Kesederhanaan Hidup
Bagi sebagian orang, kemegahan dunia bisa sangat melenakan. Mereka yang biasa hidup dalam kemegahan seringkali mempunyai ikatan yang amat kuat dengan kemegahan itu sehingga sulit untuk berpisah dengannya. Namun bagi Fathimah binti Abdul Malik yang dididik dengan landasan Islam yang kuat, kemewahan tak ubahnya sesuatu yang tak berharga sehingga dengan mudahnya ia mengenyahkan kemegahan dari hatinya. Padahal sejak kecil ia terbiasa hidup dalam kemewahan karena ayahnya, Abdul Malik bin Marwan adalah seorang khalifah.
Kezuhudannya terhadap dunia terbukti ketika ia menikah dengan Umar bin Abdul 'Aziz, seorang khalifah yang terkenal dengan kesederhanaannya. Saat menikah dengan Fathimah, Umar bin Abdul Aziz belum diangkat sebagai khalifah. Saat itu sang suami memiliki kekayaan yang cukup banyak, namun hal itu tak berlangsung lama. Beberapa waktu kemudian Umar bin Abdul 'Aziz dipercaya untuk menjadi khalifah menggantikan Sulaiman bin Abdul Malik, kakak kandung Fathimah. Dan saat itulah kehidupan Fathimah banyak berubah.
Sesudah pelantikannya, Umar memanggil Fathimah seraya berkata:
"Wahai, istriku sayang, aku ingin engkau memiliki satu di antara dua hal,” Begitu ucap Umar.
“Apa yang harus kupilih, wahai suamiku?" balas Fathimah.
"Pilihiah antara perhiasan yang kau pakai atau aku, Umar bin Abdul Aziz sebagai pendampingmu," tegas Umar bin Abdul 'Aziz.
Fathimah memang memiliki perhiasan yang banyak. Diriwayatkan bahwa perhiasan-perhiasan yang ia miliki belum pernah dimiliki oleh perempuan lain di muka bumi. Bahkan diceritakan salah satu perhiasan yang ia miliki adalah sepasang anting-anting yang seandainya dijual akan cukup untuk mengenyangkan penduduk satu suku besar.
Bagi wanita seperti Fathimah, jawabannya mudah saja:
"Demi Allah, aku memilih pendamping yang mulia, yaitu engkau wahai suamiku. Ambillah seluruh perhiasanku ini."
Tanpa ragu, Fathimah mentaati suaminya untuk menyerahkan semua perhiasan yang ia miliki ke baitul maal. Tak hanya perhiasan pribadi miliknya, ia pun merelakan harta sang suami berpindah ke baitul maal.
Saat awal memerintah, Umar bin Abdul 'Aziz memiliki kuda-kuda tunggangan, minyak wangi serta perhiasan. Sesudah menjabat khalifah semua kekayaan itu ia jual sehingga terkumpullah 23 ribu dinar dan langsung ia serahkan ke baitul maal. Fathimah tidak mengeluh ketika kemudian sebagai konsekuensinya ia harus memakan makanan rakyat kebanyakan yaitu roti dengan sedikit garam. Kondisi kesederhanaan ini dijalani Fathimah dengan ikhlas. Dalam satu riwayat dikisahkan dari gajinya sebagai khalifah, sang suami mendapat sebesar 40.000 dinar setahun. Namun Umar hanya mengambil sebesar 400 dinar setahun untuk keluarganya.
Menjelang wafatnya bin Abdul 'Aziz berwasiat:
"Aku tinggalkan untuk mereka (keluarga Umar bin Abdul 'Aziz) ketakwaan kepada Allah. Kalau mereka shalih maka Allah akan menjamin mereka. Namun bila tidak, aku tidak akan meninggalkan apa pun yang bisa digunakan untuk bermaksiat pada Allah."
Sepeninggal sang suami, Fathimah didatangi oleh saudara laki-lakinya yaitu Yazid bin Abdul Malik seraya mengatakan:
“Fathimah, aku tahu kalau suamimu telah mengambil semua perhiasanmu dan memasukkannya ke baitul maal. Kalau engkau mau, aku bisa mengambilkannya kembali untukmu," ujarnya.
Mendengar itu, Fathimah menjawab dengan tegas:
"Wahai Yazid, apakah engkau ingin aku mengambil kembali apa yang sudah diberikan oleh suamiku kepada baitul maal? Demi Allah, aku mentaatinya saat ia hidup, juga saat ia tiada."
Demikianlah Fathimah binti Abdul Malik menjalani hidupnya. Baginya kezuhudan terhadap dunia dan ketaatan pada Allah adalah yang utama dibandingkan harta dunia dan seisinya.
Umar bin Abdui Aziz, khalifah yang seringkali dijuluki sebagai Khulafaur Rasyidin kelima, sebelum menjadi amirul mukminin, dikenal sebagai bangsawan yang sangat kaya. Selain itu ia juga dikenal sebagai sosok pesolek. Pernah suatu kali Umar terlambat mengikuti shalat berjamaah hanya karena tengah memperbaiki tatanan rambutnya. Pakaian yang sudah pernah dipakainya dalam suatu acara tidak akan dipakainya kembali di acara yang lain. Orang-orang pun sangat mengenali parfumnya yang sangat mahal seharga 1000 dirham. Hingga, mereka bisa tahu bila Umar bin Abdul Azis pernah melewati suatu jalan hanya dari wangi parfum yang ditinggalkannya.
Fathimah binti Abdul Malik, isteri Umar bin abdul Aziz adalah wanita yang berasal dari keluarga kaya raya. Tak heran ketika menikah dengan Umar, kehidupan mereka menjadi semakin mewah dan menjadi tolok ukur kehidupan kaum jetset di masanya. Setiap aktivitas mereka selaiu berkaitan dengan hartanya yang berlimpah. Fathimah pun tidak pernah merasakan kesulitan dalam hidupnya.
Namun, kehidupan mereka berubah seratus delapan puluh derajat ketika amanah kekhalifahan datang kepada Umar. Menjelang datangnya amanah besar itu, Umar memang tengah berada dalam kondisi pencerahan batin. Ia menyadari bahwa dari semua ambisi hidupnya selama ini ada yang harus dikejarnya dengan keras, yaitu ambisi mendapatkan surga. Dan Umar yakin untuk mendapatkan surga, satu diantara cara mencapainya adalah dengan mengembalikan semua harta kemewahan yang dimilikinya kepada ra kyat.
Maka ketika amanah kekhalifan tiba, Umar pun bertekad untuk menunaikan amanah itu sebaik-baiknya. Ia segera menemui istrinya dan berkata:
"Sesungguhnya aku mendapat masalah yang sangat besar," ujarnya menceritakan tentang amanah barunya sebagai khalifah, pemimpin umat. Ia juga menegaskan tekadnya untuk meninggalkan kemegahan dan kekayaannya sehingga bisa menjadi pemimpin yang baik, yang bisa merasakan penderitaan rakyatnya. Dan ini berarti kehidupan yang sangat sederhana.
Umar sadar, sebagai isteri yang tak pernah hidup jauh dari kemewahan, Fathimah tentu tidak terbiasa dengan hidup susah. Maka, ia pun memberikan kebebasan kepada istrinya untuk memilih antara tetap hidup mewah dengan kembali pada orangtuanya atau tetap mendampinginya.
Namun, tanggapan Fathimah ternyata di luar dugaan Umar. Fathimah dengan lugas menyatakan akan tetap mendampingi suaminya dalam kondisi apapun. Bahkan ia juga berjanji untuk selalu mendukung keputusan suaminya dalam rangka mencapai cita-cita mulia, surga.
Sejak itu mulailah Fathimah mendampingi Umar dengan segala kewajibannya sebagai khalifah dalam kondisi amat sederhana. Sang khalifah telah memerdekakan budak-budaknya, melepaskan para pelayan, dan meninggalkan istana. Ia kembalikan seluruh hartanya ke baitul maal dan menempati gubuk kecil yang berada di sebelah kiri masjid seraya menjalani hidup sebagaimana kebanyakan kaum Muslimin lainnya.
Fatimah kini mengerjakan tugas-tugas rumah tangganya sendiri. Ia tidak pernah mengeluh, dan selalu mensupport suaminya untuk melakukan tugas negara dengan baik. Semua pakaian mewahnya disumbangkan ke baitul maal, dan hanya menyisakan pakaian dengan jumlah dan kualitas sekedarnya. Mereka pun kini membiasakan diri untuk makan seadanya dan sering melakukan puasa sunnah. Fathimah terus setia merawat Umar dan memberikan bakti terbaiknya sebagai seorang istri hingga Umar bin Abdul Azis berpulang ke rahmatullah
Sabtu, 28 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar