Kamis, 26 November 2009

Laboratorium Tidur di Amerika

Laboratorium Tidur di
Amerika


Hari pukul 23.15. Di belakang setiap telinga sipasien sudah dipasang elektroda dan satu pada setiap mata, dua pada dagu dan tiga pada pelipis. Ke sembilan elek­troda tersebut tugasnya ialah mengukur tegangan otot dan satu elektroda lagi yang ditaruh dalam lubang hidung kanan inencatat frekuensi pernafasan.
Kemudian Dr. Peter Hauri, pemimpin dari Dartmouth Sleep Laboratory di Hanover memasang dua alat peraba elektronis pada kepala sipasien tepat pada belahan otak untuk mengukur kegiatan otak. Seorang wanita bertanya dengan takut-takut: "Dokter tahu, bahwa dalam keadaan biasa saja saya sudah sukar tidur. Bagaimana saya memejamkan mata dengan alat-alat seperti ini."
"Jangan takut" kata Dr. Hauri dengan tenang. "Juga anda akan tidur, karena dalam laboratorium ini semua orang akan tidur".
Dr. Hauri mengikutinya sambil membawa tali-tali seperti mengiring pengantin, melalui gang menuju ke kamar sebelah, kamar tidur kecil yang kelihatannya menyenangkan. Ia membantu si pasien untuk naik keranjang dan berkata bahwa via tilpon semalam suntuk ia bisa dihubungi. Ia akan segera datang kalau dipanggil. Sambil omong-omong ia menghubungkan tali-tali dengan papan tombol dekat ranjang.
Kemudian ia kembali ke La­boratorium. Lalu mengamat-amati catatan grafik elektro enzephalograf, alat yang mencatat arus listrik otak. Melalui suatu monitor ia juga mengikuti naik turunnya ritme jantung, suhu tubuh, frekuensi nafas dan tegangan otot. Tetapi si pasien masih tetap guling ke sana guling ke sini. Hal ini tampak dari petunjuk alat yang mencatat tegangan otot.
Selama Dr. Hauri membereskan beberapa schakelaar ia menceritakan sesuatu tentang kisah pasiennya ini. Ia sudah 30 tahun secara kronis sukar tidur. Pada usia permulaan limapuluhan sekarang, ia setiap malam hanya bisa tidur 3 jam Itupun dengan bantuan dosis berat pil tidur.
Kata Hauri: Pikirnya hanya pil tidur yang bisa meringankan penderitaannya. Padahal andaikata pil itu tidak bisa menidurkannya pada taraf ini, fungsi pil tersebut hanya psychis. Soalnya menurut penyeidikan kalau orang selama 3 sampai 4 minggu menelan pil tidur terus menerus, efeknya tidak ada lagi.
Orang yang tidak bisa tidur suka menelan 1 tablet. Setelah beberapa minggu menjadi be­berapa tablet. Kemudian setelah waktu tertentu tidak ada efeknya lagi, tetapi tanpa pil itu tambah tidak bisa tidur lagi. Demikian Dr. Hauri. Dalam hal ini pil tersebut tidak mempan lagi tetapi si pasien sudah kecanduan. Ini tidak berarti bahwa pil tidak mempunyai fungsi psychis. Si pasien menelan supaya lebih tenang. Dan ia tertidur sebentar karena ia percaya obatnya akan menidurkannya. Tetapi pil tersebut secara physiologis sebetulnya gama sekali tidak bekerja. Sebaliknya, kekacauan tidurnya tambah hebat kalau si pasien tetap me­nelan pil.
Sambil cerita panjang lebar itu Dr. Hauri tetap mengawasi pencatat grafik. Sebelum satu jam ternyata si pasien tertidur. Otot-ototnya sudah tenang. Grafik arus otak frekuensinya campuran, khas untuk "fase I" kalau orang tidurnya masih layap-layap. Seakan-akan masih terombang-ambing antara tidur dan terjaga. Dalam keadaan normal orang hanya beberapa menit dalam keadaan itu. Pada pasien ini sampai setengah jam.
Kemudian ia masuk "fase II". Sekarang menurut ahli tidur, ia sudah tidur nyenyak. Fase ini dianggap "fase tengah". Beberapa penyelidik menganggap bahwa ini fase yang bisa terus sampai fase III dan IV. Khas bagi fase lebih nyenyak ini ialah gelombang delta dari otak.
Pada pasien ini rupanya taraf tidur lebih nyenyak ini ti­dak bisa diharapkan. "Mungkin karena konsumsi pil terlalu banyak, sehingga fase Delta ini sudah kacau sama sekali" kata Dr. Hauri.
Dokter ternyata benar. Setiap orang sehat akan langsung masuk fase III dan IV untuk kemudian kembali lagi setelah melalui fase mimpi atau fase REM (Rapid Eye Movement). Dalam fase ini bola mata akan bergerak-gerak di bawah pelupuk tertutup. Ini biasanya terjadi sekitar 90 menit setelah mulai tidur.
Pasien dari Dartmouth ini rupanya dari fase II langsung masuk fase mimpi yang ditandai oleh pernafasan yang kurang teratur dan getaran nadi yang cepat. Ini berlangsung setengah jam, lalu ia tiba-tiba bangun. Bangun tengah malam bagi orang sehat bukan sesuatu yang luar biasa. Orang dewasa umumnya selama semalam bisa bangun 3 sampai 5 kali. Tetapi umumnya tertidur lagi dan sering tidak teringat lagi.
Tetapi pasien Dr. Hauri ini gulang-guling sampai pukul 3 pagi. Kemudian ia mengambil dua pil tidur. Tak lama kemu­dian ia tidur lama dalam fase I, kemudian fase II, lebih singkat. Lalu kembali ke fase I tanpa fase REM. Obat yang beredar dalam tubuhnya rupanya menekan fase mimpi itu.
Semua pil tidur, termasuk antihistamin yang ringan, yang dijual tanpa resep, menekan fase REM itu. Hal ini juga berlaku untuk obat penenang dan antidepressiva, alkohol maupun obat penyegar.Yang menarik ialah bahwa pasien tersebut mengira bahwa sebelum menelan pil pukuI 03.00 ia belum tidur. Padahal dari catatan sudah jelas bahwa ia tidur nyenyak sejam setelah masuk ranjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar