Kamis, 26 November 2009

Beban Kejiwaan Penderita Impotensi

Beban Kejiwaan Penderita Impotensi
Di Indonesia, jumlah pen­derita impotensi sulit diketahui. Selain belum ada catatan atau penelitian secara khusus, gejala impotensi masih meru­pakan masalah tabu untuk dibicarakan bahkan dengan dokter sekalipun. Hal ini pula antara lain yang membuat penanganannya menjadi tidak mudah. "Padahal keterbukaan pasien amat diperlukan untuk kepentingan diagnosis," kata Susilo.
Begitu kompleksnya masa­lah impotensi ini, sehingga penanganannya pun menjadi sulit, karena mesti dilacak dulu macam penyebabnya atau gangguan dan penyakit yang mendasarinya. Namun, melalui klinik khusus yang ditangani tim dokter ahli di bidangnya masing-masing itu, penanganan impotensi diha­rapkan bisa terpadu dan ter­arah, sehingga menjadi lebih mudah.
Untuk melacak macam penyebabnya, pasien yang mengaku menderita lemah syahwat harus di-screening melalui macam-macam pe­meriksaan lebih dulu. "Kalau diketahui bahwa penyebabnya ini psikis atau masalah kejiwa­an, dikirimlah pasien itu ke psikiater. Jika karena ganggu­an hormonal, ia dikirim ke kigian andrologi. Andaikata impotensi itu. terjadi karena rusaknya sistem persarafan untuk kepentingan ereksi, pasien harus ditangani oleh ahli saraf dan seterusnya," kata Rudy Yuwana.
Screening itu meliputi pemeriksaan laboratorium dan wawancara. Melalui wawancara dengan pasien, paling tidak bisa diketahui latar belakang penyebab impotensi. Toh itu masih perlu diperkuat dengan. hasil tes laboratorium, seperti pemeriksaan darah, air seni, kadar hormon. Kecuali itu masih ada tes lain yang dinamai Nocturnal Penile Tumescence Test (NPT Test), yang menuntut pasien mengi­nap semalam di rumah sakit. "Pasien tak perlu takut, tes ini tidak sakit. Tes ini untuk mengukur ketegangan penis sewaktu pasien tidur," kata Yuwana.
Pengukuran ketegangan penis dilakukan dengan alat yang bekerja secara elektronik. "Dalam keadaan normal, beherapa kali penis akan menegang sewaktu. pemiliknya tidur. Kalau impotensi itu karena sesuatu penyakit, penis tidak akan menegang, semen­tara kalau karena gangguan psikis, penis tetap akan meng­alami ketegangan di scat ti­dur," ujar Rudy Yuwana. Dengan NPT Test ini bisa diketahui apa penyebab impotensi. Demi kesejahteraan keluarga Sebelum disimpulkan penderita lemah syahwat harus menjalani operasi pemasangan protesa, tentunya upaya pengobatan atau terapi sesuai dengan penyebab yang mendasarinya harus dilakukan lebih dulu. Macam-macam psikoterapi seperti psikogenik atau psikodinamik menjadi tugas psikiater untuk mena­ngani penderita impoten aki­bat konflik psikologis. Obat-­obat hormonal bisa diberikan kepada pasien lemah syahwat karena gangguan hormon, sementara terapi dengan obat-obatan untuk melancar­kan pembuluh darah diberikan kepada penderita karena gangguan pada pembuluh darah balik (arterial).
Di samping itu dikenal juga terapi intracorporal injection untuk mengatasi impotensi. Caranya dengan menyuntik sendiri alat kelaminnya de­ngan obat suntik prostaglandin E1 (PGE1), papaverin atau phentolamin. Sifat obat ini melancarkan aliran darah ke penis. “Namun, tidak semua pasien mau melakukan cara pengobatan dengan menyuntik alatnya sendiri macam ini, yang dilakukan setiap kali hendak melakukan hubungan seks," kata Yuwana.
Begitupun, tidak semua pengidap lumpuh seks ini bisa diobati dengan suntikan seper­ti ini, terutama bagi mereka yang vena (pembuluh darah balik) - pada penisnya menga­lami kebocoran (Venous leak ­age). Malah adakalanya menimbulkan "kerepotan". Suntikan itu kadang membuat "rudal" milik pria itu terus menegang (prolonged erect­ion), meski sudah mengalami ejakulasi. Namun tak perlu khawatir, dokter punya obat antinya, antara lain epinefrin atau maramin.
Kalau toh dengan segala cara pengobatan tadi si "Joni" tetap saja tidur; apa boleh buat: operasi pemasangan alat bantu ereksi berupa protesa layak dilakukan. "Dasar per­timbangan kami melakukan operasi terutama adalah demi kesejahteraan keluarga yang bersangkutan," tutur Yuwana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar