Kamis, 26 November 2009

Pengaruh Terapi dengan Melukis

Be­gitu saya menceritakan pera­saan itu pada kelompok, saya merasa telah membuang suatu beban," perlahan Marie menguraikan pengalamannya sambil mengutarakan, dalam dirinya terbit harapan dan ke­yakinan bahwa perasaan enak itu akan membantu meme­rangi kanker di tubuhnya.
Pada pertemuan lain, ke­lompok itu diminta untuk membuat potret diri. Hasilnya, selain sketsa diri, Marie masih mengisi sketsa tersebut dengan lingkaran­lingkarari dan panah-panah dalam berbagai warna terang.
"Nampaknya aneh. Tapi la­ma-lama saya mengerti, coret­an itu menggambarkan sis­tem kekebalan tubuh saya yang sedang lemah sekaligus keta­kutan saya terhadap kegagal­an fungsinya. Namun penga­ruh ketakutan itu berkurang begitu saya mengungkapkan­nya. Saya pun lebih bebas untuk berharap dan berupa­ya untuk sembuh."
Kurang dari tiga bulan se­telah menyelesaikan kursus tersebut, Marie diberi tahu kanker di tubuhnya telah me­nyebar hingga ke hati. Ia memutuskan untuk melanjut­kan terapi seni, tetapi secara individual.
"Pada sesi pertama saya mencoba berbagai warna de­ngan kapur warna. Tiba-tiba saja saya tergerak menggam­bar sebentuk tetesan air mata, sedangkan di dalamnya ter­tuang bentuk-bentuk lain yang lebih kecil dengan warna ge­lap. Saya tidak tahu gambar apa itu, sebelum saya ber­henti dan mengamatinya. Ter­nyata, itu gambar hati saya dengan noktah-noktah gelap sebagai tumornya."
Marie mengaku, selain membantunya bisa menerima keadaan, terapi seni juga mendorong lahirnya rasa opti­mistis bahwa ia akan pulih. "Saya kira terapi seni adalah mempertahankan perasaan yang positif serta menying­kirkan berbagai pikiran buruk. Dalam terapi ini kami belajar menghadapi masalah-masa­lah berat dengan cara yang santai," papar Marie sambil mengaku merasa mendapat manfaat sangat besar dari terapi seni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar