Burung Perkutut
Harga yang lokal mencapai Rp 10.000,00 per ekor. Yang impor, bisa Rp 400.000,00. Malah, yang sudah menang lomba, bisa mencapai Rp 87 juta per ekornya. Lalu, berapa besar peluang yang ditawarkan bisnis ini?.
Sebagai burung lomba, perkutut memang masih berada di peringkat atas, karena memiliki suara alam yang khas. Dari berbagai kalangan, hampir semua sependapat bahwa bisnis perkutut mempunyai peluang tinggi. Ini ditunjang oleh banyaknya lomba yang semakin ramai, bahkan cenderung meningkat. Melihat penggemarnya semakin banyak, ini amat meyakinkan bahwa prospek pemasarannya akan terus membaik.
Hal ini benar-benar dirasakan peternak perkutut sejak lima tahun terakhir, karena banyaknya hobiis burung yang mengalihkan perhatiannya pada perkutut. Inilah yang mengakibatkan Didi Sutandi, pedagang burung dari Jakarta berniat terjun sebagai peternak perkutut.
v Impor lebih diminati
Perkutut impor terbukti lebih diminati hobiis maupun peternak. Hal ini beralasan, karena burung impor mempunyai bentuk fisik yang baik, badan tegap, bulu rapi serta halus. Kelebihan lainnya adalah suara. Umumnya pada umur 2 bulan suara perkutut Bangkok sudah merdu, sementara yang lokal baru enak suaranya di usia 7-8 tahun. Maka jangan heran kalau setiap kali tanding, juara ada di pihak perkutut impor. Kendati demikian, perkutut lokal tidak juga sepi penggemar. "Asal paruhnya lurus panjang, lehernya juga panjang, berbadan ramping, serta lubang hidungnya berbentuk leter S. Perkutut macam ini masih tergolong unggul diantara mitra tandingnya," tutur Didi Sutandi.
Harga perkutut impor, yang biasa didatangkan dari Bangkok dan Singapura, memang jauh lebih mahal dibanding perkutut lokal. Umur 2 bulan harganya bisa mencapai Rp 400.000,00/ekor, bahkan Rp 1,5 juta/ekor yang sudah bakalan. Sedangkan harga perkutut lokal yang masih muda maupun dewasa antar Rp 3.000,00-Rp 10.000,00/ ekor. Lebih hebat lagi perkutut Bangkok yang sudah berumur satu tahun, harganya akan sampai Rp 15.000.000,00/ekor. Apalagi bila sudah menggondol juara, harganya bisa mencapai Rp 87 juta/ekor. Itu pun masih sulit di-peroleh. "Karena kalau orang sudah 'gila' perlutut, ditawar harga tinggi pun tidak akan dijual," kilah Didi Sutandi.
v Tetap diminati
Harga perkutut yang tergolong tinggi, tidak membuat surut penggemarnya. Hal ini dirasakan oleh Rhosid, pedagang di Pasar Karimata, Semarang. Menurutnya, sekalipun perkutut yang dijual harganya sampai Rp 50.000,00 per ekor yang umur 1-2 bulan, di Semarang saja penjualan bisa mencapai 15 ekor/minggu. Belum lagi yang ia jual di Pur-wokerto, jumlahnya rata-rata 20 ekor setiap dua minggu. Malah pada bulan April dan Mei bisa lebih laris lagi karena saat itu burung da-lam keadaan sehat, kuat, dan gemar berkicau. Menurut pedagang yang biasa mendatangkan perkutut dari importir ini, dibandingkan dengan Cucakrawa yang harganya juga tinggi, perkutut masih kalah. "Tapi saya yakin kalau di masa mendatang, perkutut akan menyamainya bahkan dapat melebihi," ungkap Rhosid.
Lebih besar lagi volume yang dijual Didi Sutandi, pedagang perkutut impor dan lo-kal. Perkutut Bangkok (berumur 2 bulan) seharga Rp 30.000,00/ekor, setiap bulan Didi mampu memasarkan 500 ekor, sedangkan perkutut lokal asal Lampung yang berharga Rp 3.000,00 per ekor bisa 1.000 ekor. Rata-rata setiap minggu Didi minta dikirim 300-400 ekor perkutut a,sal Lampung.
v Bisa untung Rp 3.000.000,00 per bulan
Selain peluang pasar yang tinggi, keuntungan yang didapat pedagang pun tidaklah kecil. Menurut perhitungan Rhosid, dari 100 ekor perkutut Bangkok berusia 2 atau 3 bulan yang dibelinya dengan harga Rp 20.000,00/ekor, ia dapat menjual dengan harga antara Rp 30.000,00 - Rp 50.000,00 per ekornya. Bahkan kalau kondisinya prima, dan suaranya baik, dapat dijual sampai Rp 150.000,00/ekor. Jika yang diambil se-harga Rp 50.000,00/ekor saja, maka dalam sebulannya Rhosid mampu memperoleh keuntungan sebesar Rp 3.000.000,00.
Karena keuntungan yang diperoleh cukup tinggi siapa yang tidak tertarik untuk menternakkannya sendiri, sehingga impor perkutut dapat dihentikan.
Sabtu, 19 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar