Marwan seorang petani yang keras kepala. Dia tidak mau menerima saran dari orang-orang kampung. Akhirnya Allah pun memberi peringatan kepadanya sehingga dia ketakutan yang pada akhirnya tersadar.
Pada zaman dulu, setelah pemerintahan Bani Abbasiyah, konon ada sebuah perkampungan di Syiria. Kala itu ada seorang petani yang bernama Marwan ibn Hajar sangat percaya diri dengan kekuatan fisiknya yang dikaruniakan Allah Sang Maha pencipta kepadanya. Marwan mempunyai tubuh tinggi besar dan kekar. Bahkan, di kampung itu ia satu-satunya lelaki yang kuat.
Pada suatu malam, Marwan yang juga petani ini pulang ke rumahnya dengan melintasi jalanan pekuburan. Ia melintasi jalan tersebut, bukan jalan yang biasa ia lewati dan para penduduk desa, karena Marwan ingin cepat sampai di rumahnya.
"Daripada lewat jalan memutar lewat kampung lain, lebih baik aku lewat jalan pintas ini," katanya dalam hati sambil berjalan cepat.
Sebetulnya, para penduduk desa telah memperingatkan Marwan agar tidak lewat dekat makam, karena berbagai risiko sewaktu melintasi jalan pekuburan di malam hari.
"Hai Marwan, jangan lewat dekat makam. Bahaya!.” Kata kepala kampung.
"Kenapa takut itu kan jalan bisa yang aku lewati. Kalau orang kampung tidak berani lewat dekat makam itu berarti penakut. Aku tetap lewat sini (dekat makam) meski bapak kepala kampung malarangnya," jawab Marwan dengan sombongnya.
"Aku tidak melarang cuma aku memberi tahu, karena bahayanya besar. Jika kamu tidak mau aku beru tahu ya tidak apa-apa," tutur Riduan sambil meninggalkan Marwan.
Meski telah beberapa kali diberi tahu penduduk, Marwan tetap saja nekat jalan sendiri lewat jalan dekat makam itu. Ia tidak pernah memperhatikan anjuran itu. Ia tetap percaya dengan kekuatannya.
Pada suatu hari, secara kebetulan ada seorang petani dari desa lain, Thahawi namanya. Ia melewati jalan yang sama menuju desanya yang bersebelahan. Dia kemalaman di jalan, sehingga terpaksa melewati jalan pekuburan itu untuk bisa sampai ke desanya secara pintas. Thahawi berjalan tergesa-gesa. Namun, tak kunjung sampai di ujung jalan.
Terlihat oleh kedua matanya, pintu gerbang kuburan yang besar yang di atasnya tertancap obor kecil, sehingga membuatnya gembira dan mengusir rasa takutnya.
Thahawi semakin mempercepat langkahnya menuju pintu gerbang itu. Di tengah-tengah langkahnya itu, tiba-tiba dia sedikit terpeleset dan terperosok ke dalam lubang kubur yang dipersiapkan untuk penghuni baru. Diselimuli rasa takut dan kecemasan, dia meratapi hatinya. Dia mencoba berteriak dan dengan suara lantang memanggil para pejalan sambil meminta pertolongan.
"Wahai orang-orang kampung atau siapa saja yang mendengarkan suaraku ini tolonglah aku. Aku ada di lubang kubur ini," teriak Thahawi dengan suara lantang.
Namun, karena haru sudah gelap, apalagi penduduk kampung itu sudah pada tidur, sehingga tiada seorang pun memenuhi panggilannya. Lalu dengan segala cara, dia berupaya keluar dari kubangan itu, tetapi tetap saja tidak bisa, karena lubang kubur itu sangat dalam, tentu saja dia kesulitan untuk keluar dari lubang itu. Dalam kondisi seperti itu, dia pun menyerah kepada nasib. Malam itu, dia memutuskan untuk tidur di dalam kubang kuburan.
"Ya, lebih baik aku tidur di sini saja," katanya dalam hati.
Beberapa saat telah berlalu sedang dia terduduk di pojok liang kubur hingga terserang kantuk dan akhirnya tidur karena kelelahan.
Setelah beberapa saat, Marwan yang sombong itu melintasi jalanan pekuburan itu. Ia malam itu memasuki lokasi kuburan. Dia menyusuri jalan seperti biasanya. Akan tetapi, Allah menghendaki dia terperosok ke dalam kubang yang sama di mana petani lain terjatuh di dalamnya.
Ketika terjatuh, dia merasa hatinya telah mendahuluinya untuk mencium tanah. Dia merasa takut dan cemas yang telah menggerogoti seluruh pikirannya. Berulang kali dia coba untuk bisa keluar dari kubang itu, tapi tetap gagal.
"Kenapa aku bisa terperosok masuk lubang kubur yang dalam ini," katanya dalam hati.
Pada saat itulah, Thahawi terbangun. Lalu berdiri menghampiri Marwan. Setelah mendekat Thahawi membisiki telinga Marwan:
"Percuma kamu berusaha keluar dari lubang kubur ini, aku sudah berusaha keluar dari kubur ini sebelum kamu, tapi aku tak berhasil keluar dari lubang kubur ini. Marilah kita melewati malam kita bersama-sama."
Belum selesai Thahawi menyelesaikan kata-katanya itu, sontak Marwan mendengar suara dan melihat banyangan hitam langsung tidak sadarkan diri, karena begitu takutnya. Dia mengira Thahawi, adalah penghuni kubur yang membisikkan kata-kata itu ke telinganya.
Begitulah Marwan setelah sekian lamanya, dia tidak percaya pada omongan orang lain. Dan Marwan tidak pernah menduga akan terjadi kejadian yang begitu menakutkan. Karena itu, janganlah seorang dari kita terpedaya oleh kekuatan, harta dan kedudukan. Dan hendaknya bersikap tawadhu'.
Beberapa saat kemudian, hari menjelang pagi Thahawi membangunkan Marwan. Lalu dia minta tolong orang yang berjalan lewat jalan dekat makam itu, "Wahai orang yang berjalan tolonglah aku," teriak Thahawi dalam kubur.
Mendangar teriakan ada orang dalam kubur, Riduan sang kepala kampung mendekati suara itu. Setelah tahu ada orang yang masuk ke dalam kubur, maka Riduan menolongnya:
"Makanya kalau diberi tahu orang itu harus diperhatikan. Jangan marah dan sok jagoan," kata Riduan kepada Marwan.
Dan sejak saat itulah Marwan sadar ia tidak lagi sombong, bahkan dia bertobat dan tekun ibadah. Barang siapa merasa rendah diri di hadapan Allah SWT, niscaya Dia akan mengangkat derajatnya. Rasulullah SAW bersabda, "Pernah seseorang berjalan di suatu kampung yang membuatnya terpesona sambil menelusuri perba-tasannya, tiba-tiba Allah membenamkannya ke dalam bumi. Dia pun tenggelam di dalamnya sampai hari kiamat." (HR. al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Sabtu, 28 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar