Seni bagi Anak
Sebenarnya semua seni cocok diajarkan kepada anak-anak, khususnya seni lukis, seni peran, dan seni suara. Dengan melukis, anak-anak dapat belajar banyak hal. Bahkan, melukis juga merupakan bagian dari terapi. Karena dapat mengekspresikan imajinasinya melalui lukisan, anak memperoleh kepercayaan diri, eksistensi diri, dan keberanian mengung kapkan sesuatu.
Setiap anak sebenarnya mampu menggambar sebagai ungkapan ekspresinya. Lebih lanjut, apakah anak memiliki bakat melukis atau tidak dapat dilihat dari karakter garis, atau sudut pandang ia melukis. Aru menyayangkan bahwa bakat anak sering terhambat karena keterbatasan apresiasi guru atau orang tua terhadap seni. Misalnya, gambar gunung harus seragam, warna daun harus hijau dan lain-lain. Orang banyak terpaku pada bentuk, bukan karakter. 'Lukisan Affandi itu bagus karena garisnya yang hidup meskipun garisnya mencong-mencong," tutur Aru yang juga aktif di Teater Islam KANVAS. Allah sendiri telah menciptakan makhluk dengan nilai seni yang amat tinggi sehingga Al-Qur’an mengatan khusus terhadap manusia dengan nilai plus.
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS. At-Tiin: 4).
Belum lagi makhluk yang lain, pepohonan berwarna-warni yang menghijau. Gunung-gunung yang tampak indah, berbagai fauna yang menghampar di lautan dan bintang-bintang yang gemerlapan di langit menambah keindahan semesta.
Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya. (QS. Az-Zumar: 21).
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya (QS. Al-Kahfi: 7).
Orang tua juga dapat mengajak anak bermain peran, misalnya dengan memulainya melalui dongeng. Menurut Aru, tidak ada anak yang tidak suka dengan dongeng. Melalui dongeng orang tua dapat mengajarkan beberapa dialog dan karakter. Ajaklah anak untuk bisa memainkan karakter tokoh yang ada dalam cerita. Dengan bermain peran, diharapkan anak mudah beradaptasi dengan berbagai keadaan dan memiliki empati yang besar terhadap orang lain.
Seni suara juga dapat diajarkan sehari-hari dengan menikmati lantunan tilawah al-Qur'an, lagu-lagu yang baik, dan puisi. Nilai-nilai kebaikan dapat diajarkan dan dapat dipakai untuk mengapresiasi seni puisi karena keindahan bahasanya." Tutur Aru.
v Tak Harus Jadi Seniman
Menurut Aru, banyak orang tua yang takut saat anak mereka senang dengan seni. Ketakutan itu terjadi karena anak sudah diramalkan akan menjadi seorang seniman. Sementara menjadi seorang seniman dianggap tidak bisa mendatangkan banyak uang. Padahal, senang dengan seni tidak berarti harus menjadi seniman yang nyentrik. Pandangan tersebut tidak bisa dipisahkan dengan konsep seni Barat yang memiliki perbedaan kontras dengan konsep Islam. Berdasarkan konsep Islam seni adalah bagian dari kehidupan. Sementara, seni konsep Barat adalah seni untuk seni.
Seharusnya seni tidak terbatas pada pertunjukan di panggung, ruang pameran, bioskop, dan tempat khusus lainnya, tapi seni ada dalam segala aspek kehidupan. Sehingga, bila para seniman di Barat perlu melakukan penantangan aliran atau meniadakan orang lain agar diakui eksistensi mereka. Maka, seni dalam Islam justru bisa memadukan berbagai unsur budaya, contohnya budaya Helenisme yang memadukan budaya Yunani dengan budaya Timur.
Seni dalam Islam juga bukan hanya bicara 1 -7 masalah estetika, tapi bicara soal nilai-nilai kehidupan. Dalam pengertian itu, gambar porno tidak bernilai seni karena berbenturan dengan nilai Islam. Seni dalam Islam tidak boleh bertentangan dengan keimanan dan ketauhidan. Bahkan, seni adalah bunga dari keimanan. Hal itu dapat dilihat dari al-Qur'an. Dari ungkapan makna, bacaan, dan isinya al-Qur'an mengekspresikan keindahan. Aru mengkategorikan al-Qur'an sebagai perangkat seni yang sering diabaikan oleh umatnya.
Mengajarkan anak sejak dini dengan seni akan berpengaruh positif pada peningkatan kreativitas anak. Anak akan mampu membentangkan alam pikiran dan perasaannya. Menjangkau masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Menantang anak menjajaki bidang-bidang baru, memikirkan hal yang belum terpikirkan sebelumnya, mengantisipasi akibat dari berbagai kejadian dengan menggunakan daya imajinasi dan firasatnya dalam memecahkan masalah.
Lebih lanjut Aru mengingatkan bahwa tokoh-tokoh besar Islam, seperti Iqbal dan Imam Syafi’i, besar dengan didikan ibu yang sangat tinggi apresiasinya pada seni. Mungkin saja, berbekal kreativitas yang tinggi, tanpa sekolah formal pun seorang anak mampu bertahan sukses di tengah masyarakat. Untuk mewujudkannya, sudahkah kita sebagai orang tua memiliki sense dalam menjalani hidup?
Di dalam Al-Qur’an begitu banyak mengandung ajaran kehidupan dan suri teladan yang bernilai seni sangat tinggi sehingga para ulama tidak menyia-nyiakan kesempatan besar seperti ini. Kita dapat melihat sendiri berbagai hasil karya seni mereka yang tersebar dalam berbagai negeri, baik mengenai arsitektur bangunan, kaligrafi, ornamen, seni suara bahkan seni dalam bersyair ataupun tulisan yang berbentuk kisah, novel, roman, dan berbagai disiplin ilmu yang lain. Mereka selalu menyisipkan bahkan banyak yang pula yang khusus menciptakan dan menggubah berbagai kesenian berbentuk prosa maupun puisi yang dapat menggiring para pembaca berakhlak mulia. Tidak dapat disangkal lagi, yang menyebabkan kaum Muslimin sepanjang abad pertengahan memegang tampuk kendali kesusasteraan, tidak lain karena pengaruh keindahan Al-Qur’anul Karim. Karena Al-Qur’an lah yang menyebabkan Umar Kayyam, Muhyiddin Ibnul Arabi, Al-Jahid, Ibnu Qutaibah, Ibnu Abdi Rabbih, Abu Ala Al-Ma’ari dan lain-lain namanya begitu harum sebagai sastrawan-sastrawan yang dikagumi Timur dan Barat. Bahkan Jurji Zaidan, seorang Arab Kristen yang merupakan sastrawan besar sepanjang abad ke-18 mengakui dengan terus terang yang menyebabkan ia menjadi sastrawan terkenal adalah karena pengaruh Al-Qur’anul Karim.
Semenrara itu Prof. Dr. Ernest Barker, mahaguru ilmu politik pada Cambridge University menerangkan bahwa ada dua macam mukjizat Al-Qur’an yang mempengaruhi sastrawan-sastrawan Muslim sehingga mereka dapat menduduki tempat terhormat dalam Panggung Sastrawan Dunia. Pertama karena keindahan puisi Al-Qur’an itu sendiri sehingga bisa membangkitkan gairah kaum Muslimin untuk menjadi penyair ternama. Kedua karena keindahan cerita-cerita yang ada didalamnya sehingga mempengaruhi para novelis Muslim untuk menciptakan berbagai novel yang indah-indah.
Bila Al-Qur’an menerangkan keindahan negeri Saba;’ misalnya, dengan istana yang molek dan permai serta taman-taman bunganya yang semerbak, maka akan menimbulkan inspirasi penulis-penulis roman untuk menceritakan kemegahan dan keagungan istana-istana Khalifah. Bila Allah menceritakan kisah cinta yang membara dari Zulaikha’ kepada Nabi Yusuf, maka akan menggerakkan hati penulis Muslim untuk menulis roman asmara dalam koridor aturan syari’at namun tetap mengandung daya tarik yang begitu hebat. Sebagaimana halnya Yusuf bin Ismail yang telah dapat menyelesaikan buku novelnya yang berjudul Antarah. Demikian pula bila Allah menerangkan tentang penderitaan Nabi Ayyub, maka akan membangkitkan para penulis Muslim untuk melukiskan betapa orang papa itu hatinya akan begitu sensitif dan sangat menderita dalam mengarungi kehidupan dunia ini.
Tahukah Anda, karena apa hasil usaha sastrawan-sastrawan Muslim sampai begitu hebatnya?. Ini adalah karena kekayaan seni mereka dipengaruhi oleh keindahan-keindahan Al-Qur’an. Sebagai contoh telah banyak sekali buku-buku sastra hasil karya kaum Muslimin yang tidak bisa kita ketahui siapa pengarangnya, karena para pengarang Muslim pada zaman dulu semata-mata hanya dipengaruhi oleh keindahan dan gairah, bukan untuk mencari nama dan kekayaan. Sehingga hasil karya mereka yang bernilai seni begitu tinggi sering kali tidak disertai pencantuman nama pengarangnya. Hal ini dapat kita ketahui pada novel-novel Al-Barq, Bakar wa Taghlib, Asy-Syiban, Ahmad wal Wadahah, Abit Tahiyyah, Rahimah wa Karnafal, Ruqayya wa Khadijah, Sakinah wa Rahab, Hindun dan berpuluh-puluh sastra lainnya yang tidak diketahui siapa pengarangnya. Buku-buku tersebut telah lama menggoncangkan Eropa. Penulis buku Romeo dan Yuliet yang amat terkenal itu, sebenarnya hanya menterjemahkan buku Sakinah wa Rahab, hanya saja dibumbui gaya Eropa dan ditukar pasang di sana sini. Sedangkan Alexander Dumas yang terkenal telah menulis roman Magdalena, tidak lain hanya petikan dari buku Ahmad wal Wahadah. Setelah buku itu diterjemahkan kembali kedalam bahasa Arab oleh Lufti Al-Manfaluthi dengan judul Majdulin, barulah tersingkap dengan jelas, bahwa Alexander Dumas hanya menterjemahkan buku Ahmad wal Wahadah ke dalam bahasa Perancis dari bahasa Itali. Bukan itu saja, buku itu telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Magdalena di Bawah Pohon Tilia, yang kini sudah amat sulit dicari. Di tahun 80-an saya pernah membacanya. Rasanya tiada roman seindah buku itu yang sampai kini masih terkenang. Ketika membacanya seakan kaki tidak berpijak di bumi. Yang saya ingat, di antara tokoh-tokoh fiksinya adalah Magdalena, Stephan dan Edward dan lain-lain. Sungguh kenangan yang tak terlupakan. Bagi saya buku itu lebih indah daripada roman Salah Asuhan, atau di Bawah Lindungan Ka’bah. Atau Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk. Subhanallah!.
Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Qur'an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Qur'an dan kenabian Muhammad Saw) (QS. Al-Maidah: 83).
Selasa, 24 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar