Zaman sudah, kaktus hanya kita tanaman liar dan kini ada jenis yang dibudidayakan untuk buahnya. Itu terjadi di Meksiko, kemudian di Kalifornia, dan Texas. Bagaimana di Indonesia?
Umumnya kita mengenal kaktus sebagai tanaman ajaib, yang selain fantastis, sampai Thomber dan Bonker menulis buku The Fantastic Clan, tahun 1955, juga menakjubkan. Fantastis, karena warna dan bentuk bunganya beraneka ragam, mulai dari kuning, merah, dan biru, sampai jingga, ungu, dan putih. Menakjubkan, karena bentuk batangnya bermacam-macam, mulai dari yang bulat dan gemuk pendek, sampai yang gepeng dan tinggi semampai.
Sayur Indian
Selain itu mereka juga aneh, daunnya tidak ada, misalnya. Apa yang kelihatan seperti daun, ternyata batangnya. Tetapi biasanya kita tidak peduli, dan menyebut batang ini tetap sebagai "daun". Daun kaktus yang benar-benar daun sudah berubah bentuk menjadi duri, dan sah saja disebut duri. Ini gara-gara tempat hidupnya begitu kering, sampai tanaman itu berusaha mencegah penguapan air jangan sampai banyak-banyak seperti tanaman biasa yang helai daunnya lebar.
Tugas berfotosintesis dioperkan kepada batang yang disebut "daun" itu. Utuk ini batang itu berisi klorofil yang sampai warnanya jadi hijau. Tidak coklat seperti batang tanaman biasa yang lain. Akan tetapi di samping berfotosintesis, batang kaktus sebenarnya juga bertugas sebagai semacam tangki untuk menyimpan air berlebihan di musim hujan, yang biasanya hanya sebulan. Itu dipakai sebagai bekal hidup selama musim kering berikutnya, yang biasanya berkepanjangan sampai 11 bulan. Benar-benar menakjubkan! Selama 11 bulan mereka hidup tanpa air seperti di neraka, tetapi begitu ada hujan selama 1 bulan pada musim semi (di Amerika Utara bagian selatan yang subtropik, seperti Kalifornia dan Texas), segera pula muncul bunga yang mewah manyala dan pesona. Karena kemampuannya bertahan di lahan kering inilah, ia merajalela sebagai flora daerah-tandus.
Sudah sejak zaman kapal kayu abad XVIII, batang kaktus Opuntia dipakai sebagai sayur. Para pelaut Eropa yang datang ke Amerika memakan rebusan batang kaktus itu sebagai pengganti sayuran. Soalnya, sayuran yang mereka temukan di pasar orang Indian untuk dipakai dalam pelayaran kembali ke Eropa tidak berupa sayuran Eropa seperti engkol, wortel, yang biasa mereka sukai. Di antara sayuran pribumi Amerika yang mereka temukan itu terdapat kaktus, yang sudah lama biasa dimakan oleh orang Indian Amerika Tengah. Kebetulan kaktus ini juga tahan lama disimpan. Batang kaktus yang muda mereka masak
sop. Rasarnya seperti sayur hiasa juga yang disop.
v Buahnya enak
Selain batangnya, juga buahnya biasa dimakan oleh orang Indian Amerika Tengah. Kalau dulu para petani Meksiko memungut buah kaktus dari hutan, kini ada petani yang membudidayakannya di perkebunan. Hasilnya mereka pasarkan sebagai buah tuna, sampai jenis kok tusnya kemudian diberi nama ilmiah Opuntia tuna.
Jenis yang kemudian diusa hakan ialah Opuntia megacantha yang buahnya cukup besar (8 cm), bermutu bagus, dan terkenal bergizi. Buah ini dapat dimakan segar, atau sudah dikeringkan sebagai sale. Ada pula yang direbus seperti pisang olli, kalau masih mengkal setengah masak. Buah yang sudah masak juga ada yang diperas menjadi jus buah, atau dijadikan manisan. Ada pula diragi menjadi minuman keras yang mereka pasarkan sebagai coloncha.
Pada musim semi, tunas muda dan bunganya yang empuk, dimanfaatkan sebagai sayurPada zaman kemudian, jenis yang diusahakan ialah Opuntia ficus-indica, yang buahnya lebih manis. Nama Latin ficus-indica diciptakan karena buah itu di luar Meksiko diperdagangkan sebagai Indian fig. Bentuk buahnya mirip buah pir, tetapi berduri, sampai dikenal juga sebagai prickly pear. Orang Indian Meksiko sendiri tetap menyebutnya tuna, meskipun tidak dah jenis Opuntia tuna.
Kultivar yang mereka kembangkan dari jenis Opuntia ficus-indica ini ada yang buahnya berwarna merah (varietas rubra), ada yang kuning (varietas lutea), kuning terus sepanjang tahun (varietas serotina), dan kuning berbiji sedikit (varietas asperma). Ini semacam buah sukun, yang tidak begitu hanyak bijinya.
Jenis Opuntia lain yang juga diusahakan buahnya ialah Opuntia leucotricha. Buahnya tidak begitu manis, tetapi segar sekali. Ia,diedarkan dengan nama Meksiko: Duraznillo.
v Bagaimana di Indonesia?
Pada zaman Belanda tahun '30-an, jenis Opuntia elatior yang hidup liar di Amerika Tengah, didatangkan ke Pulau Jawa. Tidak untuk dipakai sebagai sayuran, tetapi untuk membiakkan kumbang koksi. Kumhang ini terkenal mengganyang kutu hijau Aphid yang mengganggu tanaman kopi dan coklat di perkebunan. Untuk memberantas hama secara biologis diperlukan kumbang koksi yang banyak, dan untuk ini diperlukan jenis tanaman yang gampang tumhuh masal, ti-dak gampang mati sebagai tempat pembiakan mereka. Pilihan jatuh pada kaktus Opuntia. Durinya dipakai untuk menggantungkan kantung herisi induk kumbang koksi yang diharapkan berbiak di lapangan. Orang jawa menyebut kaktus ini ri gambas.
Sebentar saja tanaman ini sudah merajalela mengalahkan tanaman asli di sekitarnya, sampai ada yang tumbuh liar di sepanjang pantai utara Pulau Jawa, mulai dari Cirebon sampai Pernalang. Kaktus yang bisa sampai 2 m tingginya ini berbatang gepeng, dengan cabang (gepeng juga), melebar ke samping. Buahnya yang bisa sebesar 5 cm berwarna merah kalau sudah masak. Buah ini hanya dipakai bagus-bagusan, dan tak pernah ada yang mempunyai pikiran untuk mengusahakannya sebagai buah segar sumber vitamin C. Jenis lain yang juga dimasukkan orang Belanda dengan tujuan yang sama ialah Opuntia vulgaris yang merajalela di Madura. Oleh orang Madura, kaktus ini disebut duri tongkok bato. Tumbuhnya lebih pesat, dan sebentar saja sudah membentuk pagar yang lebat kuat, sampai tidak mungkin ditembus, baik oleh orang sopan maupun kerbau yang tidak sopan.
Minggu, 29 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar