Asuransi Syari’ah
Asuransi syariah merupakan asuransi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Di dalamnya terdapat usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah nasabah, atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru' (dana kebajikan) yang memberikan pola pengembalian, untuk menghadapi risiko tertentu, dengan diawali sebuah akad (ikatan) yang sesuai dengan syariah. Bagaimana prospeknya?
Asuransi syariah sangat berbeda dengan asuransi konvensional karena pada asuransi konvensional dilakukan praktik-praktik yang diharamkan dalam Islam, di antaranya, pertama, ketidakpastian (gharar) tentang hak pemegang polis (peserta) dan sumber dana yang digunakan untuk menutup klaim dari peserta. Kedua, judi (maysir) karena dimungkinkan ada pihak yang diuntungkan di atas kerugian orang lain. Ketiga, riba yaitu diperolehnya pendapatan dari membungakan dana investasi yang diberikan.
Asuransi syariah (takaful) mengandung prinsip saling memikul risiko di antara sesama umat sehingga antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas risiko yang lainnya. Semua ini dilakukan atas dasar tolong-menolong dalam kebaikan di mana masing-masing mengeluarkan dana/sumbangan/derma (tabarru') yang nilainya disepakati bersama untuk menanggung risiko tersebut.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa dan jangan tolong-menolonglah kamu dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS. Almaidah: 2).
v Tujuh Prinsip
Ada tujuh prinsip yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional. Pertama, keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan produk yang ada dalam pengelolaan investasi dana. DPS ditemukan pada asuransi syari-ah tapi tidak pada asuransi konvensional.
Kedua, akad yang akan dilaksanakan. Akad yang dilaksanakan pada asuransi syariah berdasarkan prinsip tolong menolong (takaful), sedangkan pada asuransi konvensional berdasarkan akad jual beli (tadabbuli).
Ketiga, prinsip perhitungan investasi dana. Pada asuransi syariah, dasar perhitungan investasi dana berdasarkan prinsip bagi hasil. Pada asuransi konvensional dasar perhitungan investasi dana berdasarkan riba.
Keempat, kepemilikan dana. Pada asuransi syariah dana investasi yang terkumpul dari peserta (premi) merupakan milik peserta seutuhnya, sementara perusahaan asuransi hanya merupakan pemegang amanah, atau sebagai pengelola dana (mudharib). Pada asuransi konvensional, dana investasi yang terkumpul dari peserta (premi) menjadi milik perusahaan sehingga perusahaan bebas menentukan alokasi investasi penggunaan dana.
v Keuntungan Usaha
Kelima, pembayaran klaim. Pembayaran klaim yang dilakukan oleh asuransi syariah diambil dari rekening tabarru' (dana kebajikan) seluruh peserta. Sejak awal menyimpan dana investasinya, peserta sudah diminta keikhlasannya bahwa akan ada penyisihan dana yang akan digunakan untuk menolong peserta lain, jika terkena musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambil dari dana milik perusahaan.
Keenam, keuntungan yang diperoleh perusahaan asuransi. Pada asuransi syariah, keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan dari investasi dana peserta akan dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai dengan prinsip bagi hasil, dengan proporsi yang telah disepakati bersama di awal. Sedangkan pada asuransi konvensional keuntungan yang diperoleh perusahaan menjadi milik perusahaan seutuhnya.
Ketujuh, kemungkinan adanya dana yang hangus. Pada asuransi syariah tidak mengenal adanya dana yang hangus, meskipun peserta asuransi menyatakan akan mengundurkan diri, karena sesuatu dan lain hal. Dana yang telah disetorkan tetap dapat diambil kecuali dana yang se-jak awal telah diikhlaskan masuk ke dalam rekening tabarru' (dana kebajikan).
Sedangkan pada asuransi konvensional dikenal adanya dana yang hangus, jika peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa jatuh tempo (reserving period).
Dewan Syariah Nasional Majemelis Ulama Indonesia (DSN MUI) menyatakan, sistem pengelolaan bank syariah dan konvensional berbeda. Dalam melakukan pengelolaan dana, bank syariah menggunakan prinsip syariah. Prinsip tersebut melarang bank syariah mengenakan bunga kepada nasabah. Sedangkan, bank konvensional menghalalkan bunga bank. Bank syariah dan bank konvensional itu bedanya seperti langit ketujuh dengan sumur bor. “Beda sekali,"kata Ketua Umum DSN MUI, KH Ma'ruf Amin.
Ma'ruf juga menegaskan, tidak ada larangan dalam ajaran Islam untuk berbisnis atau mencari keuntungan. Syaratnya, hal tersebut dijalankan sesuai prinsip Islam. Selain tidak boleh mengenakan bunga, bisnis syariah juga harus didasarkan pada prinsip keadiian dan keseimbangan.
"Dalam ajaran Islam diperbolehkan untuk berbisnis mencari profit (keuntungan). Bahkan, karena ada profit itulah, kita bisa memberikan zakat dan se-dekah," katanya.
Mengenai penerapan sistem syariah oleh bank syariah, menurut Ma'ruf masyarakat tidak perlu khawatir. Sebabnya, masing-masing bank syariah wajib memiliki dewan pengawas syariah (DPS). Mereka bertugas melakukan pengawasan penerapan prinsip syariah dalam seluruh kegiatan pengelolaan dana bank syariah. Mereka merupakan wakildari DSN MUI.
"Di dalam bank syariah itu ada DPS yang merupakan wakil dari DSN MUI. Jadi, masyarakat tidak perlu khawatir," katanya.
Minggu, 29 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar