Secara medis, pengaruh bunyi pada kesehatan manusia bisa diterangkan dengan gampang. Bunyi atau suara apa pun yang masuk ke telinga, akan menggetarkan selaput kaca pendengaran. Getaran ini mempengaruhi gerakan auditory ossicless (dari tulang pendengaran sampai tulang sanggurdi) yang kemudian menggetarkan cairan di cochlea (rumah siput). Gelombang cairan ini membuat sel-sel rambut meneruskan rangsangan ke otak.
Pakar THT, Prof. Dr. Hendarto Hendarmin, pernah mengadakan penelitian atas dampak musik keras dari beberapa diskotek di Jakarta. Ternyata bunyi musik dan nyanyian di tempat-tempat itu melampaui ambang batas normal yang bisa ditoleransi telinga manusia. Bayangkan, telinga normal yang hanya bisa mendengar bunyi berkekuatan maksimal 85 dB, dipaksa harus menerima yang berkekuatan 100 - 110 dB!
"Entakan-entakan musik keras bisa merangsang proses pelepasan adrenalin. Kalau hal itu terjadi hampir setiap hari maka selain sistem pendengarannya rusak, bisa juga terjadi penyempitan pembuluh darah. Karena pembuluh darah menyempit, oksigen berkurang. Akibatnya, pembuluh darah kurang lentur, demikian pula jaringan ototnya.
Itulah sebabnya, bunyi keras bernada tinggi dianggap berbahaya oleh para pengelola rumah sakit. Pasalnya, pasien yang sedang dalam proses penyembuhan, terutama dari penyakit jantung koroner, amat rentan terhadap suara bising bahkan polusi suara ini bisa mempengaruhi proses penyembuhannya.
Selain alasan medis di atas, ada faktor lain yang lebih menarik untuk disimak, yakni kenyataan bahwa tubuh manusia pada dasarnya musikal, bahkan juga pada DNA yang membentuk gen. Pengertian ini disimpulkan dari hasil penelitian Dr. Susumu Ohno, ahli genetika Institut Riset Beckman dari City of Hope di Duarte, Kalifornia. Gen setiap makhluk hidup terbentuk dari satuan DNA (deoxyribonucleic acid), yang terdiri atas 4 nukleotida berisi adenin, guanin, sitosin dan timin, semuanya tersusun sedemikian unik dan khas sehingga berbeda pada setiap makhluk.
Dalam percobaannya Dr. Ohno memberi notasi musik pada masing-masing zat ini; do untuk sitosin; re dan mi untuk adenin, fa dan sol untuk guanin serta la dan si untuk timin. Setelah itu ia memilih kunci khusus dan memberi irama setiap not. Oleh istrinya yang kebetulan musisi, notasi itu dimainkan dengan piano, organ, dan biola. Ajaib! Hasilnya sebuah komposisi musik yang melodis dan harmonis.
Selama dua tahun belakangan ini Dr. Ohno telah membuat lebih dari 15 notasi musik yang diambil dari komposisi DNA berbagai jenis makhluk hidup. Dari sampel itu ia menemukan bukti, semakin sering organisme berevolusi, musik yang dihasilkan dari DNA-nya semakin rumit. Sebagai gambaran, notasi musik yang diterjemahkan dari DNA sebuah protozoa bersel tunggal, hanya berupa repetisi 4 not sederhana. Di lain pihak, musik yang ditranskrip dari DNA manusia jauh lebih rumit dan bervariasi.
Konon, mereka yang diberi kesempatan mendengar musik dari hasil transkrip DNA tubuh sendiri, mengaku amat terharu bahkan meneteskan air mata. Betapa tidak? Tubuh yang selama ini mereka anggap hanya sebagai kumpulan zat kimia, ternyata berisi suara musik indah yang inspiratif.
Metode percobaan ini pun bisa dilakukan dengan prosedur terbalik. Yakni dengan terlebih dulu meneliti sebuah karya musik, lalu menentukan dan membagi susunan nukleotida berdasarkan notasi musik tersebut, akhirnya akan ketemu rumus DNA-nya. Ketika Dr. Ohno mengkonversikan sebuah komposisi karya Chopin ke dalam notasi kimiawi, formula yang dihasilkan ternyata sebuah DNA gen kanker manusia. Temuan ini sekaligus membuktikan, sebuah sel kanker pun mengandung unsur musik.
Kamis, 26 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar