Sabtu, 28 November 2009

Etika di Jalan

v Etika di Jalan
§ Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak sombong di saat berjalan atau mengangkat kepala dengan sikap congkak atau memalingkan wajah dari orang lain karena takabbur. Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18).
§ Memelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Allah berfirman: “Katakanlah kepada orang laki-laki beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Yang Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.” (QS. An-Nur: 30-31).
§ Tidak mengganggu dengan membuang kotoran, sisa makanan di jalan, dan tidak buang air besar atau kecil di situ atau di tempat yang dijadikan tempat mereka bernaung.
§ Menyingkirkan gangguan dari jalan. Ini merupakan sedekah yang bisa memasukkan surga. Dari Abu Hurairah Ra bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “Ketika ada seseorang sedang berjalan di suatu jalan, ia menemukan dahan berduri di jalan tersebut, lalu orang itu menyingkirkannya. Maka Allah bersyukur kepadanya dan mengampuni dosanya.” Di dalam suatu riwayat disebutkan: maka Allah memasukkannya ke surga”. (Muttafaq ‘Alaih).
§ Menjawab salam orang yang dikenal ataupun tidak. Rasulullah Saw bersabda: “Ada lima perkara wajib bagi seorang muslim terhadap saudaranya, di antaranya menjawab salam.” (Muttafaq alaih).
§ Beramar makruf dan nahi munkar. Ini juga wajib dilakukan oleh setiap muslim sesuai kemampuannya.
§ Menunjukkan orang yang tersesat (salah jalan), memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan dan menegur orang yang berbuat keliru serta membela orang yang teraniaya. Dalam hadits disebutkan: “Setiap persendian manusia mempunyai kewajiban sedekah. Dan disebutkan diantaranya: berbuat adil di antara manusia adalah sedekah, menolong dan membawanya di atas kendaraannya adalah sedekah atau mengangkatkan barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah dan menunjukkan jalan adalah sedekah.” (Muttafaq ‘Alaih).
§ Perempuan hendaknya berjalan di pinggir jalan. Nabi pernah melihat laki-laki dan wanita yang berkumpul di jalan, maka beliau bersabda kepada wanita: “Meminggirlah kalian, kalian tidak layak memenuhi jalan, hendaklah kalian menelusuri pinggir jalan. (HR. Abu Daud, dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
§ Tidak ngebut bila mengendarai mobil khususnya di jalan yang ramai dengan pejalan kaki, melapangkan jalan untuk orang lain dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk lewat. Semua itu tergolong di dalam tolong-menolong di dalam kebajikan

v Etika Minta Izin
§ Hendaklah memilih waktu yang tepat untuk minta izin.
§ Hendaklah lebih dahulu mengetuk pintu rumah orang yang akan dikunjunginya secara pelan. Anas Ra mengatakan: Sesungguhnya pintu-pintu kediaman Nabi Saw diketuk (oleh para tamunya) dengan ujung kuku.” (HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad).
§ Hendaknya orang yang mengetuk pintu tidak menghadap ke pintu, tetapi berpaling ke kanan atau ke kiri agar pandangan tidak terjatuh kepada apa yang ada dalam rumah, yang acapkali penghuninya tidak ingin orang lain melihatnya. Minta izin itu sendiri sebenarnya dimaksudkan untuk menjaga pandangan.
§ Sebelum minta izin hendaknya memberi salam terlebih dahulu. Rib`iy berkata: Telah bercerita kepadaku seorang dari Bani `Amir, bahwasanya ia pernah minta izin kepada Nabi Saw di saat beliau ada di rumah. Orang itu berkata: Bolehkah saya masuk? Maka Nabi Saw berkata kepada pembantunya: “Jumpailah orang itu dan ajari dia cara minta izin, dan katakan kepadanya: Ucapkan Assalamu `alaikum, bolehkah saya masuk?” (HR. Ahmad dan Abu Daud, dishahihkan oleh Al-Albani).
§ Minta izin itu sampai tiga kali, jika sesudah tiga kali tidak ada jawaban maka hendaknya pulang. Rasulullah Saw bersabda: “Apabila salah seorang di antara kamu minta izin sudah tiga kali, lalu tidak diberi izin, maka hendaklah ia pulang.” (Muttafaq’alaih).
§ Apabila orang yang minta izin itu ditanya tentang namanya, maka hendaklah ia menyebutkan nama dan panggilannya, dan jangan mengatakan: “Saya”. Jabir Ra menuturkan: “Aku pernah datang kepada Nabi Saw untuk menanyakan hutang yang ada pada ayah saya. Maka aku ketuk pintu (rumah Nabi). Lalu Nabi berkata: “Siapa itu?”. Maka aku jawab: Saya. Maka Nabi berkata: “Saya! Saya!” dengan nada tidak suka.” (Muttafaq’alaih).
§ Hendaklah peminta izin pulang apabila permintaan izinnya ditolak. Allah telah berfirman:
“Dan jika dikatakan kepada kamu “pulang”, maka pulanglah kamu, karena yang demikian itu lebih suci bagi kamu.” (QS. An-Nur: 28).
§ Hendaklah peminta izin tidak memasuki rumah apabila tidak ada orangnya. Perbuatan ini termasuk melampaui hak orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar