Metode Pengajaran Rasulullah
Mari kita simak salah satu metode pengajaran agung, untuk selanjutnya kita gunakan pula dalam membimbing anak-anak kita meretas jalan menuju hidayah dan bimbingan Allah. Disebutkan dalam suatu hadits:
Dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu: “Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah, kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu). Ketahuilah, kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan mencelakakanmu. Pena telah diangkat dan telah kering lembaran-lembaran.
(HR. Tirmidzi - hasan, shahih).
Inilah salah satu wasiat Rasulullah Saw yang mewarnai kalbu Ibnu Abbas, menghunjam dan mengakar, serta membuahkan keimanan yang mantap kepada Allah. Kita juga melihat bagaimana metode dakwah Rasulullah Saw. Pertama kali yang ditanamkan adalah tauhid, bagaimana seharusnya manusia memposisikan dirinya di hadapan Allah. Manusia seharusnya mencurahkan segala hidup dan kehidupannya untuk menghamba hanya kepada Allah. Tidaklah Rasulullah Saw mendahulukan ajaran yang lain sebelum masalah tauhid diajarkan.
Kalau manusia ingin selalu berada dalam penjagaan Allah, maka dia harus ‘menjaga’ Allah. “Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu” kalimat ini dijelaskan oleh seorang Ulama’ bernama Ibnu Daqiqiel ‘Ied: “Jadilah engkau orang yang taat kepada Tuhanmu, mengerjakan perintah-perintah-Nya, dan berhenti dari (mengerjakan) larangan-larangan-Nya.” Demikian keterangan yang kami kutip dari Syarah al-Arba’in hadiitsan an-nawawiyah.
Kita jaga batasan-batasan Allah dan tidak melampauinya. Batasan-batasan itu adalah syariat Allah, penentuan hukum halal dan haram dari Allah, yang memang hanya Allah sajalah yang berhak menetapkan hukum tersebut, sebagaimana dalam ayat: Artinya:
“Penetapan hukum hanyalah hak Allah” (QS.Yusuf: 40 )
dengan taat dan tunduk kepada undang-undang Allah, kita akan disebut hamba Allah, bukan hamba nafsu, hamba syetan atau hampa teknologi. Inilah yang dinamakan tidak melampaui batasan Allah, di mana Allah telah mencerca orang-orang yang melampaui batasan-Nya melaui sebuah firman:
Dan barangsiapa yang melampaui batasan-batasan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dhalim (QS. Al-Baqarah:229).
Imam al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya menguraikan keterangan ayat itu sebagai berikut:
Batasan itu terbagi dua, yaitu: batasan perintah agar dikerjakan dan batasan larangan agar ditinggalkan. Rasulullah Saw dalam hadits ini memberikan sinyalemen bahwa barangsiapa yang senantiasa menjaga batasan-batasan Allah itu maka dia akan senantiasa dalam penjagaan Allah, selaku Yang Paling baik baik penjagaannya
“Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwasanya Allah Pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong” (QS. Al-Anfaal:40).
Syaikh Abdirrahman bin Naashir As-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan: Allah yang memelihara hamba-hamba-Nya yang Mukmin,dan menyampaikan pada mereka (segala) kebaikan dan kemashlahatan, serta memudahkan bagi mereka manfaat-manfaat kehidupan dunia dan akhirat alam baka. Dan Allah yang menolong dan melindungi dari makar orang-orang durjana, dan permusuhan secara terang-terangan dari orang-orang yang jelek perangai dan agamanya
(Kitab Taisiril Kariimir Rahman fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan).
Makna perkataan Rasul “Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu” Syaikh Abdirrahman bin Muhammad bin Qasim al- Hanbaly an-Najdi dalam kitabnya Hasyiyah Tsalatsatil Ushul, menjelaskan makna hadits tersebut: “Jagalah batasan-batasan Allah dan perintah-perintah-Nya, niscaya Ia akan menjagamu di manapun kamu berada”.
“Jika engkau memohon, memohonlah kepada Allah, jika engkau meminta pertolongan, minta tolonglah kepada Allah” Ini adalah sebagai perwujudan pengakuan kita yang selalu kita ulang-ulang dalam shalat, yani ucapan Iyyaaka na’budu waiyyaaka nasta’iin
“Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu lkami meminta pertolongan”(QS. Al-Fatihah: 5).
Kalimat yang sering kita ulang-ulang dalam munajat kita dengan Penguasa seluruh dunia ini, akankah benar-benar membekas dan mewarnai kehidupan kita? Sudahkah kita benar-benar menjiwai makna pernyataan ini sehingga terminal keluhan dan pelarian kita yang terakhir adalah Dia Yang Berkuasa atas segala sesuatu? Demikianlah yang seharusnya. Di saat kita berada pada titik kulminasi yang menjadi limit terakhir kekuatan makhluk, yang terbukti pada posisi itu tidak mampu mengatasinya, maka hendaklah kita segera pulang ke tempat asal dan tempat kita kembali.
Sungguh indah rasanya jika teladan pengajaran dari Rasulullah Saw ini benar-benar kita tindaklanjuti sebagai upaya pembekalan bagi anak-anak kita. Mewarnai kalbu mereka yang masih putih seputih kertas tanpa ada goresan sedikitpun sebelumnya. Sehingga di saat mereka beranjak dewasa, kita akan menuai hasilnya. Siapa yang tak akan bangga melihat anak-anaknya tumbuh menjadi manusia yang tangguh, beriman dan berilmu pengetahuan yang mantap serta siap menghambakan dirinya untuk Allah semata dan siap berjuang untuk menegakkan kalimat-Nya.
"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa (QS. Al-Furqan: 74).
Rabu, 25 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar