Kamis, 26 November 2009

Raga sebagai Simfoni alam semesta

Simfoni alam semesta
Pengertian adanya bunyi atau musik "tersembunyi" da­lam DNA, sedikit banyak akan memberi warna baru dalam memandang evolusi. Lebih dari sekadar pemindah­an gen dari generasi yang satu ke generasi yang lain, evolusi barangkali bisa juga diartikan suatu proses "pewa­risan" bunyi dan musik. Se­buah generasi "menciptakan musik" bagi generasi ber­ikutnya. Mutasi genetika me­rupakan proses memberi va­riasi aransemen dan melodi, menciptakan musik baru de­ngan nada yang lebih kom­pleks dan rumit.
Memakai pengertian di mtas, survival of the fittest kita diartikan "staying in the key", atau "terus memper­tahankan harmoni". Dengan demikian alam semesta ada­lah sebuah simfoni maha­hesar yang terdiri atas ber­jenis-jenis instrumen yang tidak terhitung jumlahnya.
Karena beberapa struktur dan tubuh manusia dalam be­herapa hal sama dengan spe­sies seperti protozoa dan he­wan lain - semisal sama-sama memiliki reseptor kimia untuk insulin dan endorfin - kita bisa memahami diri kita ber­ada di "bagian yang sama dalam orkestra" seperti jenis ciptaan-Nya yang lain atau memainkan instrumen yang sama."
Ketika Pythagoras menga­takan "musik alam semesta" apakah itu merupakan bentuk pemahamannya atas berbagai notasi bunyi dari semesta? Mungkinkah kandungan bunyi di dalam gen manusia itu me­rupakan refleksi musik semes­ta? Kalau demikian, apakah alam semesta merupakan sumber melodi awal yang pa­da akhirnya mengendap ke dalam protoplasma manusia?.Gambaran indah tentang "orkestra" yang ada di tubuh manusia barangkali bisa di­ambil dari ilustrasi pengarang Joachim-Ernst Berendt dalam bukunya Nada Brahma: The World is Sound. Istilah yang artinya "bersuara lewat se­suatu" dalam bahasa Latin adalah personare. Nah, dari basis konsep person ini ada pengertian bunyi "lewat na­da." Bila tidak ada sesuatu yang mengeluarkan bunyi dari konsep sebuah kehidup­an, seorang manusia hanya bisa disebut makhluk biologis semata. Ia bukan person, ka­rena ia tidak hidup dengan son (sonor = suara, nada). Artinya, ia juga tidak meng­hidupi suara yang tak lain adalah dunianya. Padahal semestinya hidup adalah mendengarkan musik yang ada di tubuh kita sen­diri. Bila mampu melakukan hal itu, kita akan mampu mendalami arti tubuh. De­ngan kata lain, tubuh bukan suatu benda yang kosong tanpa suara, atau sebuah mesin mati, melainkan suatu kesatuan yang mulia, bagian dari karya Ilahi; Suara yang Agung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar