Begitu saya menceritakan perasaan itu pada kelompok, saya merasa telah membuang suatu beban," perlahan Marie menguraikan pengalamannya sambil mengutarakan, dalam dirinya terbit harapan dan keyakinan bahwa perasaan enak itu akan membantu memerangi kanker di tubuhnya.
Pada pertemuan lain, kelompok itu diminta untuk membuat potret diri. Hasilnya, selain sketsa diri, Marie masih mengisi sketsa tersebut dengan lingkaranlingkarari dan panah-panah dalam berbagai warna terang.
"Nampaknya aneh. Tapi lama-lama saya mengerti, coretan itu menggambarkan sistem kekebalan tubuh saya yang sedang lemah sekaligus ketakutan saya terhadap kegagalan fungsinya. Namun pengaruh ketakutan itu berkurang begitu saya mengungkapkannya. Saya pun lebih bebas untuk berharap dan berupaya untuk sembuh."
Kurang dari tiga bulan setelah menyelesaikan kursus tersebut, Marie diberi tahu kanker di tubuhnya telah menyebar hingga ke hati. Ia memutuskan untuk melanjutkan terapi seni, tetapi secara individual.
"Pada sesi pertama saya mencoba berbagai warna dengan kapur warna. Tiba-tiba saja saya tergerak menggambar sebentuk tetesan air mata, sedangkan di dalamnya tertuang bentuk-bentuk lain yang lebih kecil dengan warna gelap. Saya tidak tahu gambar apa itu, sebelum saya berhenti dan mengamatinya. Ternyata, itu gambar hati saya dengan noktah-noktah gelap sebagai tumornya."
Marie mengaku, selain membantunya bisa menerima keadaan, terapi seni juga mendorong lahirnya rasa optimistis bahwa ia akan pulih. "Saya kira terapi seni adalah mempertahankan perasaan yang positif serta menyingkirkan berbagai pikiran buruk. Dalam terapi ini kami belajar menghadapi masalah-masalah berat dengan cara yang santai," papar Marie sambil mengaku merasa mendapat manfaat sangat besar dari terapi seni.
Kamis, 26 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar