Minggu, 29 November 2009

Bunga Badul, Sang Kembang Gaceng 1

Waktu kita menyebut tanaman itu selalu ereksi, Kembang gaceng, Badul dan iles-iles, tidak ada orang yang tertarik. Tapi setelah kita menyebutnya Amorphophallus variabilis banyak orang memanjangkan leher dan menaruh perhatian. Sehubungan dengan pemakaian Amorphophallus sebagai penghias uang kertas lima .ratusan, orang ingin tahu pula, benarkah si Badul kita mempunyai bunga begitu besar? Mungkin cerita tentang si "Badul di bawah ini bisa menyadarkan.kita, betapa pentingnya tanaman itu. Tidak saja sebagai bahan ekspor, tapi juga sebagai bahan studi.
Bukan Amorphophallus variabilis, melainkan Amorphophallus titanum, yang ditemukan untuk pertama kalinya di hutan belantara, Sumatra dulu, tapi sampai sekarang belum juga ada nama Indonesianya yang resmi. Mungkin bisa dipakai nama 'Badul Sumatra', sebelum ada nama lain yang lebih pantas.
Bunganya memang berukuran raksasa (ada yang setinggi 3 meter) sampai ia ditempeli nama titanum, Anehnya, bunga itu muncul secara bergantian dengan daun, dari umbi batang yang terbenam dalam tanah. Hanya saja pergilirannya tidak adil. Setelah bunga layu, memang giliran daun yang muncul, tapi kemudian giliran daun lagi, daun lagi beberapa kali dulu, sebelum tiba giliran bunga lagi. Lebih banyak giliran daunnya daripada bunganya. Diduga, bahwa bunganya baru muncul pada musim hujan, kalau cahaya matahari dalam hutan sudah amat berkurang, sampai fotosintesis daun menurun banyak sekali, sehingga tanamannya merana. Pada saat hampir mati itu, tanaman berumbi semacam Amorphophallus berkembang biak secara generatif (berbunga dan berbuah), untuk mempertahankan jenisnya jangan sampai punah dari muka bumi. Kalau sudah mekar, bunga itu berharap diserbuki oleh serangga. Untuk menarik perhatian serangga, ia menyebar bau busuk, sampai disebut juga Kembang Bangkai. Setelah diserbuki, ia tidak berbau lagi. Seluruh bunga itu layu, rontok berantakan menjadi massa yang amorf.
Setelah cahaya matahari cukup lagi untuk menjalankan fotosintesis (kalau hujan lebat musim hujan mulai berkurang), maka giliran daun lagilah yang muncul, pada bekas tempat pemunculan bunga itu. Daunnya mempunyai tangkai bulat yang lumayan panjangnya, sampai dikira 'batang'. Dalam hutan Sumatra, pernah ditemukan tangkai daun titanun (yang sudah tua sekali umur umbinya) setinggi 5 meter. Pada umbi muda yang baru saja ditanam di pekarangan, tangkai itu biasanya hanya serendah 2 meter.
Tanaman raksasa ini sampai sekarang belum dimanfaatkan, kecuali sebagai aneh-anehan di kebun, atau sebagai obyek lukisan uang, perangko, majalah.

v Suweg yang tidak gatal
Tidak demikian dengan orang Jawa, Amorphophallus Campanulatus, yang umbinya sudah sejak dulu dimakan seperti umbi talas, disayur, dikolak atau digoreng sebagai jajanan. Para petani Jawa Timur mempunyai kepercayaan bahwa suweg yang ditanam di tempat yang bersih selalu tidak apa-apa (kalau dimakan), tapi yang ditanam di tempat yang kotor, mestinya gatal. Tapi di samping varietas kebun yang bisa dimakan dengan aman ini (Amorphophallus Campanulatus varietas hortensis), memang ada varietas hutan, (Amorphophallus campanulatus varietas silvestris), yang gatal.
Tanda perbedaannya? Tangkai daun varietas hutan itu tidak licin, tapi berbintil-bintil. Kalau diraba, terasa kasar seperti parut. Untuk mencegah jangan sampai anak-anak salah pilih, varietas hutan, silvestris, ini disebut Walur. Umbinya tidak boleh dimakan langsung, tapi diamankan dulu, dengan jalan diiris-iris. Bibit. Ganong ini muncul pada umbi induk yang sudah susut. Lalu karena dikuras persediaan bahan bagi pembentukan buah. Kira-kira lima bulan sesudah ditanam, Suweg bisa dipanen dan dijemur. Kemudian ditumbuk menjadi tepung, setelah direndam dalam air panas, kemudian dijemur lagi. Dalam bentuk tepung kering inilah, walur baru bisa dimakan dengan aman, setelah diolah menjadi bentuk makanan pengganti nasi.
Sayang, rasa gatal di tenggorokan masih saja mengganggu, karena cara. menyarikan zat pati yang akan disantap itu dari sisa bagiannya yang lain tidak sempurna. Kalau saja pemisahan ini bisa dilakukan dengan saksama, mungkin kita bisa menikmati suweg seperti orang Jepang menikmati konyakunya dari iles-iles.. Untuk bertanam suweg varietas kebun, hortensis, digunakan ganong (umbi anakan)-nya seagai
Menanam umbi Suweg tidak boleh melumah, menghadapkan bagian atasnya ke atas, melainkan harus terbalik. Maksudnya, agar tanaman nanti jangan tergesa-gesa berbunga, sebelum umbinya cukup, besar untuk dipungut.. Dengan ditanam terbalik itu, pembentukan bunga memang bisa dihambat.

1 komentar:

  1. Kalau ada info tanaman badul saya siap nampung berapapun kilo WA. 085647627637

    BalasHapus