Sabtu, 28 November 2009

Suatu penelitian menunjukkan, angka kematian ibu yang tinggi berhubungan erat dengan anemia yang dideritanya ketika hamil. Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak tercukupi kebutuhannya akan oksigen. Pada anak-anak yang menderita anemia dilaporkan, kemampuan mental dan intelektualnya rendah. Hal ini ditandai dengan sikap apatis, iritabilitas yang tinggi, rendah konsentrasi, aan rendah kemampuan belajarnya. Penderita anemia berat biasanya juga rentan terhadap infeksi. Hasil penelitian menunjukkan, hewan percobaan yang sedang bunting don kekurangan zat besi melahirkan anakanak yang daya tahannya rendah terhadap infeksi. Hal ini karena sel fagosit yang bertugas menangkal bakteri infeksi tidak dapat berfungsi maksimal gara-gara kekurarigan besi.
Namun ada jenis-jenis bakteri tertentu yang tumbuh subur bila lingkungannya banyak mengandung zat besi, misalnya Salmonella dan Mycobacterium tuberculosis. Karena itu untuk kasus anemia ringan dan penderita sudah mempunyai gejala-gejala infeksi, sebaiknya jangan diberikan suplemen besi, tetapi harus diupayakan perbaikan menu makanannya untuk memenuhi kekurangan zat besinya.
Keadaan kurang zat besi merupakan fenomena yang kompleks. Penyebabnya adalah makanan yang dikonsumsi tidak mengandung zat besi, peningkatan kebutuhan karena kondisi fisiologis (kehamilan), kehilangan darah karena kecelakaan, dan infeksi (cacingan). Golongan masyarakat yang rawan dengan kondisi ini adalah masyarakat miskin, mereka yang tinggal di daerah dengan sanitasi buruk, dun golongan rawan gizi (anak-anak ataupun ibu hamil).
Salah satu upaya mengatasi anemia dengan memperbaiki menu makanan. Dengan mengkonsumsi daging, ikan, dan ayam serta bahan makanan yang mengandung vitamin C untuk membantu penyerapan besi, kita dapat mencegah anemia. Tetapi cara ini sulit dilakukan oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
Sedangkan bagi ibu hamil sangat disarankan minum pil besi selama tiga bulan yang harus diminum setiap hari. Pil ini dibagikan secara gratis melalui kegiatan posyandu. Suatu penelitian menunjukkan bahwa wanita hamil yang tidak minum pil besi mengalami penurunan ferritin (cadangan besi) cukup tajam sejak minggu ke-12 usia kehamilan.
Fortifikasi merupakan upaya lain untuk mengatasi kekurangan zat besi. Prinsip fortifikasi adalah menambahkan zat gizi mikro (zat besi) ke dalam bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat. Bahan makanan yang ditumpangi tersebut disebut wahana. Syarat fortifikasi adalah, jenis makanan yang dijadikan wahana harus diproduksi secara tersentralisasi. Dengan demikian pengawasan oleh pemerintah menjadi mudah. Syarat lain, bahan makanan tersebut tidak mengalami perubahan warna maupun rasa, serta harganya tetap terjangkau oleh masyarakat.
Di Amerika dan negaraa- negara Eropa, tepung gandum dan roti telah difortifikasi dengan sukses. Zat besi yang ditambahkan dalam fortifikasi tersebut dapat memenuhi 20% angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Di Filipina, fortifikasi besi dilakukan pada beras, tetapi efektivitasnya belum diketahui. Di India, fortifikasi garam dapur dengan zat besi telah dapat diterima oleh masyarakat. Sementara di Indonesia sampai saat ini baru fortifikasi garam dengan iodium yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menanggulangi masalah GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium).
Banyak masyarakat yang menganggap anemia dapat pula terjadi karena defisiensi (kekurangan) vitamin B12 atau pun asam folat. Para vegetarian yang konsumsi makanannya tidak mengandung atau mengandung sedikit sekali vitamin B l2 cenderung menderita anemia jenis ini.
Gejala-gejala anemia karena kekurangan vitamin B l2 atau asam folat ialah lesu badan, lemah, dan gangguan intestinal (saluran pencernaan) yang menyebabkan diare atau konstipasi (sulit buang air besar). Defisiensi vitamin B l2 juga ditandai dengan gejala kesemutan pada anggota gerak lengan dan kaki, lemahnya kontrol otot, dan lemahnya ingatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar