Ancaman terhadap bayi
Herpes genitalis pada mulut rahim yang acapkali tanpa gejala klinis bukanlah ancaman ringan, apalagi bagi wanita hamil. HSV-2 bisa mempengaruhi kondisi kehamilan maupun janin atau bayinya.
Bila penularan (transmisi) terjadi pada trisemester I kehamilan, hal itu cenderung mengakibatkan abortus. Sedangkan pada trisemester II bisa terjadi kelahiran prematur. Kelainan akibat herpes pada bayi sangat beragam, mulai dari lesi pada kulit hingga di antaranya ensefalitis (radang selaput otak), mikrosefali (kepala kecil), atau hidrosefali (busung kepala). Infeksi terhadap, bayi baru lahir bisa berakibat fatal. Terbukti dengan tercatatnya angka mortalitas sebesar 60%, sementara setengah dari yang hidup akan menderita cacat saraf atau kelainan pada mata.
Risiko tinggi penularan HSV ini terutama terjadi pada wanita hamil dengan infeksi primer, yaitu ibu yang belum memiliki antibodi terhadap HSV namun pasangannya seropositif; atau dilakukannya prosedur invasif saat persalinan terhadap bayi dari ibu dengan riwayat herpes genitalis atau seropositif HSV.
Penularan pada hayi sebagian besar (90%) terjadi saat proses kelahiran, 5% pada janin melalui plasenta atau 1angsung mengenai fetus (janin). Selebihnya, 5%, infeksi HSV diperoleh sehabis masa persalinan.
Kontak lama dengan cairan yang terinfeksi dapat rrreningkatkan risiko bayi tertular. Maka, pada wanita hamil yang menderita herpes genitalis primer, dalam enam minggu terakhir masa kehamilannya dianjurkan untuk menjalani bedah caesar sebelum atau dalam empat jam sesudah ketuban pecah.
Kendati begitu, bedah caesar memang tidak selalu dilakukan pada wanita pengidap herpes genitalis kambuhan.
Untuk menjamin kepastiannya, perlu dilakukan pemeriksaan virus dan darah mulai usia kehamilan 32 - 36 minggix. Selanjutnya, setidaknya fl ap minggu, dilakukan kultur cairan serviks dan kelamin luar. Bila kultur virus yang diinkubasi minimal empat hari m(~mberikan hasil negatif dua kali berturut-turut, serta tidak muncul lesi kelamin pada saat melahirkan, persalinan normal bisa dilakukan.
Pada infeksi primer, wanita hamil masih dipertimbangkan untuk mendapatkan obat tertentu. Hal ini telah disetujui pada pertemuan Internasional Herpes Management Forum di San Fransisco, AS, pada 13 -15 November 1994, mengenai penatalaksanaan herpes genitalis pada wanita hamil dengan mempertimbangkan apakah infeksi itu primer atau kambuhan, serta usia kehamilannya.
Tindakan terhadap bayi dari ibu yang menderita herpes genitalis ada bermacam-macam. Ada rumah sakit yang menganjurkan isolasi. Selanjutnya, pada bayi dilakukan pemeriksaan kultur virus, tes fungsi hati, dan cairan serebrospinalis (otak), selain pengawasan hetat selama bulan pertama kehidupannya. Spesimen untuk kultur virus diambil dari mata, mulut, dan lesi kulit.
Infeksi herpes simpleks pada bayi yang baru lahir memang sangat mengkhawatirkan dan memberikan prognosis yang buruk bila tidak segera diobati. Untungnya, pengobatan selama ini mampu menurunkan angka kematian, serta mencegah progresivitas penyakit berupa infeksi herpes pada susunan saraf pusat atau infeksi diseminata (menyeluruh).
Jumat, 27 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar