Selasa, 24 November 2009

Kisra Berburu Rusa

Kisra Berburu Rusa
Tersebutlah seorang Kisra Persia, bemama Anusyirwaa Dia seorang yang terkenal adil dan bijaksana. Rakyatnya hidup dengan damai dan tenteram sehingga beban kerajaan tidak begitu dirasakannya berat. Seringkali dia berburu di hutan biia tiba waktu-waktu libur. Pada suatu hari berangkadah baginda beserta para pengawalnya untuk berburu dengan membawa perlengkapan yang diperlukan, Sesaat setelah sampai di hutan maka telah terlihat sekawanan rusa yang membuac hati baginda be-giru girang hingga tidak tahan lagi untuk segera mcmburunya. Na-mun setelah jarak dirasa agak de-kat, tiba-tiba saja kawanan rusa itu
menyadari datangnya bahaya hingga mereka serentak melarikan diri kocar-kacir.
Kondisi ini yang menjadikan baginda dan para pengawalnya ikut menyebar, masing-masing asyik membidik buruannya hingga tanpa disadari baginda telah ditinggal-kan sendirian. Mereka telah berpencar cukup lama namun belum seekor pun yang bisa ditangkap, padahal perbekal-an telah ditinggalkan dalam jarak yang cukup jauh. Kini badan mereka telah terasa penat, tenggorokan telah kering dan tidak pula ditemukan air atau sungai di pedalaman hutan.
Dengan had galau, akhirnya rusa yang menjadi bidik-an baginda ditinggalkan begitu saja, dan baginda segera keluar dari hutan mencari sebuah perkampungan untuk mencari air barang seteguk atau melepaskan penat. Setelah baginda menerobos semak belukar secukupnya, akhirnya dilihatnya sebuah perkampungan, dan baginda ingin me-masuki sebuah rumah tua milik penduduk. Di dekatinya rumah itu lalu diketuk pintunya. Segera saja si empunya rumah membukakan pintu diikuti oleh puterinya, seorang gadis.yang begitu cantik. Namun setelah si gadis itu me-ngetahui bahwa yang datang itu dirasakannya orang asing, maka dia segera pergi ke belakang untuk membuatkan minuman tamunya.
Dengan membawa sebuah sabit, gadis itu pergi ke belakang rumah memilih batang tebu yang sudah tampak tua yang diperkirakan airnya akan begitu manis, lalu di-tebangnya sebatang tebu, sesaat kemudian dikulid dan di-giling dengan alat khusus hingga airnya mengucur di dalam periuk yang telah disediakan. Dengan cekatan sekali dia mengambil gelas, kemudian air tebu itu dituarigkaniiya dalam gelas. Namun ternyata dia mempunyai maksud ter-tentu. Air tebu yang bersih di dalam gelas ini dibubuhi beberapa serpihan sepah yang telah dirajang memanjang, dengan maksud agar si tamu agak kesulitan meminumnya. la pun keluar membawa minuman itu dengan sebuah nampan, kemudian dihidangkan di depan tamunya seraya mempersilahkan untuk dinikmati. Maka langsung saja gelas itu diangkat dan diminum oleh sang tamu sedikit demi sedikit sampai habis, kemudian si gadis itu menam-bahkan lagi dengan sisa yang ada dalam periuk.
Setelah haus baginda terasa terobati, mulailah seluruh penghuni keluarga itu berbincang-bincang untiik mem-bahagiakan tamunya. Pada kesempatan itu baginda me-ngatakan, "Betapa minuman tadi terasa nikmat sekali, manis pula semanis pembuatnya." Begitu baginda irie-nyanjung. .
Tersipu malu gadis itu disanjung oleh seorang pe-muda yang begitu tampan. "Terima kasih, terima kasih," sahut si gadis dengan hati berbunga-bunga.
"Oh, mestinya saya yang harus berterima kasih," tukas baginda.
"Namun sayangnya, mengapa begitu banyak sepah yang ada dalam gelas itu hingga aku kesulitan untuk meminumnya, dan tidaklah layak jika minuman itu saya kata-kan sebagai "Sepah Tubruk" sebagaimana Teh Tubruk?" sambung baginda lagi.
"Begini baginda, aku sangat menyadari baginda dalam keadaan sangat dahaga, di mana jika saja minuman itu tidak saya campur dengan sepah, tentu saja baginda
akan meminumnya dengan sekali tenggak. Hal ini sering membahayakan jiwa seseorang. Jadi maksud saya bukan agar baginda kesulitan bahkan dengan maksud agar baginda tidak tersedak yang kadang berakibat sangat fatal," begitu kilah si gadis.
Terperanjat baginda mendengar jawaban itu. "Betapa cerdik seorang gadis desa ini," gumam baginda dalam
hati.
"Berapa batang tebu yang kau perlukan untuk mem-peroleh air tebu satu periuk itu?" tanya baginda.
"Satu batang sudah cukup," jawab si gadis singkat.
Mendengar jawaban ini baginda sangat terkesan, betapa melimpah ruah dan makmurnya kehidupan masya-rakat desa. Seakan semuanya tinggal memetik, sayur-mayur sudah tersedia di lingkungan rumah, hawa pedesa-an yang begitu nyaman ditambah ikatan persaudaraan para penduduknya yang begitu akrab, semuanya menjadi-kan kehidupan ini begitu tenteram. Hal ini sangat berbeda sekali dengan kehidupan kota yang semuanya harus meng-gunakan uang, bahkan air juga harus membeli per meter kubil;;.
Setelah perbincangan itu dirasa cukup, baginda pun segera berpamitan dan kembali menemui para pengawal di tempat menurunkan bekal semula. Kemudian mereka bersepakat untuk segera kembali ke kerajaan menunaikan tugas yang menjadi tanggung jawab mereka.
Setelah sampai di istana, hati sang baginda muncul untuk menarik upeti (pajak). Dalam pikirannya terbayang sudah pendapatan kerajaan yang akan naik drastis seiring kebijaksanaannya untuk menaikkan seluruh pajak pen-dapatan masyarakat desa. Dipanggilnya pulaMenteri Per-pajakan untuk berkonsultasi dalam menaikkan pajak ini. Walhasil menteri itu pun menyetujuinya.
Pada minggu berikutnya, baginda pun keluar istana untuk berburu lagi. Dan kedka telah berada di tengah hutan, baginda teringat lagi terhadap rumah yang pernah disinggahinya pada minggu yang lal'u. Akhirnya dengan berpamitan pada para pengawal, baginda mengatakan ingin pergi sebentar saja dengan tidak memerlukan kawal-an. Mereka diperintahkan untuk menunggu di tempat. Dengan langkahnya yang mantap seakan mengulangi sukses yang pertama, baginda menuju rumah itu kemudian mengetuk pintunya. Maka keluarlah seorang ibu beserta anak gadisnya yang tetap jelita itu.
Sebagaimana kedatangannya semula, gadis itu segera ke belakang menebang batang tebu untuk dijadikan minuman, namun kali setelah tebu itu digiling, ternyata airnya tidak banyak yang keluar, sehingga untuk meme-nuhi satu periuk saja dibutuhkan tiga batang yang besar-besar. Kesulitan ini sehingga memerlukan waktu yang agak lama.
Setelah dirasa cukup, gadis itu segera menghidangkan minuman khas tadi di muka tamunya, namun kali ini perasaan baginda berlainan sekali dengan ketika dia datang pertama kali. Dengan tutur kata yang halus, baginda pun bertanya pada gadis itu, "Mengapa kali ini kau begitu lama mempersiapkan minuman?"
" Wahai baginda, untuk satu periuk, kali ini aku harus menggiling tiga batang tebu, maafkanlah baginda atas ke-terlambatanku!" jawab sang gadis.
Baginda agak tertegun mendengarkan jawaban itu, lantas menanyakan, "Apa sebab semua itu?"
"Mungkin saja hati baginda telah berobah. Dahulu baginda begitu memperhatikan kesejahteraan masyarakat, kini mungkin saja telah berlainan. Sebab masyarakat di sini telah lama berpegangan pada mitos atau pun rumor bahwa jika saja seorang penguasa itu ingin 'menghisap' hasil jerih-payah rakyatnya, maka ketika itu pula berkah kesuburan dan kedamaian mereka sedikit demi sedikit akan lenyap bahkan seluruh negeri akan ditimpa bala kelaparan dan kekacauan," begitu kilah si gadis dengan lugu.
Mendengar jawaban ini baginda meledak gelak tawa-nya. Namun terjadi pergolakan yang begitu besar dalam hatinya. Segera saja baginda mohon pamit dan langsung menuju ke istana seraya memanggil Menteri Perpajakan itu untuk membatalkan segala rencana menaikkan pajak yang telah dirancang sejak seminggu yang lalu. Beberapa minggu kemudian, sang gadis itu pun dipinangnya untuk dijadikan permaisuri karena melihat kecerdasan dan wawasannya yang dirasakan cukup di samping kejelitaannya yang selama ini telah bersemayam di bilik hati sang baginda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar