Epilepsi karena bunyi
Kenyataan bahwa bunyi atau musik erat kaitannya dengan kehidupan hampir semua makhluk, tercermin dari kandungan bunyi atau musik dalam bagian-bagian tubuh manusia sekaligus reaksinya terhadap pengaruh bunyi dari luar.
Seorang neurolog Inggris, Macdonald Critchey memberi beberapa gambaran, antara lain analisisnya mengenai penyakit epilepsi musikogenik yang ditemuinya di St. Petersburg, Sovyet, tahun 1913. Penyakit aneh ini muncul ketika seorang kritikus musik terkemuka saat itu, Nikonov, sedang menyaksikan pementasan opera The Prophet karya Meyerbeer, di Imperial Opera House. Babak pertama dan kedua dilewatinya tanpa gangguan. Namun ketika pertunjukan memasuki babak ketiga, tiba-tiba ia gemetar dan seluruh tubuhnya berkeringat. Tanpa dapat ditahan mata kirinya kejang. Berbarengan dengan itu ia terserang sakit kepala hebat sampai pingsan. Sejak saat itu Nikonov selalu menjadi korban serangan penyakit aneh ini setiap saat ia mendengarkan opera. Bahkan dengan hanya mendengar musik tersebut dari jarak jauh, ia sudah cukup menderita.
"Setiap kali mendengar suara himne tentara berbaris, ia akan segera menutup kuping dan bersembunyi di balik pintu," ujar Critchey. Contoh lain bisa dibaca dari buku Leloirier berjudul Treatise of Spectres. Di situ digambarkan ada orang yang selalu terkencing-kencing alias beser tanpa dapat dikendalikan (urinary incontinence) setiap kali ia mendengar bunyi tertentu.
Sebaliknya, dapatkah bagian tubuh tertentu menjadi lebih sehat bila bunyi musik dipaparkan?
Pada tahun 1529, Caelius Aurelianus menuliskan kisah seorang musikus yang punya kemampuan menyembuhkan bagian-bagian tubuh yang sakit. "Secara khusus ia akan memainkan suatu instrumen tepat di atas bagian tubuh yang terkena penyakit. Ketika musik dimainkan, bagian tubuh tersebut akan berdenyut dan bergetar. Hal ini secara perlahan akan menghilangkan sakit dan berangsur-angsur menyembuhkan." Demikian sebagian kutipannya.
Keampuhan terapi musik sebagai sarana pengobatan tertulis pula dalam buku On Inspiration karangan Theophrastus (tahun 160). Meski sekilas tidak masuk akal, mayarakat zaman itu sudah meyakini bahwa sakit encok di pinggang akan reda bila yang bersangkutan menderigarkan alunan bunyi flute yang dimainkan dengan amat lembut dan melodius. Hal ini herlaku juga untuk penyembuhan luka-luka gigitan ular. Beberapa abad kemudian, penulis Democritus dalam bukunya berjudul On Deadly Infections, pun menyiratkan hal yang sama, bahwa alunan suara flute yang begitu menyihir mampu mengobati beberapa penyakit. Seorang psikolog anak baru-baru ini melaporkan, pengalamannya menangani pasien berumur 11 tahun yang menderita schizoprenia cantatonis. Sudah tujuh tahun lamanya bocah ini bisu, tidak mau mengeluarkan sepatah kata pun. Dalam suatu konsultasi, sang psikolog memutar lagu Jesu, Joy of Man's Desiring. Mendengar musik itu bocah nampak berlinang air mata. Ketika alunan musik selesai ia berkata, "Inilah musik paling kuat yang pernah aku dengar. Sekarang aku bisa bicara."
v Alat Tenun yang Mempesona
Kelebihan musik atau bunyi juga dimanfaatkan oleh berbagai lembaga riset ilmiah. Ahli komputer Robert C. Morrison dari Univeritas East Carolina telah mengembangkan suatu program komputer yang mampu menerjemahkan pola data numerik ke dalam bentuk notasi musik. Dengan percobaan ini ia ingin membuktikan, telinga merupakan indera yang lebih sensitif dibandingkan dengan mata untuk keperluan pendeteksian. Di samping tetap mampu memaparkan analisis baik secara visual maupun matematikal, dengan medium bunyi seseorang akan bisa membedakan motif-motif yang berulang dalam analisis kimia.
Kemampuan metode musik ini jauh lebih dahsyat ketika sekelompok ilmuwan, David W Abraham, Ralph L. Hollis, dan Septimiu E. Salcudean dari Pusat Riset Thomas J. Watson di New York, mengombinasikan dengan alat yang punya kemampuan untuk merasa. Lembaga riset milik IBM ini mengembangkan alat canggih yang disebut "gelang magis," yang bisa mengkonversikan gambar-gambar rumit dari sebuah scanner mikroskop elektron alat yang mampu menampakkan permukaan atom sebuah benda ke dalam gerakan-gerakan tiga dimensi. Ini berarti orang yang mengenakan gelang tersebut bisa merasakan sendiri susunan permukaan atom logam dan campurannya, misalnya.
Kamis, 26 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar