Sabtu, 28 November 2009

Etika Berbicara

Etika Berbicara
§ Hendaknya pembicaran selalu di dalam kebaikan. Allah berfirman:
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali bisik-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma`ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia.” (An-Nisa: 114).
§ Hendaknya berbicar dengan suara yang dapat didengar, tidak terlalu keras dan tidak terlalu rendah, ungkapannya jelas dapat difahami oleh semua orang, dan tidak dibuat-buat atau dipaksakan.
§ Jangan berbicara sesuatu yang tidak bermanfaat. Hadits Rasulullah Saw menyatakan: “Termasuk kebaikan islamnya seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
§ Tidak perlu membicarakan semua apa yang didengar. Hadits Abu Hurairah Ra menuturkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Cukuplah dosa seseorang apabila membicarakan semua apa yang didengar.” (HR. Muslim).
§ Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekalipun berada di pihak yang benar, dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda. Rasulullah Saw bersabda: “Aku menjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa saja yang menghindari bertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan penjamin istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipun bercanda.” (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
§ Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa. Aisyah Ra. telah menuturkan: “Sesungguhnya Nabi Saw apabila membicarakan suatu pembicaraan, sekiranya ada orang yang menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya.” (Muttafaq ‘Alaih).
§ Menghindari perkataan jorok (keji). Rasulullah Saw bersabda: “Seorang mukmin itu tidak tukang mencela atau tukang mengutuk atau keji pembicaraannya.” (HR. Bukhari di dalam Al-Adab Mufrad).
§ Menghindari sikap memaksakan diri dan banyak bicara. Di dalam hadits Jabir Ra disebutkan: “Dan sesungguhnya manusia yang paling aku benci dan yang paling jauh dariku (Rasulullah Saw) di hari Kiamat kelak adalah orang yang banyak bicara, orang yang berpura-pura fasih dan orang-orang yang mutafaihiqun.” Para shahabat bertanya: Wahai Rasulllah, apa arti mutafaihiqun? Nabi menjawab: “Orang-orang yang sombong.” (HR. Tirmidzi, dinilai hasan oleh Al-Albani).
§ Menghindari perbuatan menggunjing (ghibah) dan mengadu domba. Allah berfirman: “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.” (Al-Hujurat: 12).
§ Mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik dan tidak memotongnya, juga tidak menampakkan telah mengetahui apa yang dibicarakannya, tidak menganggap rendah pendapatnya atau mendustakannya.
§ Jangan memonopoli dalam berbicara, tetapi berikanlah kesempatan kepada orang lain untuk berbicara.
§ Menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan yang menyakitkan perasaan dan tidak mencari-cari kesalahan orang lain dan kekeliruannya. Ini dapat mengundang kebencian, permusuhan dan pertentangan.
§ Menghindari sikap mengejek, memperolok-olok dan memandang rendah orang yang berbicara. Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka. Dan jangan pula wanita-wanita mengolok-olokan wanita-wanita lain, boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok). (QS. Al-Hujurat: 11).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar