Instant ragi
Nenek moyang pulau Jawa kita sebetulnya juga sudah lama mengetahui dan memperdalam tehnologinya tentang ragi Saccharomyces ini. Entah siapa yang meneliti pertamakalinya dulu, tapi tahu-tahu sudah menjadi applied technology yang diterapkan di mana-mana, bahwa campuran Saccharomyces vordermannii, S. cerevisiae dan S. oryzae yang terkandung dalam air tebu dapat dijinakkan, digiring dan ditahan sebagai “instant ragi" dalam bulatan tepung beras seperti parem, yang sewaktu-waktu bila diperlukan dapat diremas lagi, kemudian ditabur-taburkan di atas bahan apa saja yang mau dibadekkan, singkong rebus (peuyeum), ketan item (tape uli) dan sebagainya. Tapi pembuatan “biakan murni" (ragi) Saccharomyces ala rakyat ini juga memerlukan persiapan microbiology tertentu yang harus dipatuhi benar, supaya tidak keselundapan macam-macam bakteri dan cendawan lainnya.
Resep yang masih dapat kita catat dari Primbon Pusaka Nenek Moyang ialah sebagai berikut:
Satu elo potongan batang tebu (di jaman kuno dulu memang belum ada stelsel metrik), harus dipanggang satu hari lamanya di atas asap dapur kuno yang masih pakai kayu bakar dari hutan itu, supaya kering secara pelan. Maksudnya supaya cairan tebu itu menjadi begitu buruk keadaannya, sampai semua bakteri, ragi dan cendawan terpaksa mengambil sikap, untuk menghadapi segala kemungkinan, dan berubah bentuk menjadi spora yang lebih tahan terhadap kekeringan.
Setelah dikupas dan di-potong kecil-kecil, tebu kering ini harus ditumbuk halus sampai jadi tepung, dalam lumpang yang bersih dan kering pula. Sementara itu harus kita buatkan pula substraat (tempat hidup) berupa tepung beras satu kati dan ramuan bumbu-bumbu berupa 30 siung bawang putih, 2 jari kayu manis, 2 iris laos dan beberapa buah lombok sekedarnya, yang semuanya harus digerus lumat menjadi tepung pula. Bumbu ini dimaksudkan sebagai desinfectans, yang mencegah serbuan bakteri pembusukan yang biasanya suka membusukkan tepung beras.
Tepung beras dan tepung bumbu kemudian diayak dulu. Dan hasil ayakannya yang lembut dicampur dengan tepung tebu kering tadi. Semuanya kemudian diberi air hangat, supaya dapat digelindingi menjadi bulatan pipih yang kecil. Tapi proses penggelindingan ini tidak boleh dilakukan ditempat yang ada anginnya.
„Ora ilok !" kata nenek ahli ragi kita dulu, yang lazimnya memang wegah memberi ulasan berita apa-apa. Tapi mikrobiologis, itu adalah usaha pencegahan jangan sampai benih cendawan dan bakteri lain (terutama bakteri cuka Acetobacter) dari udara ikut-ikut mengotori bulatan tepung berisi ragi yang sedang dibuat itu, sehingga ragi ini membuat asam bahan yang diragikan.
Pembuat ragi itu sendiri ha rus bebas kuman (steril) juga! Dan selain tangan dan pa kaiannya harus bersih, ia masih wajib mengemut air dalam mulutnya pula, supaya tidak akan menganga mengeluarkan abab (nafas dari mulut) berisi macam-macam kuman mulut yang bukan-bukan! Semuanya itu dikategorikan sebagai “ora ilok" kalau ketentuan ini kita langgar.
Bulatan tepung yang sudah jadi disebut ragi tape, kemudian harus cepat-cepat dikeringkan di atas tampah bersih, yang kemudian masih harus di tutup pula dengan jerami kering yang harus dijemur di sinar matahari selama 3 hari, dan diasap dengan api kecil dari dapur kuno, hasil pernbakaran ampas tebu (sepanjang malam), selama 3 malam. Dengan pengeringan dan pengasapan berganti-ganti ini, bermacam-macam bakteri dapat musnah total (seperti pemusnahan yang terjadi pada pasteurisasi saja), tapi spora-spora ragi dan cendawan tidak. Cuma loyo saja!
Maksud pengerjaan ini ialah mengawet sel-sel ragi berasal dari sari tebu tadi supaya mengumpul dalam satu kamp konsentrasi (tepung beras), dan ndekem sebagai spora yang resisten, tahan menghadapi segala kemungkinan dan ketidakmungkinan. Barulah ragi yang sudah menjadi instant ragi ini siap siaga untuk disimpan lama, asal kering dan bersih dalam kaleng tertutup.
Sewaktu-waktu kalau diperlukan, ia akan segera beraksi meragikan bahan yang kita sodorkan, untuk menghasilkan alkohol yang disebut tape, badek, peuyeum, dan lain-lain istilah yang maknanya kurang lebih begitu juga. Tapi dengan syarat, bahan harus cukup lembab, dan disekap dalam ruang angan tertutup, jangan kemasukkan udara sama sekali. Soalnya, ragi itu baru mau bekerja, kalau lingkungannya bebas oksigen. Lagi pula, alkohol yang terbentuk akan tetap tinggal berbentuk alkohol terus, kalau tetap tidak kena oksigen, sehingga tape yang kita pungut dapat tetap tinggi kadar alkoholnya.
Tatkala tempat peragian itu bocor, atau dibuka tutupnya oleh anak nakal yang kepingin ngintip, maka oksigen dari udara yang masuk akan kontan mengoksidkan sebagian dari alkohol yang terbentuk menjadi asam cuka, tape kecut namanya
Jumat, 27 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar