Sabtu, 28 November 2009

Mencermati Kehidupan Anak Kembar 1

Anak Kembar

Kalau kembarnya dua, mungkin tidak terlalu. Itung-itung hanya mendapat "bonus" satu anak. Tapi kalau bonusnya sampai tiga, empat, atau lima? Tulisan menyajikan gambaran selintas bagaimana si orang tua menghadapi kelahiran, merawat, dan membesarkannya. Juga, bagaimana penderitaan wanita kembar lima yang pertama di dunia - kini usia mereka 62 tahun - asal Kanada menghadapi eksploitasi kekembaran mereka.
Senang, tapi aduh repotnya," demikian komentar Yuflihah (36), ibu lima anak, yang empat di antaranya merupakan anak kembar yang kini berusia 17 bulan. Ajeng yang satusatunya perempuan, Cantik dan berambut ikal; Arvan, berkulit agak gelap dan berambut lurus; Anggit, dan Arif, berambut sedikit ikal dan berkulit kuning. Dilahirkan melalui bedah Caesar, pada 6 April 1995 di RS 'Harapan Kita, dengan berat 1,8 kg, 1,76 kg, 1,82 kg dan 1,61 kg, cukup membuat pasangan Sugiyarto yang pilot Boeing 747'Garuda dan Yuflihah sempat grogi.
Yuflihah masih ingat ketika usia kandungannya berusia hampir 3 bulan, dokter memberitahukan bahwa perutnya dihuni 4 janin. "Saya dan Mas Sugi tentu saja kaget. Padahal saya tidak pernah menelan obat penyubur. Kami pun tidak ada turunan darah kembar dari moyang terdekat." Kandungan Yuflihah sudah sebesar kandungan satu janin usia 8. bulan, ketika usia keliamilannya masuk 4 bulan. Setiap pagi ia berusaha berjalan-jalan dan sekali-kali berdiri di bawah pohon yang rindang, sambil menghirup tidara segar. "Saya pikir, anak-anak saya harus mendapat zat asam yang cukup," kenangnya. Di samping itu sesuai petunjuk dokter ia harus makan makanan bergizi.
Ketika kandungannya mencapai 6 bulan, ia harus dirawat di rumah sakit. Berat badannya membengkak dari 56 kg menjadi 82 kg. Ia mendapat prioritas menempati kamar rumah sakit yang seharusnya untuk dua orang. "Supaya saya betah, kamar saya atur sedemikian rupa sehingga mirip suasana kamar di rumah."
Ketika usia kandungannya genap 34 minggu, bayi "dikeluarkan" "Wah, saya sudah nggak tahan lagi, perut rasanya mau pecah, seperti balon yang ditiup keras. Berbaring maupun duduk serba sulit, tidur miring juga nggak bisa," kenangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar