Selasa, 24 November 2009

Ketika Cintta Bersemi

Hunain Bin Ishaq
ama kecil Hunain bin Ishaq adalah Yuhanna bin Ishaq. Dia lahir di kota Damaskus, tahun 803 M, bertepat-an dengan wafatnya Harun Ar-Rasyid, khalifahke lima dari Dinasti Abbasiyah. Ayahnya Ishaq adalah seorang penganut Kristen yang taat. la menghendaki Yuhanna menjadi pendeta, sehingga pada usia 8 tahun dia dimasukkan pada Sekolah Biara Waqibah di ibu fcota Syria itu. Te-tapi Yuhanna melarikan diri dari biara itu setelah enam bulan berada di sana. Perbuatannya dianggap oleh sang ayah sebagai suatu hal yang memalukan sehingga ia dilarang kembali ke rumah, dan namanya di-coret dari daftar keluarga. Dalam keadaan terlunta-lunta, Yuhanna (Hunain) di-pungut oleh Wali Kota Damsyik, lalu dimasukkan ke Darul Ma'arif, yaitu suatu tempat penampungan bagi anak-anak yatim dan anak-anak terlantar yang berada dalam komplek masjid Khalid bin Walid. Di dalam komplek penampungan ini anak-anak yatim di samping memperoleh perawatan yang baik juga memperoleh pendidikan mulai tingkat dasar sampai tingkat menengah atas, yang di dalam pendidikan Islam disebutJ4/--Sj/##&. Di sini piilalah Yuhanna mulai dapat mengenal Islam secara dekat, sehingga akhir-nya ia menjadi seorang Muslim yang taat.
Pada usia 18 tahun, yakni pada tahun 821M, Yuhanna keluar dari tempat penampungan yatim piatu lalu bekerja pada sebuah toko farmasi di kota Damaskus. Sore harinya ia melanjutkan kuliah di Jamf Al-Walid pada fakultas Ushuludin.
Tiga tahun kemudian, yaitu pada tahun 824 M, ia pindah ke Kufah belajar pada Institut Parmasi dan Kimia yang dipimpin oleh Jabir bin Hayyan. Pada masa itu ilmu-ilmu parmasi (shaidaliah), kimia dan tumbuh-tumbuhan (nabati) oleh dokter-dokter Muslim dimasukkan dalam lingkungan ilmu kedokteran.
Dalam institut pimpinan Jabir tersebut terdapat pula sebuah laboratorium lengkap, tempat melakukan riset tentang obat-obatan dan kimia. Jabir merupakan bapak kimia pertama yang pernah dihasilkan oleh Dunia Ilmu Pengetahuan Islam. Beliaulah yang telah mencetuskan pe-tunjuk bagi ilmu pengetahuan modern kimia, seperti istilah evaporation (penguapan), filtration (pengeringan), sublimation (penghalusan), melting (pencairan), cristalization
(pengilatan), bahkan istilah-istilah bahasa kimia, seperti realgar, tuttta, alkali, antimony., alembic, aludel, sal-ammoniac, semua itu pada mulanya berasal dari beliau.
Seluruh alam pikiran Jabir mengenai kedokteran dan kimia, semuanya seolah-olah telah diserap oleh Yuhanna bin Ishaq. Dia merupakan murid kesayangan Jabir. Anak muda itu diangkat menjadi asistennya dan dipercayakan kepadanya memberi kuliah-kuliah serta mengadakan terapi terhadap para pasien dengan mempergunakan namanya. Bahkan Yuhanna leluasa pula melakukan riset sendiri di laboratorium. Hal ini merupakan suatu ke-sempatan yang tak pernah diberikan kepada murid-murid lainnya. Di samping itu selama berada di Kufah, Yuhanna juga mempelajari bahasa Yunani, karena berbagai ilmu kedokteran pada masa tersebut kebanyakan ditulis dalam
bahasa itu.
Pada tahun 827 M, Yuhanna menunaikan rukun Islam yang ke lima, Haji. Ketika mengadakan perjalanan ke Mina, ia mendapati seorang gadis bernama Hindun jatuh pingsan karena terlempar dari mahmal (tempat me-nun§gang Y^g diberi atap di atas onta). Sebagai seorang dokter, Yuhanna mengulurkan tangannya untuk memberi bantuan. Seusai ibadah haji, ayah Hindun mengundang Yuhanna ke rumahnya di Hunain, yaitu sebuah kampung sejauh beberapa mil sebelah timur laut kota Makkah. Undangan ini tentu saja diterima baik oleh Yuhanna.
Di Hunain dengan ditemani oleh adiknya, Hindun membawa dokter muda itu ke tempat-tempat bersejarah, seperti ke padang rumput yang pernah sebagai tempat penggembalaan domba-domba Rasulullah saw. 200 tahun sebelumnya. Ke tempat bekas rumah Halimah As-Sa'diyah seorang ibu pengasuh Rasuluilah, dan ke medan perang Hunain yang berlangsung pada tahun 8 Hijriyah.
Di bawah belaian angin gunung yang lembut maka terjalinlah tali ikatan batin antara kedua anak muda itu. Apabila Yuhanna meminta diri untuk kembali ke Kufah 6 hari kemudian, ia berjanji pada ayah Hindun bahwa diri-nya akan datang lagi ke Hunain tahun depan untuk me-ngawini gadis yang sangat dicintainya itu. Mereka pun berpisah dengan menyimpan kerinduan dalam dada masing-masing.
Tiga bulan setelah Yuhanna tiba kembali di Kufah, datanglah wabah penyakit cacar menyerang wilayah Iraq. Yuhanna dengan gurunya, Jabir harus bekerja keras mencoba menyelamatkan beribu-ribu penderita. Anak muda itu bekerja siang malam dengan tanpa mempeduli-kan kesehatannya sendiri. Akhirnya dia sendiri terserang oleh penyakit tersebut. Lebih dua bulan lamanya dia ber-baring di atas tempat tiduf. Tetapi setelah dia sembuh kembali ternyata wajahnya menjadi bopeng-bopeng, se-olah-olah bukan wajah Yuhanna yang terdahulu.
Sembilan bulan kemudian Yuhanna berangkat lagi ke Hunain dengan tujuan untuk mengawini Hindun, gadis yang menjadi tambatan hatinya selama ini. Tetapi alangkah kecewanya, kini gadis cantik itu menolak atas kehadirannya. Hal ini tidak mengherankan, sebab Yuhanna kini seolah bukan Yuhanna setahun yang lalu. Satu tahun yang lalu dia merupakan seorang pemuda yang sangat tampan dan gagah dengan hidungnya yang man-cung dan matanya yang bersinar indah bagaikan bintang
timur layaknya. Tetapi Yuhanna yang berada di hadapan-nya kini merupakan pemuda yang wajahnya penuh 60-peng karena penyakit cacar, dengan sepasang bibir yang telah rusak dan batang hidungnya yang telah cacat.
Anak muda yang malang itu kemudian meninggalkan Hunain dengan hati yang remuk redam seakan tidak mem-punyai harapan hidup cerah lagi. la datang ke Damaskus untuk menjenguk kedua orang tuanya yang masih Kristen. Kemudian menyumbangkan sebagian besar hartanya ke rumah penampungan yatim piatu Darul Ma'arif, di maiia dia pernah dirawat ketika kecil dahulu. Dari Damaskus ia balik ke Kufah untuk berpamitan pada gurunya, Jabir bin Hayyan. Kemudian ia berangkat lagi ke Akademi Ke-dokteran Yunde Sapur di Iran Selatan. Di sini dia mem-perdalam pengetahuannya mengenai penyakit kulit dan
rnata.
Untuk menjadikan kenang-kenangan bahwa kuncup-kuncup cinta yang pernah bersemi dalam hatinya pernah dipatahkan oleh seorang gadis cantik dari Hunain, maka namanya kini ditukar dengan Hunain bin Ishaq.
Di Akademi Kedokteran Yunde Sapur, Hunain juga termasuk mahasiswa yang sangat cemerlang dalam bahasa Yunani. Hal ini menyebabkan dia dapat menyerap secara langsung buku-buku kedokteran Yunani yang banyak ter-simpan di Yunde Sapur. la kembali menjadi mahasiswa kesayangan seorang guru bernama Daud bin Jirji, selaku Dekan Akademi Kedokteran Yunde Sapur ketika itu. Berkat usaha Daud bin Jirji pula kerusakan kulit wajahnya akibat cacar dahulu dapat terobati kendati tidak bisa menyeluruh, namun sudah berhasil lumayan baik. Kecerdasan otak Hunain akhirnya didengar oleh Khalifah Al-Makmun di Baghdad. Pada tahun 830 M. Khalifah memanggilnya ke ibu kota Daulat Abbasiyah itu. Di sana dia diangkat menjadi Direktur Baitut Ta'lif, yakni suatu lembaga yang menterjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan bahasa asing ke bahasa Arab. Dalam gedung itu bekerja 3.000 orang penterjemah yang menyalin dan menterjemahkan berbagai buku dari bahasa India, Yunani, Mesir kuno, Babilonia, Romawi, Cina dan Hebrew.
Buku-buku pengetahuan penting dari Yunani langsung diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Hunain sendiri. la telah menterjemahkan buku-buku Galen dalam bidang kedokteran dan filsafat sebanyak 139 buah. ^vk&Aphorisme karya Hippocrates tentang penyakit mata disalin dalam bahasa Arab sebanyak 25 jilid besar berikut penjelasannya (syctmh). Demikian pula dia menterjemahkan buku Synopsis karya Oribosius dan buku-buku seven book karya Paul Aegina. Dia juga memperbaiki buku Materta Medica karya Dioscurides yang hidup di sekitar tahun 60 M.
Buku-buku Aristoteles yang diterjemahkan Hunain ke dalam bahasa Arab ialahP&yswr, Meteorology, DeAnima., De Sensu, De Conlo, De Genemtione et Corruption dan Historia Anamelium. Hunain kemudian mengusulkan ke-pada Khalifah Al-Makmun untuk mendirikan sebuah per-pustakaan besar. Usul ini diterima dengan baik oleh Khalifah. Maka di samping Baitut Ta'lif didirikan pula gedung perpustakaan yang megah, di mana di sana tersimpan 400.000 jilid buku dari berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan. Ini merupakan suatu perpustakaan yang belum
pernah didirikan oleh daulat Islam ketika itu. Gedung itu dinamakan dengan Ba-itul Hikmah.
Kendati Hunain dapat menguasai hampir setiap cabang ilmu kedokteran, namun ia paling tertarik dengan kedokteran mata. Dan dia bukan saja sebagai penterjemah buku-buku kedokteran Yunani, namun juga mengeluarkan hasil karyanya sendiri. Masailus Syifa merupakan buku buah karyanya yang sangat terkenal dalam mengupas penyakit mata, jantung dan syaraf. Buku ini dikarang untuk para mahasiswa Kedokteran Universitas Baghdad pada tingkat permulaan. Dalam buku itu dia banyak mengkritik pen-dapat Dioscorides dalam buku Materia, Medico, yang pernah diterjemahkannya. Dalam buku Dioscorides bila mata melihat suatu sasaran, maka sasaran itulah yang memberi bentuk kepada pandangan mata. Tetapi Hunain menolak ulasan tersebut. Menurutnya bila mata melihat pada suatu sasaran, maka bayangan sasaran itu akan di-serap oleh retina, kemudian mengirimkannya melalui saraf penghubung ke otak kecil yang berada di belakang kepala. Maka otak inilah yang mengolah data yang telah dilihat oleh mata tadi. Bila otak pengolah itu rusak, maka se-seorang menjadi buta warna. Namun bila syaraf penghubung itu putus atau tidak berfungsi normal, maka mata seseorang akan menjadi buta seluruhnya. Buku Masailus Syifa ini telah diterjemahkan oleh Robert Chester menjadi Quintion on Medicine yang dijadikan literatur mahasiswa kedokteran Oxford Inggris sampai abad 18.
Selain itu Hunain juga menulis sebuah buku kedokteran mata terkenal untuk para mahasiswa tingkat akhir Universitas Baghdad. Buku itu berjudul Al-}Asyr fi Ahwalil }Ain (sepuluh macam kondisi mata) sebanyak 12 jilid besar. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Dr. EJ. Holmyard dengan judul The Ten of Eye Problem.
Salah satu buku Galen yang diterjemahkan Hunain ke daJam bahasa Arab dengan disertai komentarnya sekali, telah diterjemahkan pula ke dalam bahasa Inggris oleh Richard Russel dengan namzMissive on The Galenic Translations. Di samping itu Hunain juga menulis tentang toxicology danpharmacolo0y.
Pada tahun 833 M. Khalifah Al-Makniun wafat dengan mewasiatkan setengah juta dinar kepada Hunain. Oleh dokter muda itu, uang sebanyak itu dipergunakan untuk membangun rumah sakit mata lengkap dengan la-boratoriumnya di Baghdad. Di sana dia melakukan pe-nyelidikan mengenai berbagai macam penyakit buta dan terapinya. Pada tahun 836 M. dia menemukan lensa yang dapat membantu penglihatan bagi orang yang terjangkit trachoma, Penemuan ini kemudian diteruskan dan di-sempurnakan oleh muridnya Tsabit bin Qurra.
Pada tahun 837 M. Hunain mendapat undangan kehormatan dari Amir Abdur Rahman Al-Ausath ke Cordova. Di sana ia tinggal selama 6 bulan memberi kuliah pada para ophthalmology Universitas Cordova. Amir Abdur Rahman meminta dengan sangat agar Hunain mau menetap di Cordova. Namun dokter muda ini menolaknya karena amat berhutang budi pada para khalifah Abbasiyah, terutama ter-ingat pada rumah sakitnya yang bam saja didirikan di Baghdad.
Pada tahun 838 M setelah kembali dari Cordova,
pada suatu hari datanglah seorang wanita muda ke rumah sakitnya dengan diantar oleh seorang pria yang belum pernah dikenalnya. Wanita itu mengalami penyakit mata yang parah hingga menjadi buta. Setelah diteliti dengan seksama, ternyata wanita itu tiada lain adalah Hindun, di mana sepuluh tahun yang lalu dia pernah menyakiti hati-nya. Namun wanita itu sama sekali tidak mengetahui bahwa dokter yang dimintai pertolongannya itu adalah seorang pria yang telah dikecewakannya pada masa yang silam. Akan tetapi sebagai seorang dokter, Hunain me-ngesampingkan segala emosi pribadi, ia berusaha merawat Hindun sebagaimana pasien-pasien lainnya. Setelah di-periksa dengan teliti maka diketahui bahwa penyakit mata Hindun ada hubungannya dengan kejatuhannya dari atas punggung onta waktu ia mengerjakan ibadah haji dahulu. Dan pria yang mengantarkannya itu adalah paman Hindun sendiri. Dengan penuh ketekunan dan ketelitian, Hunain merawat wanita itu selama 178 hari. Ketika pada hari perban pembalut mata wanita itu dibuka, terjadilah peris-tiwa yang amat mengharukan. Mula-mula dengan agak samar, Hindun melihat wajah dokter yang merawatnya. Dan setelah penglihatannya menjadi terang, wanita itu menjerit seraya menutup wajahnya kembali dengan kedua belah telapak tangannya.
"Kenapa anda menangis Nyonya?" tanya Hunain dengan lembut.
"Aku merupakan wanita tidak berarti, aku telah meng-
khianatimu Yuhanna."
"Lupakan masa lampau yang telah berlalu itu, Hindun. Dan untuk melupakannya saya sendiri telah mengubah nama saya dengan Hunain. Bagaimana kedua ayah dan ibumu sekarang?"
Dengan suara yang terputus-putus, Hindun me-nerangkan bahwa ayah dan ibunya telah meninggal setelah dia melangsungkan perkawinan dengan seorang saudagar sutera dari Thaif. Namun saudagar itu kemudian men-ceraikannya setelah ia mengalami penyakit buta.
"Sekarang saya tidak mempunyai sanak saudara lag! selain seorang paman sehingga saya kekurangan biaya untuk membayar beban di rumah sakit ini. Saya akan be-kerja di sini Yuhanna, kendati sebagai tukang cuci atau pun tukang masak," begitu ratap Hindun memilukan.
Lama Hunain menatap wanita yang pernah dicintai, namun kemudian mengkhianatinya itu. Rasa dendam masa lampau menggelora dalam jiwanya ketika wanita itu menolak cintanya karena wajah Hunain telah menjadi bopeng. Dipandangnya Hindun dari ujung rambut sampai telapak kaki, wajahnya masih cantik jelita, air mata yang mengalir di pipinya menambah kecantikannya. Sekarang Hunain telah menjadi orang ternama, telah me-miliki pangkat dan kedudukan, dengan kekayaan yang me-limpah-limpah. Namun semua itu menjadi hampa bagi-nya, seluruhnya tidak berarti, karena merasa bahwa pada dirinya selama ini masih ada yang kurang, yaitu Hindun. Sedangkan Hindun sekarang ada di hadapannya.
"Hindun!" ujar Hunain, "Kau tak layak menjadi jongos (pekerja kasar) di rumah sakitku. Kau bagaikan bintang timur yang selama ini masih bersemayam di rongga dadaku."
"Oh, Yuhanna, masih bersediakah kau menerimaku
sebagai teman hidup?"
Hunain mengangguk. "Kita akan menikah, Hindun. Aku telah menunggumu selama bertahun-tahun."
Mendengar jawaban ini, Hindun segera bangkit dari duduknya. Dibalutnya tangan kanan dengan selendang-nya, lalu ia menyalami pria yang pernah dicintainya itu. Hunain pun mengambil sorban di kepalanya, lalu diserah-kannya kepada Hindun.
"Usaplah butir-butir air matamu itu wahai Hindun, sebab setetes air matamu yang mengalir akan lebih berarti bagiku dari pada seluruh air sungai Dajlah (ah, yang benar tya!)" sambung Hunain romantis.
Itulah biografi seorang ilmuwan Muslim yang besar ketika Bani Abbasiyah masih berjaya. Di mana dunia Islam sedang berada di puncak keagungan dan kemasyhurannya. Berbagai liku-liku kehidupan pernah menghiasi riwayat orang-orang besar, baik pada masa-masa kebangkitan dunia Islam, di masa kebesaran ataupun di masa ke-
munduran.
Hunain bin Ishaq wafat tahun 877 M. di zaman khalifah Al-Muktamid. Sedangkan Hindun menyusul tujuh tahun kemudian. Sepeninggal Hunain, muridnya Tsabit bin Qurra meneruskan cita-cita luhurnya itu sehingga kelak dia juga menjadi dokter kenamaan yang menghiasi lembaran-lembaran Dunia Ilmu Pengetahuan Islam. Semoga Hunain selalu mendapat rahmat, dan di-masukkan ke dalam golongan mereka yang selalu diterima amal shalehnya. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar