Jumat, 27 November 2009

Herpes Genitalis & Bayi Cacat 2

Mirip gejala flu
Saat ini dikenal dua macam herpes yakni herpes zoster dan herpes simpleks; keduanya berasal dari virus yang berbeda. Zoster, atau dalam bahasa Jawa disebut dhompo, disebabkan oleh virus Varicella zoster. Sifat penyakitnya lebih ringan dibandingkan dengan jenis simpleks akibat Herpes Simplex Virus (HSV). Zoster tumbuh dalam bentuk ruam memanjang pada bagian tubuh kanan atau kiri saja.
HSV terdiri dari dua macam, yaitu HSV-1 dan HSV 2. HSV-1 umumnya menyerang bagian badan dari pinggang ke atas sampai di sekitar mulut (herpes simpleks labialis). Sedangkan HSV-2 lebih menyukai bagian pinggang ke bawah. Penderitaan makin parah bila sampai menyerang daerah genital, yang kemudian disebut herpes genitalis.
Penderita herpes genitalis kebanyakan adalah kalangan orang dewasa muda berusia 20 - 30-an, dan terutama ditularkan melalui kontak seksual. Namun, menurut dr. Sjaiful, terdapat kemungkinan herpes genitalis disebabkan oleh HSV-1 (sekitar 16,1%) akibat hubungan kelamin secara orogenital atau penularan melalui tangan.
Pada episode I infeksi primer, virus dari luar masuk ke dalam tubuh seseorang. Selanjutnya, terjadi penggabungan virus dengan DNA sel tubuh orang, mengadakan multiplikasi atau replikasi sehingga menimbulkan kelainan pada kulit. Virus akan menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf dan berdiam secara permanen dan bersifat laten. bagian kulit yang ditumbuhi bintil berisi cairan. Kemudian kulit tampak kemerahan dan muncullah lepuhan yang bergerombol dengan ukuran sama besar. Lepuhan yang berisi cairan ini mudah pecah sehingga menimbulkan erosi multipel (luka yang jumlahnya banyak).
Herpes genitalis primer memiliki masa tunas atau masa inkubasi antara 4 - 7 hari. Pada awalnya, penderita akan merasakan gejala seperti tidak enak badan, demam, sakit kepala, kelelahan, serta sakit otot, terutama di bagian kaki. Berlanjut dengan rasa gatal dan agak panas seperti ditusuk-tusuk pada bagian kulit yang ditumbuhi bintil berisi cairan. Kemudian kulit tampak kemerahan dan muncullah lepuhan yang bergerombo! dengan ukuran sama besar. Lepuhan yang berisi cairan ini mudah pecah sehingga menimbulkan erosi multipel (luka yang jumlahnya banyak). Ada kalanya kelenjar getah bening di sekitarnya dapat membesar dan terasa nyeri bila diraba.
Pada pria gejala akan tampak lebih jelas karena tumbuh pada kulit bagian luar kelenjar penis, batang penis, buah zakar, atau daerah anus. Sebaliknya, pada wanita gejala itu sulit terdeteksi karena letaknya tersembunyi. Herpes genitalis pada wanita biasanya menyerang bagian labia majora, labia minora, klitoris, malah acapkali leher rahim (serviks) tanpa gejala klinis. Gejala itu sering disertai.uretritis berupa rasa nyeri pada saluran kencing. Beruntung bila terjadi kasus episode I non-infeksi primer. Artinya, infeksi sudah lama berlangsung, tetapi sebelumnya timbul gejala klinis, tubuh sudah membentuk zat kekebalan (antibodi). Sehingga saat masuk episode II, kelainan yang timbul tidak seberat episode I dengan infeksi primer. Bila penderita pernah terkena HSV-1, antibodi sudah terbentuk, akibatnya infeksi HSV-2 akan lebih ringan dan sering muncul tanpa gejala. Namun karena bersifat permanen, bila suatu ketika timbul faktor pencetus, virus akan aktif dan berkembang kembali serta mengakibatkan infeksi ulang. Saat itu, karena tubuh penderita sudah memiliki antibodi spesifik, kelainan yang timbul dan gejalanya mungkin tidak seberat infeksi primer.
Adapun faktor pencetus kamhuhnya herpes antara lain stres emosi, kelelahan, trauma (luka), hubungan seksual berlebihan, demam, gangguan pencernaan, alkohol, obat-obatan, haid, serta sinar ultraviolet. Dibandingkan dengan gejala klinis serangan primer yang akan hilang setelah dua minggu, gejala serangan ulang ini sudah hilang dalam waktu 7 - 10 hari.
Frekuensi rata-rata kekambuhan herpes genitalis sekitar empat kali per tahun (John et al, 1993), meski ada juga yang mengalami hingga lebih dari 12 kali dalam setahun. Herpes genitalis pada orang dengan imunodefisiensi (gangguan fungsi kekebalan tubuh) bisa berakibat cukup progresif berupa lesi (semacam luka) lebih dalam, bahkan lebih luas, pada daerah sekitar kelamin dan dubur. Namun, pada imunodefisiensi ringan, keluhan yang muncul herupa tingginya frekuensi kambuh dengan penyembuhan lebih lama.

v Proteksi Individual
Kematian akibat infeksi HSV 2 pada orang dewasa memang jarang terjadi. Namun, herpes genitalis perlu penanganan serius, selain karena belum ada obat atau vaksin yang efektif, perkembangannya pun sulit diramalkan. Infeksi primer dini yang segera diobati mempunyai prediksi akibat yang lebih baik, sedangkan infeksi rekuren (berulang) hanya dapat dibatasi frekuensi kambuhnya.
Karena rasa nyeri dan gejala lainnya yang bervariasi, biasanya pasien akan mendapatkan obat analgetik, antipiretik, serta obat antivirus, sesuai dengan kebutuhan individual. Selain itu ada juga zat pengering antiseptik yang secara topikal mengeringkan lesi, mencegah infeksi sekunder, dan mempercepat penyembuhan.
Hasil pengobatan selama ini mampu mengurangi perkembangan virus secara dramatis, meski bukan merupakan jaminan tidak akan kambuh penyakitnya. Malah, menurut Kinghorn dkk. (1986), ada pengobatan yang selain mampu menyerang sel-sel terinfeksi saja, juga memperpendek waktu penyembuhan lesi. Namun, karena kemungkinan munculnya efek sampingan, semua pengobatan itu harus di bawah pengawasan dokter.
Suami atau istri dengan pasangan yang pernah terinfeksi herpes genitalis perlu melakukan proteksi individual berupa penggunaan dua macam alat perintang, yaitu spermicidal foam (busa pembasmi sperma) dan kondom. Spermicidal foam secara in vitro (di laboratorium) mampu mematikan virus, sedangkan kondom untuk menghambat atau mengurangi masuknya virus. Kombinasi kedua pencegahan itu, yang kemudian disusul dengan pencucian alat kelamin dengan air dan sabun setiap kali sesudah koitus, dapat mencegah penularan herpes genitalis hampir 100% (RAAB dan Lorincs, 1981). Sementara itu si pengidap harus berusaha menyingkirkan faktor-faktor pencetusnya.
Selain itu perlu pengobatan atau konsultasi psikiatrik untuk membantu mengatasi faktor psikis. Terutama pada pengidap kambuhan, faktor itu berperan dalam memunculkan serangan yang meski tidak separah episode primer, namun menimbulkan tambahan gangguan kejiwaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar