Non-Muslim Mulai Melirik Bank Syari’ah
Menurut hasil riset Pasar Perbankan Syariah pada bukan Mei 2008 yang dilakukan Bank Indonesia, Bank syariah tidak lagi relevan dianggap sebagai bank berbasis agama. Kini keberadaannya lebih dianggap sebagai bagian dari sistem perekonomian nasional yang menganut bagi hasil.
Ada informasi baru. Perkembangan perbankan syariah terus menunjukkan angka yang positif. Pada Maret 2008, total terdapat 28 Unit Usaha Syariah, 117 BPR Syariah. Diperkirakan pada akhir kuartal pertama, satu lagi bank konvensional, yakni bank Harfa juga akan membuka layanan perbakan syariah. Semakin banyak bank konvensional yang membuka layanan perbankan nasional, maka semakin banyak pula minat masyarakat untuk menggunakan produk dan jasa dari perbankan syariah.
v Riset BI
Menurut Dr Mulya Siregar, Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, dari penelitan Bank Indonesia terhadap Pasar Perbankan Syariah pada bukan Mei 2008, bahwa persepsi masyarakat Indonesia pengguna jasa perbankan (baik user bank konvensional dan user bank syariah) melihat bank syariah sebagai bank yang mempunyai nilai universalitas dan tidak lagi dianggap sebagai bank yang khusus bagi umat Islam.
"Sekarang persepsi masyarakat sudah berubah, sebagian besar masyarakat mengasosiasikan bank syariah sebagai alternatif jasa keuangan yang mengedepankan sistem bagi hasil," katanya di Gedung BI Surabaya.
Ditambahkan Siregar, perbankan syariah mempunyai peranan yang signifikan terhadap pertumbuhan perekonomian nasional. Bahkan perbankan syariah menjadi bagian dari system keuangan nasional yang mempunyai landasan hukum. Hal itu dijelaskan dalam UU No. 7/1992 tentang perbankan memberikan peluang untuk membuka bank yang beroperasi dengan prinsip bagi hasil. Indonesia memasuki era dual banking system, di mana bank dengan prinsip bagi hasil dan bank konvensional secara bersama-sama mendukung pembangunan perekonomian nasional. "Berarti keberadaan perbankan syariah turut andil dalam meningkatkan mobilisasi dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan nasional," kata Siregar.
v Sosialisasi
Dari hasil riset itu pula, Siregar mengakui adanya sosialisasi yang kurang tepat dilakukan. Model pendekatan kepada calon nasabah selama ini dilakukan dengan pendekatan tentang halal dan haram atau surga dan neraka. Model pendekatan seperti itu diyakininya tidak akan berhasil. Menurut Siregar, sudah saatnya pendekatan tersebut lebih menjual nilai value dari perbankan syariah itu sendiri. Dan nasabah tergo1ong rasional market jumlahnya lebih besar," katanya.
Hal yang sama juga dikatakan Amril Arief selaku Pemimpin Bank Indonesia Surabaya. Selama ini ia menilai sosialisasi perbankan syariah kurang tepat sasaran karena selalu terfokus pada umat Islam saja. Padahal, imbuh Amril, masyarakat non-muslim juga banyak yang tertarik menggunakan jasa bank syariah karena sistem bagi hasil memberikan keuntungan yang lebih besar. "Mungkin ini adalah kendala SDM bank Syariah yang kurang memahami produk dari bank syariah itu sendiri," katanya.
Amril mengakucukup optimis target akselerasi perbankan syariah akan mencapai 5% pada akhir tahun 2008. khusus di jawa timur, pertumbuhan bank syariah hinggal April 2008 m,encapai angka 1,33%. "Meski agak berat, namun saya yakin target tersebut akan tercapai," tegasnya.
v Bidik Floating Market
Perkembangan perbankan syarih terus menigkat."Tidak hanya dalam produk tabungan, di sector pembiayaan pun kini mulai banyak dimintai masyarakat. Meningkatnya pertumbuhan tersebut jugadialami oleh Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Darmo Surabaya.
Dikatakan Ir Sugiharto, selaku Kepala BSM Cabang Darmo Surabaya, sejak dibuka pada tahun 2003, BSM cabang Darmo sudah memliki asset sebesar 485 milyar. Angka tersebut jauh meningkat disbanding tahun 2002 yang hanya rnencapai 22,5 milyard. "Kesadaran masyarakat dalam memilih transaksi secara syariah dan kaffah menjadi factor penting meningkatnya perbankan syariah," tegasnya.
Dijelaskannya, secara garis besar, nasabah perbankan syariah terbagi menjadi tiga kategori. Pertama adalah masyarakat Emotional Market atau nasabah yang melihat bank syariah sebagai bentuk transaksi Islam yang bebas riba (bunga). Kedua adalaha Rational Market atau nasabah yang melihat adanya keuntungan ekonomi dari system perbankan syariah. Ketiga adalah Floating Market atau nasabah yang memakai layanan perbankan syariah dengan melihat besaran yang akan diperoleh.
"Saat ini minat dari Floating market itu yang dominan, itu yang menjadi bidikan kami," katanya.
Produk dan jasa dari perbankan syariah yang dimintai oleh nasabah Floating market tersebut adalah layanan giro, deposito serta tabungan. Meski demikian, Sugiharto tetap otimis bahwa pertumbuhan perbankan syariah akan terus meningkat. Hal itu karena sosialisasi oleh bank Indonesia maupun dari Asbisindo (Asosiasi Perbankan Syarian Indonesia) gencar dilakukan.
"Saat ini yang menjadi kendala adalah lambannya perluasan jaringan dan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang belum banyak menguasai produk syariah," katanya.
Sebelumnya, Sugiharto yang juga menjabat sebagai ketua Asbisindo Jawa Timur ini mengamati perbedaan standarisasi produk-produk perbankan syariah yang diterapkan beberapa bank syariah. Selama ini memang ada perbedaan antara produk masing-masing bank syariah. Namun perbedaan itu bukan perbedaan prinsip, hanya perbedaan penafsiran.
"Perbedaan produk-produk itu, bukan kendala bagi perbankan syariah dalam mengambil porsi pasar yang ada. Hal ini terbukti dari peningkatan jumlah dana pihak ketiga (DPK)," pungkasnya.
Minggu, 29 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar