Kamis, 26 November 2009

Kekuatan respon inderawi

Secara medis, pengaruh bunyi pada kesehatan ma­nusia bisa diterangkan dengan gampang. Bunyi atau suara apa pun yang masuk ke telinga, akan menggetarkan selaput kaca pendengaran. Getaran ini mempenga­ruhi gerakan auditory ossicless (dari tulang pendengaran sampai tulang sanggurdi) yang kemudian menggetarkan cairan di cochlea (rumah siput). Gelombang cairan ini membuat sel-sel rambut meneruskan rangsangan ke otak.
Pakar THT, Prof. Dr. Hendarto Hendarmin, pernah mengadakan penelitian atas dampak musik keras dari beberapa diskotek di Jakarta. Ter­nyata bunyi musik dan nyanyian di tempat-tempat itu melampaui ambang batas normal yang bisa ditoleransi telinga manusia. Bayangkan, telinga normal yang hanya bisa mendengar bunyi berke­kuatan maksimal 85 dB, di­paksa harus menerima yang berkekuatan 100 - 110 dB!
"Entakan-entakan musik keras bisa merangsang proses pelepasan adrenalin. Kalau hal itu terjadi hampir setiap hari maka selain sistem pen­dengarannya rusak, bisa ju­ga terjadi penyempitan pem­buluh darah. Karena pem­buluh darah menyempit, oksi­gen berkurang. Akibatnya, pembuluh darah kurang len­tur, demikian pula jaringan ototnya.
Itulah sebabnya, bunyi ke­ras bernada tinggi dianggap berbahaya oleh para penge­lola rumah sakit. Pasalnya, pasien yang sedang dalam proses penyembuhan, ter­utama dari penyakit jantung koroner, amat rentan terhadap suara bising bahkan polusi suara ini bisa mempengaruhi proses penyembuhannya.
Selain alasan medis di atas, ada faktor lain yang lebih menarik untuk disimak, yakni kenyataan bahwa tubuh manusia pada dasarnya mu­sikal, bahkan juga pada DNA yang membentuk gen. Pe­ngertian ini disimpulkan dari hasil penelitian Dr. Susumu Ohno, ahli genetika Institut Riset Beckman dari City of Hope di Duarte, Kalifornia. Gen setiap makhluk hidup terbentuk dari satuan DNA (deoxyribonucleic acid), yang terdiri atas 4 nukleotida berisi adenin, guanin, sitosin dan timin, semuanya tersusun se­demikian unik dan khas se­hingga berbeda pada setiap makhluk.
Dalam percobaannya Dr. Ohno memberi notasi musik pada masing-masing zat ini; do untuk sitosin; re dan mi untuk adenin, fa dan sol un­tuk guanin serta la dan si untuk timin. Setelah itu ia memilih kunci khusus dan memberi irama setiap not. Oleh istrinya yang kebetulan musisi, notasi itu dimainkan dengan piano, organ, dan biola. Ajaib! Hasilnya sebuah komposisi musik yang melodis dan harmonis.
Selama dua tahun bela­kangan ini Dr. Ohno telah membuat lebih dari 15 notasi musik yang diambil dari kom­posisi DNA berbagai jenis makhluk hidup. Dari sampel itu ia menemukan bukti, se­makin sering organisme ber­evolusi, musik yang dihasilkan dari DNA-nya semakin rumit. Sebagai gambaran, notasi musik yang diterjemahkan dari DNA sebuah protozoa bersel tunggal, hanya berupa repetisi 4 not sederhana. Di lain pihak, musik yang di­transkrip dari DNA manusia jauh lebih rumit dan berva­riasi.
Konon, mereka yang diberi kesempatan mendengar musik dari hasil transkrip DNA tu­buh sendiri, mengaku amat terharu bahkan meneteskan air mata. Betapa tidak? Tubuh yang selama ini mereka ang­gap hanya sebagai kumpulan zat kimia, ternyata berisi sua­ra musik indah yang inspi­ratif.
Metode percobaan ini pun bisa dilakukan dengan pro­sedur terbalik. Yakni dengan terlebih dulu meneliti sebuah karya musik, lalu menentukan dan membagi susunan nu­kleotida berdasarkan notasi musik tersebut, akhirnya akan ketemu rumus DNA-nya. Ke­tika Dr. Ohno mengkonversi­kan sebuah komposisi karya Chopin ke dalam notasi ki­miawi, formula yang dihasil­kan ternyata sebuah DNA gen kanker manusia. Temuan ini sekaligus membuktikan, sebuah sel kanker pun me­ngandung unsur musik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar