Simfoni alam semesta
Pengertian adanya bunyi atau musik "tersembunyi" dalam DNA, sedikit banyak akan memberi warna baru dalam memandang evolusi. Lebih dari sekadar pemindahan gen dari generasi yang satu ke generasi yang lain, evolusi barangkali bisa juga diartikan suatu proses "pewarisan" bunyi dan musik. Sebuah generasi "menciptakan musik" bagi generasi berikutnya. Mutasi genetika merupakan proses memberi variasi aransemen dan melodi, menciptakan musik baru dengan nada yang lebih kompleks dan rumit.
Memakai pengertian di mtas, survival of the fittest kita diartikan "staying in the key", atau "terus mempertahankan harmoni". Dengan demikian alam semesta adalah sebuah simfoni mahahesar yang terdiri atas berjenis-jenis instrumen yang tidak terhitung jumlahnya.
Karena beberapa struktur dan tubuh manusia dalam beherapa hal sama dengan spesies seperti protozoa dan hewan lain - semisal sama-sama memiliki reseptor kimia untuk insulin dan endorfin - kita bisa memahami diri kita berada di "bagian yang sama dalam orkestra" seperti jenis ciptaan-Nya yang lain atau memainkan instrumen yang sama."
Ketika Pythagoras mengatakan "musik alam semesta" apakah itu merupakan bentuk pemahamannya atas berbagai notasi bunyi dari semesta? Mungkinkah kandungan bunyi di dalam gen manusia itu merupakan refleksi musik semesta? Kalau demikian, apakah alam semesta merupakan sumber melodi awal yang pada akhirnya mengendap ke dalam protoplasma manusia?.Gambaran indah tentang "orkestra" yang ada di tubuh manusia barangkali bisa diambil dari ilustrasi pengarang Joachim-Ernst Berendt dalam bukunya Nada Brahma: The World is Sound. Istilah yang artinya "bersuara lewat sesuatu" dalam bahasa Latin adalah personare. Nah, dari basis konsep person ini ada pengertian bunyi "lewat nada." Bila tidak ada sesuatu yang mengeluarkan bunyi dari konsep sebuah kehidupan, seorang manusia hanya bisa disebut makhluk biologis semata. Ia bukan person, karena ia tidak hidup dengan son (sonor = suara, nada). Artinya, ia juga tidak menghidupi suara yang tak lain adalah dunianya. Padahal semestinya hidup adalah mendengarkan musik yang ada di tubuh kita sendiri. Bila mampu melakukan hal itu, kita akan mampu mendalami arti tubuh. Dengan kata lain, tubuh bukan suatu benda yang kosong tanpa suara, atau sebuah mesin mati, melainkan suatu kesatuan yang mulia, bagian dari karya Ilahi; Suara yang Agung.
Kamis, 26 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar