v Bahan rebutan
Sudah sejak tahun 700 SM, pala dikenal orang Timur Tengah, karena dibawa oleh orang Cina yang mengambilnya dari Banda. Serbuk bijinya dipakai untuk menyedapkan masakan Timur Tengah seperti gulai dan sop buntut. Baru berabad-abad kemudian juga masakan Eropa, seperti semur, bistik, risolles, spekkoek, podeng roti. Bau masakan jadi harum, sehingga palanya disebut fragrans, ketika ada yang memberi nama Latin Myristica fragrans.
Ketika orang-orang Portugis tahu dari mana asal pala itu, mereka ingin mendapatkannya dari sumhernya langsung, tidak usah lewat pedagang Cina dan Arab lagi. Mereka menemukan hutan pala di Kepulauan Banda tahun 1511 yang bukan main luasnya. Akan tetapi sejak itu pula, penduduk Banda mulai tahu bahwa yang ingin membeli pala bukan orang Cina saja, tapi orang Portugis dan Belanda juga. Ketika mereka tidak mau menjual palanya kepada orang Belanda, karena merasa bebas mempunyai hak asasi berdagang dengan siapa saja, diserbulah penduduk kepulauan itu. Dari jumlah sekitar 15.000 jiwa, tinggal kira-kira 1.000 orang saja yang selamat mengatasi penumpasan etnik zaman itu.
Seluruh hutan dirampas untuk negara, dan kemudian dibagi-bagikan kepada para bekas sersan dan kopral .yang setia pada kompeni. Di kapling-kapling tanah bekas hutan ini mereka berkebun pala baru sebagai perkeniers (dari istilah perk, bagian kebun yang dibatasi), dan tidak boleh mengusahakan tanaman lain kecuali pala itu. Hasilnya harus disetor kepada kompeni dengan harga yang ditetapkan amat rendah, tapi tidak sampai membuat kopral (purn) pekebun itu tewas.
Sejak tahun 1870, monopoli perdagangan pala dicabut. Tidak hanya para perkeniers di Banda yang kemudian menanam pala, tapi juga orang Minahasa, Sangie-Talaud, Bangkahulu, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Di luar Indonesia, Inggris dan Prancis menanam pala di Kepulauan Karibia, tapi yang berkembang pesat sampai sekarang hanya kebun pala di Granada.
Minggu, 29 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar