tidak kau mesti masuk ke sana. Padahal di belakangmu selalu bersedia sosok yang memburu nyawamu. Ia telah memasang garis finish yang tidak akan bisa kau lintasi. Setelah aku cermati, betapa cepat larimu menuju garis finish itu, begitu pun pemburu itu hampir-hampir saja bisa menangkapmu. Sadarilah olehmu bahwa apa yang kita alami ini semuanya akan berlalu begitu saja menuju kawasan yang kekal abadi selamanya. Dengan demikian jika perbuatan kita banyak yang baik, maka akan dibalas dengan kebaikan. Namun jika banyak yang buruk, maka akan dibalas dengan keburukan pula. Resapilah apa yang telah aku katakan ini, wahai Muawiyah !”. demikian nasehat Abu Bakrah dengan tanpa tedeng aling-aling.
Begitulah sikap dan tindakan para penyandang ilmu (dahulu !) ketika berjumpa dengan para penguasa. Ilmu mereka begitu mantap dalam menghantar iman, sehingga iman itu pun selalu memberi reaksi positif dalam menghantarkan para penyandangnya untuk selalu menjunjung tinggi sebuah kebenaran. Sebaliknya jika saja yang berada di samping para penguasa itu ulama suu’, kondisi ini malah akan memperparah posisi penguasa itu sendiri. Biasanya ulama suu’ itu akan mencari muka dan menjilat hati para penguasa. Sering pula mencarikan celah-celah hukum yang akan memperingan sebuah tindakan terlarang seorang penguasa, malah hukum-hukum yang perlaku harus dikonversikan (disesuaikan) dengan kehendak hati para penguasa. Bisa pula mereka bertindak sebagaimana seorang ulama yang mukhlis, namun bertendensi lain, bukan demi memperjuangkan kebenaran, namun demi mendapatkan tempat di hati para pendengar dan para penguasa, sehingga banyak ulama sekarang yang sikapnya tidak ubah sebagaimana artis yang dikerumuni fans-fans yang menggandrunginya. Popularitas menjadi tujuan utama. Kalau sikap mereka sudah seperti itu, maka tidak diragukan lagi jelas mengandung dua tipuan. Pertama, orang seperti ini akan menampakkan bahwa tujuannya dalam memberi nasehat itu adalah memperbaiki keadaan dan perilaku publik, padahal nun jauh di relung hatinya menyimpan sebuah maksud agar dirinya dikenal dan popularitasnya terdongkrak. Padahal jika maksud dan tujuannya itu betul-betul mukhlis karena Allah, tentulah jika ada orang lain yang bertindak memperbaiki perilaku publik, dan ternyata dia diterima serta pengaruhnya begitu bagus pada jiwa mereka, orang yang pertama itu mestinya akan bersyukur kepada Allah dengan bertindaknya seseorang yang telah mencukupi kewajibannya. Hal ini dapatlah dimisalkan sebagaimana jika ditemukan si A yang sedang sakit dan belum ada orang yang merawatnya. Kemudian si B bertindak merawatnya dan mengadakan terapi secukupnya sehingga sakit si A menjadi sembuh. Tentulah jika si C itu berhati jujur akan sangat gembira dengan tindakan si B tadi. Namun jika si C ini tetap menyangkal bahwa terapi yang dilaksanakan dirinya akan lebih sempurna dan lebih mujarab, maka si C ini adalah orang yang tertipu. Begitu pula jika seseorang yang memberi nasehat itu selalu mengatakan bahwa ucapannya lebih bisa diterima masyarakat dari pada yang lain. Asumsi seperti ini adalah salah besar. Kedua, jika saja ia mengatakan bahwa dalam memberi nasehat itu ia bermaksud memberi pertolongan bagi mereka yang terzalimi atau dirugikan, maka anggapan seperti ini keliru pula. Dan di dalamnya akan mengandung tipuan sebagaimana yang pertama tadi.
Demikian uraian yang sedikit ini semoga menjadikan manfaat adanya ◙

Hikmah Dari Anak Kecil

Hasan Bashri merupakan seorang ulama yang terkenal dalam berbagai disiplin ilmu, baik di bidang Al-Qur’an, As-Sunnah, fiqih, tauhid maupun tasawuf, sehingga oleh penduduk Bashrah dan sekitarnya dianggap orang yang paling mulia di kurun tabi’in. Nama lengkapntya Al-Hasan bin Abil Hasan Yasar Al-Bashri yang wafat pada tahun 110 H dalam usia yang hampir mendekati 90 tahun.
Pada suatu hari dia duduk di depan pintu rumahnya, namun belum berselang lama melintaslah jenazah seorang lelaki yang akan dikuburkan. Dilihatnya di belakang jenazah itu terdapat seorang anak wanita beserta para pengiring yang lain. Rambutnya tergerai dan tidak henti-hentinya ia menangis. Maka Hasan Bashri segera bangkit dari duduknya seraya anak itu dari belakang. Setelah dekat, dengan jelas dia mendengar anak itu mengatakan :
“Wahai Bapakku, belum pernah aku alami hari yang begitu sedih sesedih hari ini selama dalam hidupku ini.”
Segera saja Hasan Bashri menyahut :
“Nak, belum pernah pula bapakmu mengalami suatu hari yang sangat membingungkan seperti hari ini.”
Setelah sampai di mushalla, jenazah itupun dishalati, kemudian dikebumikan . Setelah prosesi pemakaman ini selesai, Hasan Bashri pulang dengan tidak mendapati keistimewaan apa-apa.
Esoknya lagi – seperti biasa – setelah shalat Shubuh dia duduk di depan rumah, namun sejenak kemudian dia melihat lagi anak wanita itu melintas menuju pemakaman untuk berziarah ke kubur ayahnya. Dengan penuh keheranan Hasan Bashri berkata dalam hatinya :
“Anak ini mungkin mempunyai keistimewaan, akan aku ikuti dia, siapa tahu aku mendapat petunjuk darinya.”
Hasan Bashri segera bangkit untuk mengikuti lagi anak itu dari belakang sehingga setelah sampai di dekat pemakaman, dengan segera dia bersembunyi mengintip apa yang akan diperbuat anak itu.
Ketika telah berada di atas kubur ayahnya, ia tampak memeluk nisan dan pipinya ditaruh di atas gundukan kubur itu seraya mengatakan :
“Wahai bapk, bagaimana tadi malam engkau menginap. Kemarin lusa aku masih mempersiapkan alas tidur untukmu, siapakah yang mempersiapkan alas tuidurmu tadi malam ?.
Kemarin lusa aku pun masih mempersiapkan lampu untuk menerangimu, siapakah yang mempersiapkan lampu untukmu tadi malam ?.
Wahai bapak, ketika badanmu merasa pegal-pega, seringkali aku memijat kedua belah tangan dan kakimu, siapa lagi yang memijatimu sekarang wahai bapak ?.
Wahai Bapak, ketika engkau merasakan haus, dengan segera aku persiapkan minuman untukmu, namun siapakah yang mempersiapkan minuman untukmu tadi malam ?.
Dan ketika engkau merasakan jemu dan penat saat tidur terlentang maka dengan segera aku balikkan pada sisi tubuhmu, namun siapakah yang membalikkan tubuhmu tadi malam ?.
Kemarin lusa masih aku pandangi wajahmu dengan perasaan belas kasih, siapakah sekarang yang memandangi wajahmu. ? Dan ketika engkau membutuhkan bantuan, maka engkau segera memanggilku, namun siapakah yang engkau panggil tadi malam ?.
Wahai Bapak, kemarin lusa aku masih memasakkan makanan untukmu, masihkah engkau berkeinginan makan dan siapa pula yang menaruhkan makanan untukmu ?.
Dalam persembunyiannya itu Hasan Bashri tidak bisa lagi menahan air matanya, dengan segera dia menampakkan diri seraya mengatakan :
“Nak, janganlah kau mengucapkan kalimat seperti itu, namun katakan :” Wahai bapak, kemarin kami masih menghadapkan wajahmu ke arah kiblat, masihkah kini wajahmu menghadap kiblat atau telah berpaling darinya ?. Wahai bapak, kemarin kami telah memberimu sebaik-baik kafan, masihkah kafan itu membalut tubuhmu atau sudah terlepas ?. Wahai bapak, ketika kami menaruhkanmu di kubur, tubuhmu masih tampak utuh, masihkah keadaannya seperti itu atau sudah dimakan ulat ?.
Ucapkan pula nak, para ulama telah mengatakan bahwa seseorang itu mesti ditanya mengenai keimanannya. Dari mereka ada yang bisa menjawab dengan benar, namun banyak pula yang lidahnya kelu seribu bahasa. Adakah bapak termasuk pihak yang bisa menjawab ?.
Mereka mengatakan pula sebagian jenazah itu ada yang kuburnya menjepit begitu rupa hingga tulang rusuknya berantakan, namun sebagian lagi mendapati kuburnya sangat luas. Termasuk golongan manakah bapak berada ?.
Mereka juga mengatakan bahwa sebagian kafan itu ada yang digantikan dengan kafan surga dan ada pula yang dari neraka. Dengan kafan apakah bapak digantikan ?.
Ada pula keterangan bahwa kubur itu acapkali diganti dengan taman surga, namun ada pula yang diubah menjadi kubangan neraka. Bagaimana keadaan kubur bapak sekarang ?.
Para ulama juga mengatakan kubur itu acapkali memeluk penghuninya sebagaimana seorang ibu yang memeluk anaknya dengan penuh kasih, namun ada pula yang mendapatkan marah darinya hingga menjepit sampai tulang belulangnnya berserakan. Adakah kubur itu marah kepadamu ataukah memelukmu dengan kasih sayang ?.
Para ulama juga mengatakan bahwa ketika seseorang telah memasuki kubur, jika saja dia sebagai orang yang bertakwa maka dia akan menyesal juga, mengapa ketika hidupnya tidak berbuat ketakwaan yang lebih banyak lagi. Orang durhaka pun menyesal, alangkah akan lebih baik jika ketika hidupnya itu tidak berbuat kedurhakaan. Adakah engkau termasuk pihak yang menyesali kedurhakaan ataukah yang menyesali sedikitnya ketakwaan ?.
Wahai bapak, telah lama aku memanggilmu, mengapa tidak ada sahutan sedikit pun darimu. Ya Allah, janganlah kirannya Engkau menghalangi pertemuanku nanti dengannya.
Setelah selesai Hasan Bashri mengajarinya, anak itu pun mendongakkan kepala seraya mengatakan :
“Betapa menyentuh kalbu kalimat yang engkau ajarkan kepadaku untuk bapakku. Sungguh begitu baik dan menyejukkan hatiku sehingga aku tergugah dari kelalaian. Akhirnya dia pun pulang dengan diantar Hasan Bashri menuju rumahnya ◙

Selasa, 29 Desember 2009

Menyiasati Anak Sulit Belajar

Menyiasati Anak Sulit Belajar


Ini sebuah kisah seorang ibu yang binggung mengatasi anaknya. Menurut penuturannya, konon anaknya sangat malas belajar. Karena itu dia meminta pertolongan kepada seorang psikolog untuk membantu mencarikan jalan keluarnya. Kepada sang psikolog si ibu bercerita begini:
Seperti kata pepatah, kasih ibu sepanjang jalan, begitu pula kasih sayang Farida (30 tahun) pada anaknya. Tetapi tampaknya tidak demikian dengan kasih anak tunggal yang berumur 6 tahun kepada sang ibu. Masalahnya berawal dari semangat belajar anak tersebut yang cukup buruk. Ia susah sekali disuruh belajar, sehingga setiap sore sepulang kerja Farida selalu memarahinya agar ia mau belajar. Akibatnya, setiap kali belajar, anak itu menangis dan bilang, "Mama galak!"
Yang membuat Farida bertarnbah bingung, suasana rumah yang penuh ketegangan tersebut akhirnya merembet ke hubungan antara Farida dan suami. Tak dapat dielakkan, hubungan kami kini tidak harmonis. Bagaimana Farida bisa mengatasi persoalan ini?
Sang psikolog pun menjawab begini: Ada beberapa hal yang perlu Anda ketahui mengenai karakteristik anak usia 6 tahun. Ia masih tergolong dalam usia pra sekolah atau usia bermain. Melalui bermain anak bisa memperoleh kesenangan dan mempelajari bermacam-macam hal, sehingga sangat dianjurkan untuk mengisi kegiatan bermain mereka secara terarah. Yaitu yang melibatkan aktivitas fisik seperti berlari, berguling, melompat, memanjat, meniti dan juga kegiatan bermain yang lebih banyak melibatkan aktivitas mental, di mana anak perlu menggunakan akal/pikiran, kreativitas dan imajinasinya.
Rentang perhatian anak biasanya masih pendek, dia tidak tahan duduk lebih dari 30 menit. Kalau anak Anda sulit duduk diam, maka bisa dicari alternatif dengan memberi tugas yang dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat. Kalau ia terlalu aktif, perlu dikonsultasikan ke psikolog dan neurolog untuk diamati apakah ada gangguan organis.
Dalam proses berpikir, untuk memahami sesuatu, anak perlu diberi penjelasan secara kongkret. Sesuatu yang bisa dia lihat sendiri secara nyata, bukan hanya dengan membayangkan. Hal-hal yang bisa dia alami/rasakan sendiri akan lebih mudah dimengerti dan dipahami, ketimbang penjelasan-penjelasan yang abstrak sifatnya. Misalnya, bila Anda mengajarkan penjumlahan, sebaiknya Anda gunakaii alat bantu seperti batang lidi atau kelereng.
Anak senang bermain khayal, pura-pura menjadi jagoan, guru, ibu dan tokoh-tokoh lainnya. Dalam bermain khayal, anak perlu menggunakan daya ingat tentang apa yang pernah dia lihat atau alami sehari-hari, anak juga perlu menggunakan imajinasinya. Karena itu, melatih daya ingat anak. Dengan menyuruhnya menceritakan kembali hal-hal yang pernah ia alami, dengar atau lihat sangaliah besar manfaatnya. Bacakan cerita anak-anak dengan gambar yang besar dan berwarna serta menarik, dengan tulisan yang dicetak besar-besar serta kalimatnya singkat tentu merupakan kegiatan yang menarik.
Anak juga perlu terampil dalam menggunakan tangannya untuk melakukan gerakan-gerakan yang halus dan lebih terkendali sebagai persiapan menulis. Untuk melatihnya bisa diberi kegiatan mewarnai gambar, menyusun balok, menggambar apa saja seperti rumah, orang atau lainnya, karena dengan demikian ia belajar mengoordinasi mata dan tangannya.
Selain itu semua, anak perlu juga menguasai bahasa ibu dan jangan diberi bahasa lain kalau ia belum mampu. Anak perlu mengerti makna kata-kata, dan memaliami pembicaraan orang lain. Bagaimana dia bisa membaca dengan lancar dalam arti mengerti bahan bacaan kalau dia belum memahami makna dari kata dan perbendaharaan katanya terbatas? Anak perlu dilatih berbicara dalam kalimat yang jelas, susunan kalimat teratur sehingga memudahkannya untuk mengemukakan pendapat pada orang lain.
Kalau keterampilan dasar tersebut sudah dikuasai, maka anak akan lebih siap mengikuti pendidikan di sekolah dasar. Jadi, Anda dapat melatih anak giat belajar melalui kegiatan bermain sambil belajar, tidak melulu pada kegiatan menulis, membaca, berhitung, dikte yang sifatnya lebih akademis. Menghitung, misalnya, bisa dilakukan dengan menyuruh anak menebak mana yang lebih banyak dan lebih sedikit, berapa banyak kue yang dia dapat, berapa sisa kue yang ada setelah dikurangi jumlahnya. Membaca bisa dirangsang dengan membaca label tertentu, membaca nama orang tuanya, saudaranya dan namanya sendiri.
Ada data yang kurang mengenai anak Anda, yaitu bagaimana kemampuannya untuk mengingat atau memahami apa yang diberikan, apakah daya tangkapnya cepat atau lambat. Keadaan ini bisa memengaruhi minat belajar Anak.
Setelah Anda sukses mengantarkan buah hati pada ketekunan belajarnya, setelah remaja, lanjutkan dia dengan berpikir freatif
Kreatif hanyalah sebuah kata pendek dan sederhana, namun berkat pemikiran kreatif, kesuksesan besar, semisal kemajuan teknologi, industri dan bidang lain bisa terwujud. Tidak berlebihan jika dikatakan, berpikir kreatif merupakan kunci keberhasilan.
Lalu, bagaimana cara untuk bisa berpikir kreatif? Berikut ini cara yang bisa dicoba.

1. Berpikir, Semua Bisa Dilakukan
Yakinlah bahwa sesuatu yang akan kerjakan anak Anda akan mampu diselesaikanbya. Artinya, harus optimis. Buang ungkapan bernada pesimis. Misalnya, katakan pada sang anak "Saya mungkin tidak bisa mengerjakan". Ganti dengan ungkapan penuh optimisme. Contoh, "Saya pasti bisa mengerjakannya", "Bagi saya tidak ada kata menyerah".
Pernyataan optimis melatih anak berani masuk ke persoalan. Pola pikir pun berkembang, karena dipaksa memeras otak untuk mewujudkan tekad itu.

2. Hilangkan Pikiran Konservatif
Pola berpikir bonservatif ditandai dengan kekhawatiran untuk menerima perubahan, meski perubahan itu menguntungkan. Karena ingin mempertahankan gaya bonservatif, perubahan ditanggapi secara dingin, bahkan dipersepsikan sebagai ancaman. Karena merasa nyaman atau diuntungkan dengan cara konservatif, ketika dituntut untuk mengubah pola pikir, sang anak takut akan mengalami berugian.
Hendaknya disadari, cara berpikir konservatif memasung pemikiran kreatif karena pikiran dihekukan oleh sesuatu yang statis. Padahal dalam berpikir kreatif unsur statis semestinya dihilangkan. Mulailah berpikir dinamis, dengan terus mengolah pemikiran untuk menemukan pola pikir elektif.
Ada tiga cara mengurangi atau menghilangkan pola berpikir bonservatif. Pertama, terbuka terhadap masukan. Masukan adalah bahan mentah sangat herharga. Lalu, kita dan anak kita hendaknya mengolahnya menjadi "barang jadi" lewat pemikiran kreatif. Jadi, jangan takut dengan ide, usulan, bahkan kritik. Karena semua itu merangsang kita berpikir kreatif.
Kedua, mencoba pekerjaan atau hal di luar bidang kita dan anak kita. Untuk "memperkaya" diri, pola pikir juga perlu menghadapi sesuatu yang berbeda dari biasanya.
Ketiga, harus proaktif. Anak kita dituntut "menjemput bola" dalam menghadapi sesuatu, dan bukan "menunggu bola". Bertindak proaktif berarti membuat diri bebas memilih tindakan, tentu berdasarkan perhitungan matang. Ini bisa terjadi kalau kita mempunyai kreativitas berpikir.

3. Tingkatkan Kuantitas dan Kualitas
Jangan cepat puas. Semakin cepat puas berarti menutup diri terhadap pekerjaan lain yang dapat memperbaya perkembangan pemikiran. Kesanggupan menerima pekerjaan lain, berarti anak kita membuka diri pada tantangan baru. Untuk itu sang anak dituntut berpikir cerdas dan efektif.
Dua hal perlu dilakukan. Pertama, tambah kuantitas pekerjaan anak. Artinya, tidak perlu mengeluh bila di luar besibukan, sang anak masih menanggung hal lain yang perlu diselesaikan. Keterbukaan untuk menerima tambahan pekerjaan membuat sang anak melatih diri. Apakah dalam situasi tertekan, ia masih mampu berpikir? Yang berpikir kreatiflah yang mampu membangkitkan daya pikirnya. Kedua, perbaiki kualitas hasil kerja. Ini mengandung makna, sekecil apa pun pekerjaan, anak kita tidak boleh mengabaikan kualitas hasilnya. Karena dari kualitas pekerjaan itu tercermin mutu pemikiran sang anak. Artinya, balau pekerjaannya berkualitas, itu menunjukkan mutu daya pikir anak yang semakin bagus. Semakin berkualitas hasil pekerjaannya, semakin berkualitas pula pola berpikirnya.

4. Perbanyak kebiasaan bertanya
Bertanya merupakan indikator bahwa pikiran anak masih "jalan" dan selalu dinamis. Dengan bertanya, berarti mencoba menguji daya kritis. Kebiasaan bertanya jangan dipahami bahwa kita "tidak mengerti". Tetapi harus dipahami sebagai munculnya dinamika pikiran.
Bertanya merupakan sarana melatih pengembaraan daya kreativitas. Dengan bertanya, pemikiran kita bertemu dengan pemikiran orang lain yang mengandung hal-hal baru, sehingga cakrawala berpikir kita semakin luas. Juga membuat kita tidak terpaku pada pemikiran diri sendiri. Sebaliknya, kita mencoha meyakinkan apakah pemikiran kita sejalan dengan pemikiran orang lain? Hal ini membuat anak semakin kreatif karena berusaha terbuka terhadap pemikiran dari luar.

5. Jadi Pendengar yang Baik
Menjadi pendengar yang baik berarti sanggup mendengarkan setiap informasi dari luar. Dengan demikian kita mempunyai "kekayaan", banyak kesempatan untuk berpikir mengenai yang didengarnya.
Apabila ingin menanggapi yang didengar, sudah tersedia banyak konsep pikiran untuk digunakan. Menjadi pendengar yang baik berarti mengerti betul setiap informasi yang masuk ke alam pemikiran. Kita dan anak kita dituntut untuk herpikir kreatif, sehingga sanggup merespons sesuatu yang dikehendaki oleh dunia luar.
uŽ|³÷èyJ»tƒ Çd`Ågø:$# ħRM}$#ur ÈbÎ) öNçF÷èsÜtGó™$# br& (#rä‹àÿZs? ô`ÏB Í‘$sÜø%r& ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur (#rä‹àÿR$$sù 4 Ÿw šcrä‹àÿZs? žwÎ) 9`»sÜ2#=Ý¡Î0 ÇÌÌÈ
Hai golongan jin dan manusia, jika kalian sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah. Kalian tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan (QS. Ar-Rahman [55]: 33).

v Sukses Ilmu Pengetahuan di Jepang
Salah satu kunci sukses ilmu pengetahuan di Jepang, di antaranya mereka menyukai belajar secara berkelompok. Belajar merupakan kegiatan sosial yang berlanjut terus seumur hidup dan berusaha memperoleh pengetahuan yang dibina secara berkelompok. Di setiap organisasi dan kelompok sosial yang penting, semua rakyat mempunyai kepentingan bersama. Mulai dari pemerintah nasional sampai perusahaan swasta, dari kota sampai ke pelosok desa, para pemimpin yang bertanggungjawab mengkhawatirkan masa depan organisasinya.
Pada saat Peter Drucker, Daniel Bell serta yang lain menyambut kedatangan masyarakat sesudah periode industri, di mana pengetahuan menggantikan modal sebagai sumber daya masyarakat yang paling utama, konsep baru ini menjadi kegemaran besar di kalangan pemimpin di Jepang. Kalangan pemimpin ini semata-mata hanya menandaskan formula paling baru dari yang telah menjadi kebijaksanaan konvesional Jepang, yakni memandang usaha menguasai pengetahuan menjadi perihal yang sangat penting.
Sebagai contoh, kalau dua orang berkumpul, salah seorang memberikan informasi dan yang mendengarkan jadi pelajar. Setiap orang diharapkan menjadi pelajar pada sebagian waktunya. Seorang pelajar yang baik akan dikagumi walau bcrapa pun usianya. Seorang pelajar yang baik memperlihatkan kerendahan hati, kesabaran dan ketekunan.
Dalam tata-tata kelompok, bila seorang murid berpikir bahwa sang guru kurang menarik, dia boleh mengantuk, tidur secara diam-diam. Bilamana dia berpendapat bahwa sang guru kurang cakap, dia sembunyikan pendapatnya. Dia tidak boleh melawan kebijaksanaan sang guru. Bila si murid mengajukan pertanyaan, dia memilih satu pertanyaan yang akan memungkinkan sang guru memperlihatkan kecakapannya. Sang pelajar terikat dalam peranannya sebagai pelajar dan berusaha untuk belajar sedapat-dapatnya. Belajar merupakan kegiatan sosial yang berlanjut terus seumur hidup.
Setelah dia dipekerjakan, lulusan sekolah siap untuk menerima latihan spesialisasinya dan dia tetap terbuka untuk menerima pendidikan umum yang lebih luas. Di tempat kerjanya karyawan baru pertama-tama harus menjalani latihan tertentu untuk jangka waktu lama dengan kedudukan rendah. Sepanjang karirnya di kemudian hari seringkali harus turut serta dalam berbagai grup belajar. Seorang karyawan dianjurkan melakukan studi yang berhubungan dengan pekerjaan-nya, walaupun tidak terdapat kelompok belajar.
Di luar pekerjaan, sang karyawan mencari kesempatan untuk belajar sesuatu yang mungkin bcrguna bagi pekerjaannya. Te-tapi dia pun berusaha untuk belajar hal-hal yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan pekerjaannya, karena hal itu mungkin akan berguna untuk jangka panjang.
Bila seorang pengunjung asing datang ke Jepang, kebanyakan.orang Jepang berpikir secara naluriah. "Dapat belajar apakah saya dari padanya?" Dan tiga juta orang Jepang yang tiap tahun bepergian ke luar negeri bagaikan mencari sekelumit petunjuk untuk lahirnya gagasan baru yang mungkin bisa mereka terapkan di negaranya sendiri. Surat kabar, televisi, majalah berkala juga diharapkan untuk memberikan pengetahuan umum dalam jumlah yang banyak.
Herbert Passin, ketua Departemen Sosiologi Universitas Columbia, mengatakan bahwa apabila dia ingin menyatakan pikiran-pikiran baru untuk diketahui umum di Jepang, dia dan kaum cendekiawan Jepang dapat menunjukkan banyak penerbit di mana pikiran mereka akan segera dicetak.
Televisi pendidikan diberi dana yang berlimpah, sebagian besar acaranya dicurahkan untuk kursus-kursus pendidikan dasar, bukannya untuk hiburan elit. Kursus dalam lima bahasa asing, bahasa Inggris (dalam berbagai tingkat, dari Sesame Street sampai ke acara-acara untuk orang dewasa), bahasa Jerman, bahasa Cina, bahasa Prancis, dan bahasa Rusia dapat ditemukan dalam acara mingguan tetap di jaringan pendidikan nasional. Para pemirsa televisi pendidikan mengharapkan peta-peta, grafik serta gambar-gambar. Meskipun pelajaran dasar teruus dilanjutkan di mana-mana dan terhadap semua umur, pengumpulan informasi menjadi terpusat dan mempunyai kehebatan mirip kampanye khusus bila sebuah organisasi mengakui sebuah persoalan sebagai sesuatu yang sangat penting.
Selama beberapa tahun, suatu persoalan tertentu menjadi dominan, seperti merencanakan sebuah jalan kereta api atau mempromosikan modal yang banyak mengandung risiko atau meninjau kembali sistem pajak daerah. Hampir setiap anggota organisasi menangani aspeknya, menyelidiki segi-segi baru serta mencari dan menyampaikan informasi-informasi yang baru.

v Ilustrasi Pendidikan Dasar
Proses untuk menguasai ketrampilan pada skala nasional yang dapat dilukiskan di sini ialah pendekatan Jepang pada bidang olahraga dengan mengambil standar terhadap olahraga Barat terkemuka yang mereka harapkan akan dapat dikuasainya. Olahraga utama yang dipilih adalah baseball yang mulai diperkenalkan pada tahun 1873, lima tahun sesudah Restorasi Meiji dan dipopulerkan pada peralihan abad mi.
Orang Jepang mengirimkan pengamat-pengamat untuk mempelajari regu-regu Amerika yang terkuat dan menjalani latihan di bawah pengawasan mereka. Bukan suatu kebetulan, bahwa pemain baseball Amerika yang paling disanjung-sanjung sebelum Perang Dunia II, yakni Babe Ruth, mendapatkan sambutan yang semarak di Jepang dan tetap menjadi salah seorang pahlawan Jepang yang besar. Sesudah Perang Dunia II orang Jepang cepat-cepat mengundang untuk pertunjukan yang lengkap ke negaranya. Secara berangsur masing-masing regu Jepang berusaha untuk mengambil satu atau dua orang pemain Amerika.
Untuk jelasnya, beberapa dari para pemain Amerika itu telah habis masa jayanya, tetapi itu bukan menjadi masalah bagi mereka. Permainan mereka sendiri mungkin hanya sedikit membantu permainan regu dalam waktu yang pendek, tetapi mereka dapat membantu melatih anggota-anggota lainnya, memberikan teknik permainan yang akan membuat regu-regu Jepang menjadi kuat di masa-masa mendatang.
Apapun bentuk olahraganya, pendekatan dasar belajar adalah sama dan tetap sama. Sebagai contoh lain, orang mencatat bahwa bowling yang dipelajari dari Amerika, menjadi begitu populer pada tahun 1960-an, sehingga untuk beberapa waktu dua tempat permainan bowling yang terbesar di dunia terdapat di Tokyo dan lebih banyak orang Jepang yang bermain bowling dibandingkan dengan orang Amerika.
Orang Jepang belajar senam dari Uni Sovyet, Hockey dari Kanada, tenis dari Australia dan Amerika, sepakbola dan rugby dari Inggris, sky dari Australia, basket dari Amerika Serikat dan tenis meja dari Cina. Pendatang baru dalam kelengkapan jenis olah raga Jepang adalah football Amerika. Negara mana pun tidak dapat menyamai Jepang dalam usaha mempelajari olahraga ini. Jepang hanya menjadi tuan rumah regu-regu football profesional Amerika yang datang ke Jepang untuk saling bertanding, tak lain karena belum ada regu Jepang yang sudah mencapai tingkat kemampuan bertanding dengan regu Amerika.
Sementara olahraga baru ditambahkan pada perbendaharaan Jepang, maka olahraga tradisional pun tidak pula diabaikan. Sumo, judo, karate, serta aikido tetap populer, meskipun kadang-kadang terjadi gelombang mode. Ketika mode baru berkecamuk dan usaha untuk menguasai olahraga baru mencapai titik puncaknya, olahraga yang lama tetap dapat mempertahankan kedudukannya dalam cakrawala olahraga yang semakin meluas.
Merupakan kekecewaan yang besar bagi orang-orang Jepang bahwa regu-regu atletik mereka belum mendapatkan prestasi yang luar biasa, seperti halnya perusahaan-perusahaan mereka dalam persaingan ekonomi internasional. Terus-menerus mereka melakukan kritik terhadap diri sendiri serta menganalisa sebab-musabab kegagalannya.
Mereka tidak membuat alasan dengan bentuk tubuh mereka yang kecil. Mereka juga tidak berhenti dalam usaha untuk memperbaiki diri sendiri, meskipun mereka telah mencapai taraf persaingan internasional dalam semua cabang olahraga dan tidak jauh ketinggalan di belakang Uni Sovyet, Amerika Serikat, Jerman Barat dan Jerman Timur. Para ahli olahraga asing yang mengamati orang-orang Jepang meramalkan adanya kemajuan yang berkesinambungan dalam menguasai olah raga Barat.
Unsur-unsur yang sama terdapat di bidang olah raga, yaitu kepemimpihan grup, studi yang berorientasi pada grup, jangkauan jangka panjang, rendah hati dan didorong ambisi yang tinggi. Hal ini juga terdapat pada kasus-kasus belajar yang lain, apakah itu diatur oleh pemerintah, perusahaan-perusahaan swasta ataupun oleh kelompok sosial setempat.

Sabtu, 26 Desember 2009

Pentingnya Kegembiraan


Pak Azhar sudah berusia 85 tahun. Ketika jatuh sakit berat, ia mengatakan kepada dokter, Andaikan boleh mengulang hidup ini, saya akan lebih berani berbuat kesalahan dan lebih santai mencoba-coba.
Pak Azhar tergolong orang yang hidup serba praktis dan teratur. Ibaratnya, ia bagaikan tak pernah lupa berbekal termometer, jas hujan dan parasut. Sayang, meski hidupnya serba cukup, ia kurang mengecap kegembiraan.

v Gampang Kaya daripada Gembira
Kalau kebahagiaan lebih menyangkut keadaan menyenangkan dalam jangka waktu lama, kegembiraan dikaitkan dengan rasa senang yang singkat. Kalau saat ini kita bergembira, lima menit lagi bisa saja tidak. Walaupun di dalam hidup, kita terus-menerus beralih-alih dari gembira ke susah atau sebaliknya, bila kegembiraan lebih sering terjadi daripada kesusahan atau yang semacamnya, kita boleh mengatakan bahwa hidup kita "bahagia".
Jadi kegembiraan dapat mengantarkan kita pada kebahagiaan. Bahkan kegembiraan merupakan langkah pertama menuju kebahagiaan. Hanya saja, jangan dikira kegembiraan itu gampang didapat. Bagi banyak orang, jauh lebih mudah menjadi kaya daripada gembira. Anda tidak percaya?
Sekilas Ibu Mardhiyah nampaknya hidup pas-pasan. Pakaiannya sudah tua-tua dan kuno. Ia selalu bepergian dengan alat transportasi yang paling murah, tnalah kalau bisa gratis (dengan nebeng). Jangankan berpiknik, berbelanja ke toko saja ia jarang. Tetapi orang yang dekat dengan dia tahu benar bahwa ia menyimpan banyak emas di lemarinya. Selain di saat menatap koleksi emasnya, ibu Mardhiyah boleh dikata jarang merasa gembira. Bersenang-senang baginya suatu "dosa" karena menghabiskan uang untuk sesuatu yang "tidak berguna."
Kalaupun gambaran di alas itu terlalu ekstrem, tidakkah Anda merasa cukup sering bertemu dengan tokoh-tokoh semacam itu di dalam kehidupun Anda? Pada umumnya orang beraggapan faktor-faktor luarlah yang membuatnya tak dapat bergembira. Mereka menyalahkan pendidikan orang tua atau nasib jelek. Padahal sebenarnya, seberapa jauh kita bisa bergembira amat ditentukan oleh sifat bawaan. Singkat kata, setiap orang mempunyai kemampuan dasar yang berbeda-beda untuk bergembira. Ada orang yang pada dasarnya lebih periang dan tahan terhadap stres daripada yang lain. Ada yang tetap bisa bergembira walaupun menghadapi cobaan-cobaan berat dalam hidupnya. Tetapi ada yang cemberut, uring-uringan dan murung hanya karena masalah sepele.

v Kemurungan Kronis
Salah satu penemuan ilmiah di bidang psikologi yang paling menonjol akhir-akhir ini ditemukan oleh Minnesota Center for Twin and Adoption Research. Pada tahun 1979, para peneliti di sana sudah meneliti 348 pasang manusia kembar, termasuk di antaranya 44 pasang kembar identik yang dibesarkan secara terpisah (banyak yang sejak lahir). Hasil temuannya: tujuh ciri kepribadian yang berhubungan dengan sifat periang memang terutama ditentukan sejak lahir. Ketujuh ciri kepribadian itu adalah kespontanan, penyesuaian diri, kekhawatiran, kreativitas, paranoia, optimisme dan sifat hati-hati. Sepasang anak kembar, Jim Springer dan Jim Lewis, dibesarkan secara terpisah sejak bayi. Setelah 39 tahun, mereka bertemu dan dites. Ternyata hasil tes mereka dalam hal toleransi, penyesuaian diri, keluwesan, pengendalian diri dan kemampuan bergaul demikian mirip, sehingga seolah-olah hasil tes mereka itu dikerjakan oleh orang yang sama. Lucunya lagi, keduanya senang bertukang, perokok berat dari merek rokok yang sama dan mereka pun senang berlibur di pantai yang sama.
Kalau kadang-kadang kita jengkel atau murung oleh suatu sebab, itu biasa. Namun bila karena itu, kemurungan kita berlarut-larut, lain lagi soalnya. Kebiasaan seperti ini menghasilkan kemurungan kronis. Ada bermacam-macam kecenderungan yang dilakukan orang untuk menolak kegembiraan.

· Menunda:
- Ah, saya baru senang bila anak-anak sudah masuk universitas, sudah kawin, sudah mapan hidupnya.
- Saya baru mulai senang, setelah saya mempunyai telepon, komputer.
- Hidup baru menarik bila saya selesai les mengemudi, lulus sekolah.
- Saya baru lega bila bobot saya turun 10 kg/saya sudah mendapat pekerjaan/hidung saya sudah dioperasi plastik.
- Hidup ini baru menggairahkan kalau saya menikah/sudah ke luar negeri.
- Saya baru akan bersenang-senang setelah berusia 30/40/50/ atau bila saya pensiun.

· Menyalahkan orang lain: "Bagaimana saya dapat merasa senang, kalau:
- suami saya mendengkur.
- rapor anak-anak jelek.
- istri saya boros bukan main.
- gaji istri saya lebih besar (dari saya).
- ibu memperlakukan saya seperti bayi.
- ayah tidak juga mengizinkan saya mengemudikan mobil.
- pembantu saya amat malas.
- bos saya tidak adil.

· Menjelek-jelekkan diri sendiri dengan akibat ia semakin tidak menghargai diri sendiri. Biasanya mereka bilang begini:
- Pantat saya mulai melorot.
- Saya pemalu/bodoh/jelek/gemuk/kerempeng/berkaki bengkok/bermata juling.
- Saya tak punya sesuatu yang bisa dibanggakan.
- Saya gagal di segala bidang.
- Payudara saya terlalu kecil/ besar.
- Saya paling tidak bisa mengingat nama orang.
- Saya buta tentang komputer.

· Mengeluh. Biasanya mereka bilang, "Bagaimana saya bisa senang, bila:
- sulit sekali menemukan dokter yang bonafid.
- kemacetan ada di mana-mana, sehingga kita sudah tidak bernafsu bepergian ke mana-mana."

· Bosan:
- Saya sudah mencoba semuanya, tidak ada lagi yang menarik.
- Tak ada lagi jalur bisnis baru yang bisa dicoba.
- Hidup sungguh membosankan.

· Kecenderungan ingin menjadi "martir". Tanpa sadar sebenarnya mereka ingin mengatakan begini, "Saya tidak menikmati semua ini karena saya orang yang selalu memikirkan orang lain." Biasanya mereka berkata, "Sulit bagi saya untuk bersenang-senang, karena:
- Saya harus menabung untuk hari tua.
- Saya sulit menghabiskan uang untuk diri sendiri.
- Ah, saya tidak ingin/memerlukannya.
- Tanpa bersenang-senang saya juga tidak apa-apa.
Tidak berarti kita tak dapat mengalahkan faktor bawaan ini. Yang terpenting adalah menyadari bahwa kemurungan kita terutama berasal dari diri sendiri, bukan orang lain.

v Hidup tanpa pamrih
Sol Gordon (seorang pakar psikologi keluarga dan anak) pernah diundang untuk berbicara di televisi. Ia diminta memberikan nasihat kepada beberapa orang yang mengaku hidup dalam kemurungan. Salah seorang dari mereka, seorang wanita, bercerita. Sudah bertahun-tahun ia tidak berbicara dengan suaminya. Kawan-kawannya masa bodoh saja, karena terlalu repot dengan urusan mereka sendiri dan gara-gara orang tuanya yang egois, ia terjerumus ke perkawinan yang begini amburadul. Maka kata Sol kepada wanita itu:
"Suami Anda, kawan-kawan dan orang tua Anda sebenarnya sedang berusaha mengatakan sesuatu kepada Anda yaitu agar Anda lebih bergembira dan tidak lagi berkeluh kesah melulu."
Sol mengusulkan agar wanita itu berpura-pura bahagia selama sebulan. Si wanita protes:
"Saya tidak mengarang-ngarang. Lagi pula mana bisa saya berpura-pura gembira bila hati saya susah?"
Pembawa acara menuduh Sol terlalu "kejam", lalu beralih ke tamu nomor dua. Pria ini menceritakan bagaimana ia harus bersusah payah untuk menyenangkan istri dan anak-anaknya dan bagaimana bosnya tidak juga menaikkan gajinya. Sol bertanya, "Pernahkah Anda berusaha memberi tanpa pamrih?"
Maka si pembawa acara menuduh Sol judes. Untung ada telepon dari salah seorang pemirsa. Ia seorang wanita berusia 52 tahun yang bersuami dan mengaku kini berbahagia. Ia mengatakan, "Kalian mestinya mendengarkan apa kata Dr. Gordon. Tujuh tahun yang lalu saya bercerai. Banyak kawan tak mau kenal saya lagi. Saya kesepian, sementara usia tidak bertambah muda. Saya terus-menerus berkeluh-kesah. Kemudian karena nasihat seorang kawan, saya tidak lagi membicarakan kesengsaraan saya dan tidak lagi tinggal di rumah sambil mengasihani diri. Saya memasang senyum di wajah lalu menjadi sukarelawati di rumah sakit.
"Ternyata bekerja di tengah-tengah orang sakit membuat saya lupa pada masalah sendiri. Selain itu bergaul dengan rekan-rekan sesama sukarelawan ternyata cukup menyenangkan. Salah seorang sukarelawati yang bertubuh pendek, gemuk dan botak malah naksir saya. Dialah suami saya sekarang.
Maka jika Anda ingin menjadi orang yang lebih periang, beberapa hal ini perlu Anda ingat:
- Kegembiraan dapat meringankan kepahitan hidup.
- Untuk dapat lebih bergembira, Anda harus siap bertanggung jawab atas kebahagiaan diri sendiri.
- Semakin Anda menolak kemurungan, semakin dapat Anda menikmati hidup.
- Pilihan sepenuhnya ada di tangan Anda, hidup murung atau penuh keriangan?
- Untuk dapat lebih bergembira, buanglah kekhawatiran yang berlebihan.
- Berikanlah kegembiraan kepada orang lain, maka Anda mengukir kebahagiaan untuk diri sendiri.
- Atasi ketakutan dengan berpura-pura berani.
- Yang penting bukan berapa banyak Anda menabung, tetapi bagaimana Anda gunakan tabungan itu dengan bijak.
- Hidup itu terlalu singkat untuk disia-siakan dengan kemurungan.
- Bila perlu, ubah pola hidup dan bicara Anda demi meraih lebih banyak kegembiraan.

v Ciri-ciri Manusia Periang
- Sering mengalami kegembiraan.
- Mudah bergaul.
- Mudah menyesuaikan diri pada perubahan.
- Tidak gentar pada tantangan dan terbuka pada gagasan baru.
- Jarang menyalahkan orang atau berkeluh-kesah.
- Dapat menikmati banyak ragam kegiatan yang menyenangkan.
- Senang mengenang tanpa terperangkap masa lalu.
- Memegang kendali penuh atas hidupnya, tetapi tidak ber-usaha mengendalikan hidup orang lain.
- Cepat mengatasi rasa kesepian, kemarahan dan depresi.
- Hidup sesuai dengan kemampuan kantungnya, bukan penganut, "besar pasak daripada tiang."
- Bersikap apa adanya.
- Siap menolong tanpa pamrih.
- Serius, di mana perlu.
- Menaruh perhatian pada kesejahteraan orang lain, tetapi tetap dapat menikmati hidup.

v Sikap yang Menjauhkan Kegembiraan
- Menunda tugas, pekerjaan, aktivitas.
- Menyalahkan orang lain,
- Menjelek-jelekkan diri sen diri.
- Mengeluh.
- Bosan.
- Sok menjadi "martir."
Hidup Sehat Meneladani Rasulullah Saw

Kesehatan bagaikan mahkota yang bertenger di kepala orang sehat yang hanya dapat dilihat oleh orang sakit. Rasulullah Saw bersabda: "Gunakan masa sehatmu sebelum datang masa sakit." Ya, sehat telah menjadi barang mahal dan berharga yang dicari banyak orang.
Siapa tak ingin tampil sehat dan bugar? Seiring dengan meningkatnya taraf pendidikan dan taraf hidup masyarakat, perhatian terhadap masalah kesehatan dan kebugaran tubuh semakin tinggi. Berbagai upaya dilakukan untuk meraihnya, mulai dari mengkonsumsi makanan dan minuman sehat, terapi tradisional, mengkonsumsi aneka suplemen hingga mendatangi tempat kebugaran. Semuanya dengan niat satu: meraih hidup sehat.
Lalu sehatkah kita? Kebalkah kita terhadap serangan kuman dan penyakit? Kita tahu jawabnya. Dunia kedokteran kini mencatat jumlah virus dan kuman yang menyerang manusia jauh berlipat. Menurut para ahli, penyebabnya ada dua. Pertama, karena kian canggihnya alat pendeteksi kuman. Kedua, karena munculnya virus atau kuman baru, semisal HIV, yang antara lain disebabkan oleh polah manusia sendiri.
Sehat yang kita cita-citakan ternyata berbeda dengan apa yang kita dapatkan. Di antara penyebab utama kegagalan kita meraih mahkota kesehatan itu mungkin karena kita salah memahami makna sehat.

v Hakikat Sehat dan Bugar
Selain merujuk pada pengertian fisik, istilah sehat juga meliputi pengertian yang lebih luas, antara lain, sehat secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini, seseorang dikatakan sehat jika ia terbebas dari segala penyakit, kelemahan dan kecacatan, dapat bersosialisasi dengan baik dan mandiri secara ekonomi.
Lagi, sehat adalah bebas dari segala keluhan sakit, baik sakit fisik, psikis dan sosial. Namun, buat masyarakat awam, sehat itu hanya terbebas dari penyakit fisik, padahal sekarang ini lebih banyak penyakit disebabkan oleh faktor psikologis can sosial. Sehat secara fisik adalah suatu kondisi tubuh dimana semua proses metabolisme di dalamnya berjalan lancar akibat berfungsinya secara optimal organ-organ tubuh (paru-paru, jantung, otot dan sebagainya). Juga dikatakan sehat fisik saat tidak adanya gangguan gerak, fleksibilitas dan kemampuan fisik. Kalau dari segi fleksibility, misalnya, orang bisa gerak dengan enak, kemudian dia bisa membungkuk dengan enak, berarti dia sehat.
Dari segi beban jantung, seseorang dikatakan sehat jika pada ia dapat menempuh jarak tertentu, dalam waktu yang sesuai dengan usianya. Kalau dia terlalu lambat, misalnya, berarti aerobiknya, fleksibititasnya dan abilitasnya sudah menurun. Dia tidak dikatakan sehat. Lalu apa beda sehat dan bugar? Sehat dan bugar itu hampir setali tiga uang. Sehat fisik inilah yang biasa disebut dengan bugar. Bugar itu penampilan yang kita peroleh akibat sehat. Terlihat dari geraknya, penampilan wajahnya, atau cara bicaranya yang optimal. Namun sehat belum tentu bugar. Sebab, sehat itu terbebas dari penyakit, sedangkan bugar memerlukan ukuran-ukuran kesegaran tersendiri. Sehehat dan bugar pun bukan berarti bebas dari penyakit sama sekali.
Tingkat kesehatan untuk setiap orang berbeda. Untuk orang normal, dia memerlukan tubuh yang sehat dengan tingkat kebugaran yang cukup untuk menjalankan kebutuhan sehari-harinya. Bangun pagi, mandi, terus ke kantor. Di kantor, tergantung kalau dia orangnya di meja, dia nggak perlu daya tahan yang terlalu berlebihan. Sedangkan atlet memerlukan tingkat kesehatan dan kebugaran yang sesuai untuk menjalankan program latihan yang berat supaya dia kuat, cepat dan bisa menang.

v Menuju Sehat dan Bugar
Setelah memahami hakikat sehat dan bugar, bagaimana cara meraihnya? Penelitian yang dilakukan Pusat Pengontrolan Penyakit Negara Amerika Serikat menyimpulkan, ada empat faktor utama yang menentukan kesehatan seseorang. Pertama, gaya hidup dan perilaku kesehatan. Kedua, hereditas (keturunan). Ketiga, kondisi lingkungan. Dan keempat, mutu pelayanan yang tersedia.
Keempat faktor ini memiliki kadar yang berbeda-beda. Faktor paling dominan ditentukan oleh gaya hidup. Tak kurang 51% kualitas kesehatan seseorang dipengaruhi oleh gaya hidupnya. Faktor keturunan memiliki nilai 19% dan lingkungan memiliki saham 20%. Sisanya yang tak lebih dari 10%, dimiliki oleh mutu pelayanan kesehatan di klinik dan rumah sakit.
Karena itu, mengkonsumsi obat-obat sehat serta tinggal di lingkungan terbaik sekalipun, tidak menjamin akan selalu sehat, manakala gaya hidup yang kita jalani malah merusak kesehatan. Mengubah gaya hidup tak sekadar membiasakan diri bangun pagi, berolah raga, dan menjaga kebersihan. Tapi lebih dari itu. Gaya hidup sehat ditentukan oleh masalah hawa nafsu. Penyakit hawa nafsu inilah yang sebenarnya merupakan musuh utama manusia. Sumbernya, dari perut. Rasulullah Saw bersabda, “sumber penyakit manusia itu dari perut."
Sebenarnya kesehatan fisik dapat diraih metalui pola makan (asupan gizi) dan pola hidup yang teratur. "Tidak merokok, berolah raga, dan memiliki pola makan yang baik merupakan bagian dari life style yang bagus."

v Perilaku hidup bersih
Berperilaku hidup bersih, baik badan, pakaian, makanan, dan minuman, tempat tinggal, dan bersih lingkungan hidup, merupakan perilaku yang sangat ditekankan dalam Islam. Ketinggian iman seseorang dapat dilihat dari kebersihan dirinya, sebagaimana Allah swt berfirman:
"Allah senang kepada mereka yang menyucikan diri." (QS. Al-Baqarah [2]: 222).
"Dan bersihkanlah pakaianmu dan hindarilah perkara yang tidak suci." (QS. Al-Mudatsir [74]: 4-5).

v Makan - Minum yang Halal dan Bergizi
Pola makan berkaitan dengan frekuensi makan dan komposisinya. Dari segi frekuensi, makan tiga kali sehari: pagi, siang dan malam. Makan pagi sebaiknya dalam porsi besar, setidaknya seperlima dari kebutuhan kalori sehari. Minum teh manis satu gelas itu bukan sarapan. Mengapa perlu sarapan dengan porsi besar? Sebab, energi tersebut dibutuhkan untuk aktivitas di siang hari. Menurut penetitian, ada hubungan yang signifikan antara sarapan pagi dengan indeks prestasi belajar. Mereka yang terbiasa sarapan pagi, IP-nya lebih bagus daripada mereka yang tidak sarapan pagi. Sarapan pagi yang cukup lalu disambung makan siang dan pada malam hari tidak perlu terlalu banyak karena aktivitas fisik praktis tidak ada. Jadi, kalau makan malam dengan porsi besar dan tidak diimbangi dengan aktivitas maka akan terjadi penumpukan lemak.
Bagaimana dengan komposisi zat gizinya? Sebenarnya seluruh zat gizi, baik yang mikro (vitamin dan mineral) maupun yang makro (protein, karbohidrat, lemak dan air) harus terpenuhi secara proposional. Zat gizi makro yang banyak mengandung energi seperti protein, karbohidrat dan lemak mutlak harus ada sebab kita selalu memerlukan energi. Sedangkan vitamin dan mineral dibutuhkan dalam jumlah kecil saja. Air tergolong makro karena sangat dibutuhkan namun tidak menyimpan energi. Tidaklah cukup jika hanya makan buah-buahan atau sayur-sayuran.
Asupan gizi di atas diperlukan tubuh secara proposional. Misatnya, untuk zat gizi makro, kita membutuhkan karbohidrat sampai 50 -60%, protein 15-20 % dan sisanya temak (dianjurkan tidak lebih dari 30%).
Besarnya angka kecukupan gizi setiap orang berbeda, bergantung pada jenis kelaminnya, usianya dan juga aktivitasnya. Yang dimaksud dengan angka kecukupan gizi itu adalah besarnya kebutuhan seseorang akan kalori, vitamin, dan mineral setiap harinya. Misalnya kita banyak memerlukan zat besi untuk membentuk sel darah merah, kalsium untuk pembentukan tulang, flouride untuk gigi, seng untuk enzim, dan vitamin-vitamin, sel epitel kulit dan saraf-saraf mata."
Umat Islam diharuskan memilih makanan dan minumannya yang bersih, halal, dan bergizi sebagaimana firman Allah swt dalam surat Al-Baqarah ayat 168 dan 172, Al-Maidah ayat 88, dan Al-A'raf ayat 156.
Umat Islam dilarang makan dan minum secara berlebihan (al-A'raf: 31). Makan kekenyangan dapat mengakibatkan perut terasa tidak enak, mengantuk, dan badan menjadi lemah.
Prinsip seimbang, sederhana dan tak berlebihan menjadi dasar dalam hal makanan. Sabda Rasul:
"Dalam perutmu ada 3 bagian, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk udara dan sisanya untuk minuman".
Berlebihan dalam makanan atau minuman mendatangkan banyak petaka. Pengolahan makanan pun dilakukan secara sederhana agar zat gizinya tidak rusak. Tatkala memasak daging, cukup direbus dan diberi garam sedikit. Ketika membuat roti, adonan roti dibuat kasar sehingga karbohidratnya tidak hilang. Dan tak pernah membiarkan makanan berlama-lama tersimpan dalam lemari. Kelebihan makanan selalu disedekahkan pada yang lain.
Para sahabat terbiasa makan saat lapar dan berhenti sebelum kenyang. Ini membuat kerja pencernaan menjadi mudah, di samping lebih syukur nikmat. Karena makanan yang dimakan saat lapar akan menjadi nikmat. Dan kenikmatan dalam menyantap makanan juga menentukan kualitas dari makanan.
Rasulullah Saw tak hanya memperhatikan masalah yang berdimensi fisik seperti mencuci tangan sebelum makan. Bahkan masalah keberkahan dalam makanan yang disantap juga menjadi perhatian utama. Maka tak heran jika beliau bersabda, "Bersihkanlah piring kalian dan jangan sisakan makan pada telapak tangan karena kalian tak mengetahui di mana Allah meletakkan keberkahan dalam makanan kalian."
Bagaimana dengan suplemen? Untuk meraih sehat, kadang orang menempuh banyak cara, termasuk mengkonsumsi makanan dan minuman suplemen. Apakah ini diperlukan tubuh? Pada dasarnya tubuh tidak memerlukannya karena bisa diperoleh dari makanan alami yang bervariasi. Terlebih suplemen biasanya buatan pabrik yang banyak mengandung racikan zat kimia, jamu yang dianggap tradisional, ternyata banyak juga yang dibubuhi zat kimia.
Menurut penelitian di Australia, dari sejumlah lansia yang terbiasa mengonsumsi suplemen, ternyata 50%-nya tidak memertukan. Itu mubazir, secara ekonomi dia menghambur-hamburkan uang. Sedangkan yang 50 % lagi bisa jadi memang membutuhkan karena setelah tua porsi makan (buah-buahan dan sayuran) menjadi berkurang dan pertu diganti dalam bentuk tablet.

v Beristirahat Cukup
Salah satu bentuk istirahat adalah tidur, sebagaimana firman Allah swt.
"Dan Kami telah jadikan tidur kamu untuk beristirahat. " (QS. An-Naba [78]: 9).
Sunnah Rasul pun mengajarkan agar tidur tidak larut malam dan tidak banyak berbicara setelah waktu Isya.
Tubuh kita memerlukan istirahat, yaitu satu fase dimana seluruh aktifitas tubuh direndahkan. Ini diperlukan agar ada waktu untuk memperbaiki diri dan memelihara kondisi. Sehingga, pada saat digunakan, tubuh dapat berfungsi optimal. Istirahat juga berfungsi untuk melepas lelah bagi otototot dan sel-sel syaraf yang telah bekerja sepanjang waktu. Kelelahan timbul akibat tertimbunnya asam laktat dalam tubuh sebagai hasii pembakaran zat makanan (glukosa) secara on aerobik (tanpa oksigen). Dengan istirahat, asam laktat yang tertimbun itu, sedikit demi sedikit dihilangkan melalui proses biokimia tertentu.
Nah, tidur merupakan satu bentuk aktivitas untuk mengistirahatkan fungsi tubuh. Pada saat tidur semua fungsi tubuh, seperti, denyut jantung, pernafasan, organ pencernaan, peredaran darah dan lain-lain, berada datam batas minimal. Selain itu, posisi tidur (berbaring atau tertentang) menghilangkan pengaruh grafitasi terhadap penekanan tulang dibanding pada saat berdiri tegak sehingga memudahkan pertumbuhan tulang. Remaja yang banyak tidur akan memiliki postur tubuh yang tebih tinggi dibandingkan yang selalu bergerak atau begadang.
Berapa lama tubuh membutuhkan istirahat? Kebutuhan akan tidur semakin berkurang secara alamiah seiring meningkatnya usia. Bayi membutuhkan 20 jam, remaja masih sangat memerlukan istirahat yang lebih lama untuk mengoptimalkan pertumbuhan, dan orang dewasa 8 jam. Untuk lansia tidak 8 jam, karena mudah sekali terjaga. Makin tua kesadaran beragama makin tinggi, sehingga ia bisa menggunakan waktu-waktu jaganya untuk mendekatkan diri pada yang Kuasa.

v Bekerja Sebatas Kemampuan
Islam melarang seseorang memaksakan diri mengerjakan sesuatu di luar batas kemampuannya. Firman Allah swt.
"Allah tidak membebankan pada diriseseorang melainkan sekedar yang bisa terpikul olehnya. " (QS. Al-Baqarah [2]: 286).

v Menjaga Jarak dengan Penderita Penyakit Menular
Orang sehat, terutama anak-anak yang peka terhadap penularan penyakit, dilarang didekatkan pada orang yang sakit terutama penderita penyakit menular (ath-Tha'un). Rasulullah bersabda, "Orang yang sakit jangan dibawa mendekati orang yang sehat." (HR. Bukhari-Muslim).
"Ath-Tha'un adalah penyakit yang dikirimkan kepada golongan Bani Israil dan orang sebelummu. Maka apabila kamu mendengar penyakit menular tersebut berjangkit di suatu tempat, janganlah kamu memasuki daerah itu. Dan apabila di suatu tempat berjangkit penyakit menular sedang kamu berada di dalamnya, janganlah kamu keluar dari tempat itu." (HR. Bukhari-Muslim).

v Segera Berobat Bila Sakit
Berobat adalah usaha untuk membasmi penyebab satu penyakit dengan tujuan agar badan sehat kembali. Juga untuk mencegah agar penyakit yang dideritanya itu tidak menular kepada orang lain; apabila penyakitnya itu tergolong penyakit menular. Setiap jenis penyakit pasti ada obatnya, kecuali penyakit pikun.
Sabda Rasulullah. Saw. "Berobalah kamu sekalian (bila sakit), karena sesungguhnya Allah Ta'ala tidak mendatangkan suatu penyakit keculi mendatangkan pula obatnya, kecuali satu penyakit yaitu penyakit tua." (HR. Tirmidzi).
Pada zaman Rasulullah, dunia kedokteran belum berkembang seperti sekarang ini. Saat itu, ada 3 macam pengobatan yang sering digunakan, sebagaimana sabda beliau dalam hadits yang diriwayatkan oleh Said bin Zubair dari Ibnu Abbas:
"Pengobatan itu ada tiga macam, yaitu minum madu, pembedahan dengan pisau bedah (hijamah), dan pemanasan dengan api, aku larang ummatku berobat dengan kai (besi panas)." (HR. Bukhari).

v Meningkatkan Daya Tahan Tubuh
Agar tidak mudah terserang penyakit, dayatahan tubuh perlu ditingkatkan, terutama bayi dan anak-anak. Mereka sangat mudah terserang penyakit. Dalam sebuah kata hikmah disebutkan bahwa mencegah kerusakan itu lebih baik daripada berbuat kebaikan (Dar-ul mafasid muqadamun 'ala jalbil mashalih).

v Berolah Raga Secara Secara Rutin
Rasulullah saw telah menganjurkan setiap muslim untuk berolah raga secara rutin sebagai upaya untuk menjaga kesehatan dan kesegaran jasmani. Sabda beliau, "Ajarilah anakmu (olah raga) berenong dan memanah. " (HR. Dailami).

v Menyesuaikan Waktu dan aktivitas
Pagi hari seorang muslim sangat dianjurkan untuk segera mungkin memulai aktivitas. Sabda Rasulullah,
"Keberkahan ummatku ada pada kediniannya (memulai aktivitas)."
Udara segar dan suasana yang tak bising merupakan makanan utama jantung.
Menjelang dzuhur (tengah hari) Rasul biasa melakukan qailulah (tidur siang sejenak). Belakangan terbukti bahwa tidur siang sejenak mengembalikan vitalitas dan gairah kerja. Sementara Rasul bersabda bahwa tidur sore makruh bahkan membuat mereka yang melakukan dapat terkena penyakit hilang ingatan.
Malam hari digunakan Rasulullah Saw untuk melakukan qiyamulail. Aktivitas shalat pada sepertiga malam terakhir itu selain membawa kesegaran ruhani, juga meriangkan. Rasul membolehkan seorang muslim yang malamnya qiyamulail untuk tidur sejenak setelah subuh. Sedang yang tidak qiyam, makruh hukumnya.
Ritme waktu yang Rasulullah ajarkan pada kita seperti terpapar di atas amat menyehatkan dan sesuai dengan tuntutan jasad manusia.

v Melaksanakan Ibadah
Shalat merupakan wahana rekreasi yang amat menyehatkan. Ritual haji, semisal sai -berlari-lari kecil- antara Safa dan Marwa, wukuf di Arafah atau tawaf amat diwarnai aktivitas fisik dan psikis yang menyehatkan. Dan begitulah, seluruh dimensi ibadah selain menyegarkan ruh juga menyehatkan jasad.

v Menjaga kebersihan hati
Sebagai ajaran yang universal dan integral, Islam tidak memisahkan antara sehat jasmani dan sehat rohani. Sehat jasmani hanyalah cermin dari sehat rohani. Tak akan tercapai sehat jasmani manakala rohani sakit. Jiwa yang sehat akan menghidupkan seluruh jasad, dan hati yang mati akan merusak raga. Rasulullah Saw bersabda:
"Ingatlah, dalam tubuh ini terdapat segumpal darah, apabila ia baik maka baiklah se(uruh badan, don apabila ia rusak maka rusaklah se(uruh badan. Ingatlah, bahwa ia itu adalah hati. " (HR. Bukhari-Muslim).
Oleh karena itu menjaga kebersihan hati adalah hal yang harus dilakukan untuk menyehatkan fisik. Jauhilah penyakit hati semisal hasad (dengki, iri hati), hirsh (serakah, tamak, loba), kibir (sombong, congkak, takabur), kadzdzab (dusta, bohong) su'udzhan (prasangka buruk), riya dan dendam.
Hati yang bersih akan melahirkan keikhlasan dan kesabaran yang tinggi. Sehingga, seorang mumin akan terbebas dari rasa takut mati, takut miskin, dan takut terkena musibah sehingga pikiran tenang tidur pun nyenyak.

Sabtu, 19 Desember 2009

Burung Perkutut

Burung Perkutut

Harga yang lokal mencapai Rp 10.000,00 per ekor. Yang impor, bisa Rp 400.000,00. Malah, yang sudah menang lomba, bisa mencapai Rp 87 juta per ekornya. Lalu, berapa besar peluang yang ditawarkan bisnis ini?.
Sebagai burung lomba, perkutut memang masih berada di peringkat atas, karena memiliki suara alam yang khas. Dari berbagai kalangan, hampir semua sependapat bahwa bisnis perkutut mempunyai peluang tinggi. Ini ditunjang oleh banyaknya lomba yang semakin ramai, bahkan cenderung meningkat. Melihat penggemarnya semakin banyak, ini amat meyakinkan bahwa prospek pemasarannya akan terus membaik.
Hal ini benar-benar dirasakan peternak perkutut sejak lima tahun terakhir, karena banyaknya hobiis burung yang mengalihkan perhatiannya pada perkutut. Inilah yang mengakibatkan Didi Sutandi, pedagang burung dari Jakarta berniat terjun sebagai peternak perkutut.

v Impor lebih diminati
Perkutut impor terbukti lebih diminati hobiis maupun peternak. Hal ini beralasan, karena burung impor mempunyai bentuk fisik yang baik, badan tegap, bulu rapi serta halus. Kelebihan lainnya adalah suara. Umumnya pada umur 2 bulan suara perkutut Bangkok sudah merdu, sementara yang lokal baru enak suaranya di usia 7-8 tahun. Maka jangan heran kalau setiap kali tanding, juara ada di pihak perkutut impor. Kendati demikian, perkutut lokal tidak juga sepi penggemar. "Asal paruhnya lurus panjang, lehernya juga panjang, berbadan ramping, serta lubang hidungnya berbentuk leter S. Perkutut macam ini masih tergolong unggul diantara mitra tandingnya," tutur Didi Sutandi.
Harga perkutut impor, yang biasa didatangkan dari Bangkok dan Singapura, memang jauh lebih mahal dibanding perkutut lokal. Umur 2 bulan harganya bisa mencapai Rp 400.000,00/ekor, bahkan Rp 1,5 juta/ekor yang sudah bakalan. Sedangkan harga perkutut lokal yang masih muda maupun dewasa antar Rp 3.000,00-Rp 10.000,00/ ekor. Lebih hebat lagi perkutut Bangkok yang sudah berumur satu tahun, harganya akan sampai Rp 15.000.000,00/ekor. Apalagi bila sudah menggondol juara, harganya bisa mencapai Rp 87 juta/ekor. Itu pun masih sulit di-peroleh. "Karena kalau orang sudah 'gila' perlutut, ditawar harga tinggi pun tidak akan dijual," kilah Didi Sutandi.

v Tetap diminati
Harga perkutut yang tergolong tinggi, tidak membuat surut penggemarnya. Hal ini dirasakan oleh Rhosid, pedagang di Pasar Karimata, Semarang. Menurutnya, sekalipun perkutut yang dijual harganya sampai Rp 50.000,00 per ekor yang umur 1-2 bulan, di Semarang saja penjualan bisa mencapai 15 ekor/minggu. Belum lagi yang ia jual di Pur-wokerto, jumlahnya rata-rata 20 ekor setiap dua minggu. Malah pada bulan April dan Mei bisa lebih laris lagi karena saat itu burung da-lam keadaan sehat, kuat, dan gemar berkicau. Menurut pedagang yang biasa mendatangkan perkutut dari importir ini, dibandingkan dengan Cucakrawa yang harganya juga tinggi, perkutut masih kalah. "Tapi saya yakin kalau di masa mendatang, perkutut akan menyamainya bahkan dapat melebihi," ungkap Rhosid.
Lebih besar lagi volume yang dijual Didi Sutandi, pedagang perkutut impor dan lo-kal. Perkutut Bangkok (berumur 2 bulan) seharga Rp 30.000,00/ekor, setiap bulan Didi mampu memasarkan 500 ekor, sedangkan perkutut lokal asal Lampung yang berharga Rp 3.000,00 per ekor bisa 1.000 ekor. Rata-rata setiap minggu Didi minta dikirim 300-400 ekor perkutut a,sal Lampung.

v Bisa untung Rp 3.000.000,00 per bulan
Selain peluang pasar yang tinggi, keuntungan yang didapat pedagang pun tidaklah kecil. Menurut perhitungan Rhosid, dari 100 ekor perkutut Bangkok berusia 2 atau 3 bulan yang dibelinya dengan harga Rp 20.000,00/ekor, ia dapat menjual dengan harga antara Rp 30.000,00 - Rp 50.000,00 per ekornya. Bahkan kalau kondisinya prima, dan suaranya baik, dapat dijual sampai Rp 150.000,00/ekor. Jika yang diambil se-harga Rp 50.000,00/ekor saja, maka dalam sebulannya Rhosid mampu memperoleh keuntungan sebesar Rp 3.000.000,00.
Karena keuntungan yang diperoleh cukup tinggi siapa yang tidak tertarik untuk menternakkannya sendiri, sehingga impor perkutut dapat dihentikan.