Mode tanaman yang sedang in agaknya juga didorong oleh sifat orang yang tak mau ketinggalan zaman, juga dalam hal memiliki tanaman hias. Tadahal bagus tidaknya sebuah taman tidak tergantung pada trend, tapi penempatan yang cocok dan perawatan yang baik," ujar Sansan.
Munculnya tren tanaman paling tidak telah ikut andil dalam menggiring nurani orang untuk memantau tanaman, khususnya di kota-kota besar, konsekuensinya, setiap kali orang menunggu jenis tanaman, apa lagi yang akan keluar. Ini berbeda dengan yang teriadi di luar negeri. Di sana trend tanaman berotasi, mengikuti pergantian musim. Ketika musim tulip, semua piara tulip. Kalau musim mawar, semuanya berganti mawar.
Menurut Sansan, mestinya trend tanaman di Indonesia berpola semacam itu. Sebab kalau tidak, sangat mustahil menciptakan jenis tanaman baru yang berbunga terus menerus. Namun yang pasti, booming tanaman hias membuat orang semakin ngeh tentang dunia lanskap. Setidaknya, muncul kesadaran bahwa rumah perlu baju bagus.
Cuma Sansan mengingiatkan, semewah apapun sebuah taman, diperlukan kesadaran si empunya rumah untuk memelihara. Kalau sisi ini tidak diperhatikan, keberadaa taman bisa tidak langgeng dan mudah meranggas.
"Karyawan saya mungkin bisa merawat seminggu sekali, namun jika yang punya tidak pernah melihat keluar, taman tidak akan mungkin menjadi bagus. Bagaimanapun taman melambangkan yang punya rumah. Mencabuti rumput, merapikan daun, atau menyinkirkan ranting yang kering memupuk, dan sebagainya menjadi bagian penting dari pemeliharaan taman.
v Taman kecil dilayani
Dalam soal jumlah dan jenis tanaman, kebun Widjaja milik Sansan seluas 7 ha di kawasan Sentul, boleh jadi mempunyai koleksi tanaman hias paling lengkap di Jakarta. Sampai ia tak ingat berapa banyak jenis tanaman hias di kebunnya. Mulai dari berjenis-jenis anggrek, palem, tanaman air, sampai flamboyan kuning. Kalau Anda pemerhati tanaman, waktu sehari bakal tidak cukup untuk mengagumi seluruh koleksinya. Dari kebun satu-satunya ini, Sansan memasok seribu satu jenis tanaman ke para pelanggannya. Mereka umumnya konsumen langsung, arsitek lanskap, atau pedagang besar. Pangsa pasar terbesamya terkonsentrasi di Jakarta dan Surabaya. Kamboja hasil persilangan juga mulai dicari orang, termasuk pemburu tanaman yang mencari jenis-jenis baru. Mereka mulai bisa menerima jenis-jenis kamboja tanpa mengidentikkan dengan tanaman kuburan. Barangkali mereka tahu, kamboja Sansan diimpor dari luar negeri. "Harganya Rp 150 ribu per pot. Ini sudah murah, di Hawaii US $ 50 per potong sepanjang 30 cm," katanya. Dari dagang tanaman Sansan merambah lahan bisnis lain yang masih berdekatan dengan urusan tanaman, yaitu sebagai penata taman. Dalam soal yang satu ini pun namanya tak kurang kondang, meski kepiawaiannya menata taman "cuma" diperoleh dari. beberapa kali mengikuti kursus pertamanan di luar negeri. Taman Bunga Nusantara di Cipanas, Jawa Barat, dan taman di sebuah hotel mewah di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, adalah contoh hasil rancangannya. Profesi itulah rupanya yang ikut memudahkan Sansan memantapkan trend baru tanaman hias. Setiap kali.merancang taman, Sansan tak lupa menyertakan tanaman yang hendak dia orbitkan. Karena penataannya memang pas dengan tanaman hias itu, orang pun tertarik justru pada tanamannya. Wajar kalau kemudian kliennya yang hendak membuat taman memintanya untuk menyertakan tanaman "pendatang baru". Dari sinilah trend bergulir.
Celakanya, meski bisa memberinya kepuasan dan kebanggaan tersendiri, terbentuknya trend terkadang malah menjadi bumerang, karena tak menguntungkan secara komersial. "Soalnya, pohonnya sudah saya jual ke petani-petani. Misalnya, saya punya jenis tanaman baru. Anda punya kebun dan minta dibagi. Ya, saya bagi. Anda, beli Rp 100.000,-. Lalu Anda membagi lagi untuk teman Anda. Begitu seterusnya. Jadi akhirnya lebih banyak yang di petani. Di kebun saya cuma ada parent stocknya."
Sebagai penata taman profesional, Sansan juga tak menolak job sekecil apa pun. "Saya pernah bikin taman seukuran 50 cm x 8 m atau seluas 4 m. Justru. saya lebih tertantang, menata luasan kecill dengan hasil baik jauh lebih susah," katanya. Konsep taman yang ia kedepankan memang membuat rumah tampak lebih luas dan asri. Itulah sebabnya ia memperkenalkan apa yang disebut dengan clean tropical garden. Perpaduan bermacam pohon namun terkesan tidak semrawut. Dengan konsep itu ia menjamin taman gampang dirawat dan tak memerlukan banyak pemangkasan.
Konsep itu jelas berbeda dengan taman gaya Jepang, di mana nilai seninya ada dalam pembentukan pohon itu. Cuma untuk ke sana perlu belajar tahunan. "Kalau pun ada yang bisa bikin, saya nggak yakin mereka bisa merawat. Bayangkan, taman pasir yang ada di kuil pasirnya harus digaruk terus-terusan. Mereka bisa lantaran iklimnya mendukung, lha kita hujannya besar dan lebat, apa mungkin?" ujar Sansan.
Yang jelas, kendati umum nya pasrah di tangan Sansan, selera klien dalam soal menata taman tetap diutamakan. Menurut pengalamannya, tak jarang ada klien yang bawel dan resek, tamannya kecil, tapi banyak maunya. Ada juga klien yang ingin dibuatkan tujuh bukit di tamannya, konon sesuai hitung-hitungan hongsui. "Ketika bukit baru dibuat, ia mengeluh bukitnya kurang miring. Begitu dimiringkan, ia maunya lebih tegak," ungkap Sansan. Sebatas masih menyangkut aturan-aturan dasar, masih ia toleransi. Misalnya, tidak menanam pohon besar di muka pintu, secara estetika pun tak sedap dipandang. Atau menghindari bougenfil sesuai dengan kepercayaan tertentu orang jawa. Toh sebagai seorang profesional di bidang lanskap, Sansan tahu apa yang disukai pelanggan. Hampir tak ada permintaan klien yang tak bisa dipenuhi. Koleksi tanaman hiasnya sudah lebih dari cukup untuk memenuhi permintaan akan berbagai jenis taman. Asam dan garam menata taman pun sudah dia reguk cukup lama. Ini memudahkan dia untuk mengakomodasikan setiap permintaan klien. Anak ketiga dari lima bersaudara, yang semula tidak disetujui orang tuanya berbisnis tanaman, ini pun menjadi besar.
Minggu, 29 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar