Sabtu, 26 Desember 2009

Pentingnya Kegembiraan


Pak Azhar sudah berusia 85 tahun. Ketika jatuh sakit berat, ia mengatakan kepada dokter, Andaikan boleh mengulang hidup ini, saya akan lebih berani berbuat kesalahan dan lebih santai mencoba-coba.
Pak Azhar tergolong orang yang hidup serba praktis dan teratur. Ibaratnya, ia bagaikan tak pernah lupa berbekal termometer, jas hujan dan parasut. Sayang, meski hidupnya serba cukup, ia kurang mengecap kegembiraan.

v Gampang Kaya daripada Gembira
Kalau kebahagiaan lebih menyangkut keadaan menyenangkan dalam jangka waktu lama, kegembiraan dikaitkan dengan rasa senang yang singkat. Kalau saat ini kita bergembira, lima menit lagi bisa saja tidak. Walaupun di dalam hidup, kita terus-menerus beralih-alih dari gembira ke susah atau sebaliknya, bila kegembiraan lebih sering terjadi daripada kesusahan atau yang semacamnya, kita boleh mengatakan bahwa hidup kita "bahagia".
Jadi kegembiraan dapat mengantarkan kita pada kebahagiaan. Bahkan kegembiraan merupakan langkah pertama menuju kebahagiaan. Hanya saja, jangan dikira kegembiraan itu gampang didapat. Bagi banyak orang, jauh lebih mudah menjadi kaya daripada gembira. Anda tidak percaya?
Sekilas Ibu Mardhiyah nampaknya hidup pas-pasan. Pakaiannya sudah tua-tua dan kuno. Ia selalu bepergian dengan alat transportasi yang paling murah, tnalah kalau bisa gratis (dengan nebeng). Jangankan berpiknik, berbelanja ke toko saja ia jarang. Tetapi orang yang dekat dengan dia tahu benar bahwa ia menyimpan banyak emas di lemarinya. Selain di saat menatap koleksi emasnya, ibu Mardhiyah boleh dikata jarang merasa gembira. Bersenang-senang baginya suatu "dosa" karena menghabiskan uang untuk sesuatu yang "tidak berguna."
Kalaupun gambaran di alas itu terlalu ekstrem, tidakkah Anda merasa cukup sering bertemu dengan tokoh-tokoh semacam itu di dalam kehidupun Anda? Pada umumnya orang beraggapan faktor-faktor luarlah yang membuatnya tak dapat bergembira. Mereka menyalahkan pendidikan orang tua atau nasib jelek. Padahal sebenarnya, seberapa jauh kita bisa bergembira amat ditentukan oleh sifat bawaan. Singkat kata, setiap orang mempunyai kemampuan dasar yang berbeda-beda untuk bergembira. Ada orang yang pada dasarnya lebih periang dan tahan terhadap stres daripada yang lain. Ada yang tetap bisa bergembira walaupun menghadapi cobaan-cobaan berat dalam hidupnya. Tetapi ada yang cemberut, uring-uringan dan murung hanya karena masalah sepele.

v Kemurungan Kronis
Salah satu penemuan ilmiah di bidang psikologi yang paling menonjol akhir-akhir ini ditemukan oleh Minnesota Center for Twin and Adoption Research. Pada tahun 1979, para peneliti di sana sudah meneliti 348 pasang manusia kembar, termasuk di antaranya 44 pasang kembar identik yang dibesarkan secara terpisah (banyak yang sejak lahir). Hasil temuannya: tujuh ciri kepribadian yang berhubungan dengan sifat periang memang terutama ditentukan sejak lahir. Ketujuh ciri kepribadian itu adalah kespontanan, penyesuaian diri, kekhawatiran, kreativitas, paranoia, optimisme dan sifat hati-hati. Sepasang anak kembar, Jim Springer dan Jim Lewis, dibesarkan secara terpisah sejak bayi. Setelah 39 tahun, mereka bertemu dan dites. Ternyata hasil tes mereka dalam hal toleransi, penyesuaian diri, keluwesan, pengendalian diri dan kemampuan bergaul demikian mirip, sehingga seolah-olah hasil tes mereka itu dikerjakan oleh orang yang sama. Lucunya lagi, keduanya senang bertukang, perokok berat dari merek rokok yang sama dan mereka pun senang berlibur di pantai yang sama.
Kalau kadang-kadang kita jengkel atau murung oleh suatu sebab, itu biasa. Namun bila karena itu, kemurungan kita berlarut-larut, lain lagi soalnya. Kebiasaan seperti ini menghasilkan kemurungan kronis. Ada bermacam-macam kecenderungan yang dilakukan orang untuk menolak kegembiraan.

· Menunda:
- Ah, saya baru senang bila anak-anak sudah masuk universitas, sudah kawin, sudah mapan hidupnya.
- Saya baru mulai senang, setelah saya mempunyai telepon, komputer.
- Hidup baru menarik bila saya selesai les mengemudi, lulus sekolah.
- Saya baru lega bila bobot saya turun 10 kg/saya sudah mendapat pekerjaan/hidung saya sudah dioperasi plastik.
- Hidup ini baru menggairahkan kalau saya menikah/sudah ke luar negeri.
- Saya baru akan bersenang-senang setelah berusia 30/40/50/ atau bila saya pensiun.

· Menyalahkan orang lain: "Bagaimana saya dapat merasa senang, kalau:
- suami saya mendengkur.
- rapor anak-anak jelek.
- istri saya boros bukan main.
- gaji istri saya lebih besar (dari saya).
- ibu memperlakukan saya seperti bayi.
- ayah tidak juga mengizinkan saya mengemudikan mobil.
- pembantu saya amat malas.
- bos saya tidak adil.

· Menjelek-jelekkan diri sendiri dengan akibat ia semakin tidak menghargai diri sendiri. Biasanya mereka bilang begini:
- Pantat saya mulai melorot.
- Saya pemalu/bodoh/jelek/gemuk/kerempeng/berkaki bengkok/bermata juling.
- Saya tak punya sesuatu yang bisa dibanggakan.
- Saya gagal di segala bidang.
- Payudara saya terlalu kecil/ besar.
- Saya paling tidak bisa mengingat nama orang.
- Saya buta tentang komputer.

· Mengeluh. Biasanya mereka bilang, "Bagaimana saya bisa senang, bila:
- sulit sekali menemukan dokter yang bonafid.
- kemacetan ada di mana-mana, sehingga kita sudah tidak bernafsu bepergian ke mana-mana."

· Bosan:
- Saya sudah mencoba semuanya, tidak ada lagi yang menarik.
- Tak ada lagi jalur bisnis baru yang bisa dicoba.
- Hidup sungguh membosankan.

· Kecenderungan ingin menjadi "martir". Tanpa sadar sebenarnya mereka ingin mengatakan begini, "Saya tidak menikmati semua ini karena saya orang yang selalu memikirkan orang lain." Biasanya mereka berkata, "Sulit bagi saya untuk bersenang-senang, karena:
- Saya harus menabung untuk hari tua.
- Saya sulit menghabiskan uang untuk diri sendiri.
- Ah, saya tidak ingin/memerlukannya.
- Tanpa bersenang-senang saya juga tidak apa-apa.
Tidak berarti kita tak dapat mengalahkan faktor bawaan ini. Yang terpenting adalah menyadari bahwa kemurungan kita terutama berasal dari diri sendiri, bukan orang lain.

v Hidup tanpa pamrih
Sol Gordon (seorang pakar psikologi keluarga dan anak) pernah diundang untuk berbicara di televisi. Ia diminta memberikan nasihat kepada beberapa orang yang mengaku hidup dalam kemurungan. Salah seorang dari mereka, seorang wanita, bercerita. Sudah bertahun-tahun ia tidak berbicara dengan suaminya. Kawan-kawannya masa bodoh saja, karena terlalu repot dengan urusan mereka sendiri dan gara-gara orang tuanya yang egois, ia terjerumus ke perkawinan yang begini amburadul. Maka kata Sol kepada wanita itu:
"Suami Anda, kawan-kawan dan orang tua Anda sebenarnya sedang berusaha mengatakan sesuatu kepada Anda yaitu agar Anda lebih bergembira dan tidak lagi berkeluh kesah melulu."
Sol mengusulkan agar wanita itu berpura-pura bahagia selama sebulan. Si wanita protes:
"Saya tidak mengarang-ngarang. Lagi pula mana bisa saya berpura-pura gembira bila hati saya susah?"
Pembawa acara menuduh Sol terlalu "kejam", lalu beralih ke tamu nomor dua. Pria ini menceritakan bagaimana ia harus bersusah payah untuk menyenangkan istri dan anak-anaknya dan bagaimana bosnya tidak juga menaikkan gajinya. Sol bertanya, "Pernahkah Anda berusaha memberi tanpa pamrih?"
Maka si pembawa acara menuduh Sol judes. Untung ada telepon dari salah seorang pemirsa. Ia seorang wanita berusia 52 tahun yang bersuami dan mengaku kini berbahagia. Ia mengatakan, "Kalian mestinya mendengarkan apa kata Dr. Gordon. Tujuh tahun yang lalu saya bercerai. Banyak kawan tak mau kenal saya lagi. Saya kesepian, sementara usia tidak bertambah muda. Saya terus-menerus berkeluh-kesah. Kemudian karena nasihat seorang kawan, saya tidak lagi membicarakan kesengsaraan saya dan tidak lagi tinggal di rumah sambil mengasihani diri. Saya memasang senyum di wajah lalu menjadi sukarelawati di rumah sakit.
"Ternyata bekerja di tengah-tengah orang sakit membuat saya lupa pada masalah sendiri. Selain itu bergaul dengan rekan-rekan sesama sukarelawan ternyata cukup menyenangkan. Salah seorang sukarelawati yang bertubuh pendek, gemuk dan botak malah naksir saya. Dialah suami saya sekarang.
Maka jika Anda ingin menjadi orang yang lebih periang, beberapa hal ini perlu Anda ingat:
- Kegembiraan dapat meringankan kepahitan hidup.
- Untuk dapat lebih bergembira, Anda harus siap bertanggung jawab atas kebahagiaan diri sendiri.
- Semakin Anda menolak kemurungan, semakin dapat Anda menikmati hidup.
- Pilihan sepenuhnya ada di tangan Anda, hidup murung atau penuh keriangan?
- Untuk dapat lebih bergembira, buanglah kekhawatiran yang berlebihan.
- Berikanlah kegembiraan kepada orang lain, maka Anda mengukir kebahagiaan untuk diri sendiri.
- Atasi ketakutan dengan berpura-pura berani.
- Yang penting bukan berapa banyak Anda menabung, tetapi bagaimana Anda gunakan tabungan itu dengan bijak.
- Hidup itu terlalu singkat untuk disia-siakan dengan kemurungan.
- Bila perlu, ubah pola hidup dan bicara Anda demi meraih lebih banyak kegembiraan.

v Ciri-ciri Manusia Periang
- Sering mengalami kegembiraan.
- Mudah bergaul.
- Mudah menyesuaikan diri pada perubahan.
- Tidak gentar pada tantangan dan terbuka pada gagasan baru.
- Jarang menyalahkan orang atau berkeluh-kesah.
- Dapat menikmati banyak ragam kegiatan yang menyenangkan.
- Senang mengenang tanpa terperangkap masa lalu.
- Memegang kendali penuh atas hidupnya, tetapi tidak ber-usaha mengendalikan hidup orang lain.
- Cepat mengatasi rasa kesepian, kemarahan dan depresi.
- Hidup sesuai dengan kemampuan kantungnya, bukan penganut, "besar pasak daripada tiang."
- Bersikap apa adanya.
- Siap menolong tanpa pamrih.
- Serius, di mana perlu.
- Menaruh perhatian pada kesejahteraan orang lain, tetapi tetap dapat menikmati hidup.

v Sikap yang Menjauhkan Kegembiraan
- Menunda tugas, pekerjaan, aktivitas.
- Menyalahkan orang lain,
- Menjelek-jelekkan diri sen diri.
- Mengeluh.
- Bosan.
- Sok menjadi "martir."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar