v Eksperimen hippies
Sayang, kalau dimakan terlalu banyak, myristicin bersama elemicin (yang juga terkandung dalam daging buah manisan itu) membuat orang berhalusinasi. Mula-mula melamun seperti berkhayal, lalu mendengar dan melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Wuih, seram juga! Orang lain melihatnya sebagai orang mabuk saja, setengah ngantuk setengah melek. Konon, waktu. mengantuk seperti melihat sesuatu (yang tidak ada), tapi waktu melek tidak. Sifat membius ini pernah disalahgunakan oleh beberapa hippies yang melanda Amerika tahun 1950 - 1960. Kalau kebetulan sukar mencari narkotik LSD (Lysergic dietilamida), mereka memakai serbuk biji pala dalam minumannya, sebagai penggantinya. Ternyata myristicin dan elemicin dalam biji pala itu. diubah dalam tubuh menjadi senyawa yang struktur molekulnya mirip meskalina dan amfetamina. Kedua zat ini dapat membentuk struktur baru yang mirip LSD.
Akan tetapi karena bersifat karminatif (memaksa mengeluarkan gas angin dari "pintu belakang"), serbuk pala jadi pengacau. Mau fly kok perutnya bergolak. Akhirnya pala tidak dipakai lagi sebagai drug.
v So laku!
Mengapa manisan pala hanya dibuat di Jawa Barat? Riwayatnya dimulai dari jaman Belanda sesudah VOC (kompeni) bangkrut, dan monopoli pala dihapus. Setiap orang sejak itu boleh menanam pala, dan kebun pala yang dibangun kecil-kecilan oleh orang Betawi di Kebon Pala, dekat Kebon Kacong dan Kebon Melati di "bilangan" Tanah Abang. Kebun ini kemudian meluas ke Kampung Melayu dan Cililitan. Sampai sekarang Jakarta mempunyai tiga macam "Kebun Pala". Kebun-kebun ini akhirnya meluas ke daerah Bogor. Semula memang tidak diambil buahnya untuk manisan, tapi bijinya. Ini dijual sehagai penyedap masakan Arab, India atau Cina di kota "internasional" Betawi tempo "doeloe".
Tapi karena buah yang sudah diambil bijinya itu menghasilkan limbah daging buah yang melimpah, maka sayang kalau itu dibuang begitu saja. Limbah itu diolah menjadi sumber duit. Pala asin sebagai lauk bersama sambal. Pala golak sebagai kudapan, dan pala manis sebagai pencuci mulut. Perajinnya kebanyakan orang asnawi (asli Cina Betawi), tpi makin lama juga makin banyak penduduk asli dari Bogor yang ikut merajini buah pala.
Ternyata manisan pala dari buah yang belum pecah lebih enak daripada yang sudah meledak. Hasil olahan buah muda ini bisa laku keras. Mengapa harus menunggu memetik buah sampai tua?
Minggu, 29 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar