Si Wati yang Membuat Mabuk Kepayang
Sosoknya boleh dikatakan cantik, dan pengaruhnya besar terhadap usaha perdamaian antara dua pihak yang sedang bertikai. Mau berkenalan dengan wati?
Untuk itu kita harus pergi ke Merauke di propinsi paling timur dari Republik kita. Bagi masyarakat setempat, wati mempunyai arti tersendiri yang sangat bernilai dalam adat istiadat mereka.
Pada perkenalan awal dulu, wati hanya disediakan khusus bagi para tetua kampung, tokoh adat, anggota masyarakat yang status sosial ekonominya tinggi, serta para tamu kehormatan. Rakyat jelata tidak pernah bisa menikmati wati
Saking pentingnya wati ini, sampai ia dipakai untuk mendamaikan perselisihan antaranggota suku. Pihak-pihak yang bertikai diajak berekonsiliasi lokal oleh kepala suku dan tetua adat. Itu dilakukan dalam suatu upacara yang dimarakkan dengan wati.
v Cerita Wati yang sebanarnya
Wati bukan gadis penghibur yang bisa menenangkan orang berang, tetapi sejenis tanaman sirih-sirihan Piper methysticum dari suku Piperaceae. Sosoknya agak berbeda dengan sirih, karena daunnya lebih lebar daripada daun sirih. Ia juga bukan tanaman menjalar, tetapi tumbuh tegak dengan batang yang hijau agak berkayu. Penampilan daunnya yang hijau muda berseri-seri membuat tanaman itu menarik untuk diboyong ke pekarangan rumah sebagai penghias taman.
Pada rapat perdamaian antaranggota suku itu selalu dihidangkan minuman persahabatan yang diramu dari batang wati. Pembuatannya dilakukan dengan mengunyah batang itu sampai menjadi serabut halus. Hasil kunyahan berikut air liur sang pengunyah diwadahi dalam suatu tempat, lalu dilarutkan dengan air dingin. Setelah dibiarkan beberapa saat, semuanya disaring, dan air saringannya siap dihidangkan sebagai sari wati.
Di Merauke, yang ditunjuk sebagai pengunyah itu selalu seorang pemuda. Setelah dicapai mufakat dalam rapat adat rekonsiliasi, diselenggarakanlah pesta minum-minum sebagai penutup acara. Minum sari wati memang bisa membuat orang tenang, tidak tegang seperti sebelum perundingan. Tetapi jumlah yang diminum oleh setiap hadirin pada pertemuan adat itu selalu cukup banyak, sampai membuat mereka mabuk. Sesudah itu mereka tertidur karena terbius, sampai seharian suntuk. Bahkan teler mereka bisa sampai dua hari, kemudian lupa akan perselisihan yang ada.
v Biang keladinya
Batang wati mengandung metistisin dan dihidrometistisin yang ditemukan oleh Borsche dan Lewinsohn pada tahun 1933. Kedua zat itu bersifat sedatif, menenangkan mental, dan membuat otot jadi rileks, sampai orang bisa tidur nyenyak.
Tetapi wati juga mengandung kavain dan dihidrokavain, yang membuat orang mabuk. Dari uji farmakologis selama beberapa tahun, kedua senyawaan itu nyata-nyata menjadi biang keladi efek narkotik yang memabukkan, walaupun kurang begitu kuat dibandlngkan dengan narkotik yang dikandung dalam ganja.
Di Indonesia, sampai sekarang baru penduduk asli di Merauke yang memakai tanaman itu secara turun-temurun. Padahal di negara-negara kepulauan lainnya di Lautan Pasifik, seperti Fiji, Vanuatu, Tonga, Solomon, dan Samoa, tanaman itu sangat populer di kalangan masyarakat jelata. Sari yang diperoleh dari akarnya dikunyah secara tradisional oleh para wanita muda. Tetapi pada zaman modern kemudian, sari akar itu diolah secara komersial dalam pabrik menjadi minuman yang beredar sebagai kava, sesuai dengan nama tanaman itu dalam bahasa mereka: kava-kava.
Di Eropa, minuman itu diedarkan sebagai intoxicating dring (dari drug dan drink). Untuk memasok bahan baku ke Jerman, tanaman itu dibudidayakan secara luas di Vanuatu, sampai berpuluh-puluh hektar, sebagai salah satu komoditas. ekspor, di samping merica dan vanili. Tetapi di Tonga, kava-kava dibudidayakan sebagai tanaman tumpang sari di kebun kelapa.
v Tak ada akibat sampingan
Melalui 28 uji klinis dengan 2.120 orang pasien selama 17 tahun (1975 - 1992) di Jerman diketahui bahwa wati dapat dipakai sebagai penangkal stres dan kegelisahan yang aman. Stres merupakan kondisi kejiwaan yang akhir-akhir ini makin banyak melanda masyarakat modern. Yang dilanda bisa setiap orang tanpa mengenal status sosial-ekonominya dalam masyarakat. Kalau berkepanjangan, bisa menyebabkan penyakit tekanan darah tinggi, insomnia (susah tidur), dan jantung koroner.
Tak mengherankan bahwa temuan wati di atas, yang dimuat dalam Majalah Phyto-medicine tahun 1997, mendorong orang memanfaatkannya sebagai pencegah stres. Kemungkinan timbul efek sampingan dari wati terbilang sangat rendah, yaitu 3%.
Dalam beberapa tahun belakangan ini dapat dijumpai produk fitofarmaka anti stres yang diolah dari wati. Obat mudah diperoleh di apotek-apotek Jakarta. Salah satunya ialah produk dari pabrik farmasi Australia berbentuk kapsul dengan kemasan yang menggambarkan seorang pria sedang tidur nyenyak.
Minggu, 29 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar