Remaja Mulai Membantah
Masa remaja merupakan masa penuh badai, karena pada saat ini berbagai masalah menghampiri para remaja. Mulai dari fase pubertas yang cukup membingungkan, hingga masalah eksistensi diri. Menurut Nailatin Fauziyah, S Psi, M Psi psikolog dari IAIN Sunan Ampel Surabaya, masa remaja merupakan masa yang rumit. Karena pada saat ini, mereka lepas dari kategori anak-anak, namun belum matang untuk masuk kategori dewasa.
Terkadang masalah-masalah yang mereka hadapi tersebut kurang dipahami dan direspon secara positif oleh lingkungan-nya, termasuk orang tua di dalanya. Misalnya mengenai eksistensi diri, mara ABG (anak baru gede) ini biasanya masih dianggap anak-anak. Sehingga mereka keberatan dan melakukan penolakan terha-dap pelabelan anak tersebut.
Menurut psikolog yang biasa disapa Nela ini, penolakan biasanya dilakukan dengan cara membantah atau tidak menang-gapi obrolan orang dewasa dengan baik, alias cuek. Bantahan yang dilakukan oleh para remaja ini, dilakukan untuk menunjuk-kan eksistensi mereka. Karena mereka mulai ingin dihargai dan diperhatikan.
Menurut Nela, untuk rneng-hadapi remaja yang suka membantah ini harus disikapi dengan bijaksana. Karena pada masa transisi ini, remaja harus lebih banyak dimengerti. Orang tua harus memahami kondisi tersebut, agar anak tidak merasa diabaikan dan tidak dianggap.
Langkah awal yang harus dilakukan adalah melakukan ko-munikasi yang baik pada mereka. Pada komunikasi ini, pilihan kata dan kalimat sangat menentukan efektifitas komunikasi. Meng-hindari kalimat yang berbau judgment harus dihindari. "Kok tidak belajar, kamu malas sekali!"
kalimat tersebut harus dihindari, karena itu sama saja dengan menerapkan kesan bahwa mereka memang pemalas. Sehingga bukannya semakin giat belajar, sebaliknya mereka menjadi benar-benar pemalas.
Begitu juga saat menegur para remaja yang terlalu sibuk dengan aktivitas sms dan telepon dengan mengguankan hp, jangan sampai membuat mereka teradili. Tetapi bagaimana menyadarkan mereka dengan segala tanggung jawab yang diemban. Misalnya dengan bertanya bagaimana tangung jawab belajarnya menanyakan pekerjaan rumahnya dan seb-againya. "PR nya sudah diker-jakan? Telponnya kan bisa nanti lagi". Dengan begitu si dia bisa tetap dikontrol namun tanpa me-nyinggung dan tidak menggurui.
Selain itu orang tua juga harus lebih care terhadap permasalahan para remaja. Seperti memahami keinginan mereka yang ingin men-coba hal baru. Serta lebih peka terhadap kebutuhan mereka. Misalnya kebutuhan untuk mengenai teknologi baru dan lainya.
Bentuk care juga bisa dilakukan dengan cara mengajak mereka sharing terhadap masalah keluarga maupun permasalahan anak yang sedang dihadapi. Sehingga mereka merasa dihargai dan keberadaanya diakui sebagai seseorang yang mampu untuk diajak diskusi. "Mereka paling senangjika keberadaanya diakui," terang Nela.
Selain itu pendekatan spiritual juga harus dilakukan. Diberi-kan pemahaman kepada para remaja, bahwa dia bisa berbagai dengan Allah. Di bisa melibatkan Allah dal segalam masalah yang dihadapi. Seperti ketik sedang bingung, resah maupun sedang bersedih, mereka bisa melibatkan tuhan untuk keuar dari setiap masalah yang menghadang.
Selain membuat anak lebih dekat denagn Tuhan dan agaman-ya, pendekatan ini juga mampu membuat anak untuk lebih religius. Dan menjadikan agama sebagai pegangan, sehingga mereka tidak terjerumus atau mencari sandaran lain yang belum tentu tepat. Dan ketika ada teman atau pihak lain yang mencoba mengarahkan pada halnegatif, mereka mampu menghalau dengan sendirinya.
Pendekatan spiritual juga mampu membuat remaja lebih terlihat tegar dan dia mengetahui kepada siapa hendak katarsis. Dengan begitu kekhawatiran mereka melukan hal negatif menjadi terminimalisir. ® 02-tnah
Sabtu, 28 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar