Jumat, 27 November 2009

Peradangan Hati 4

Carrier aktif dan nonaktif
Seperti sudah disebut di depan, hepatitis B bisa ditularkan oleh pembawa virus (carrier, yakni orang yang menderita hepatitis namun tidak menunjukkan gejala apa pun. Dalam darah seorang carrier biasanya telah terkandung VHB lebih dari enam bulan. Anak yang pernah terinfeksi VHB pada masa balita, 25% - 50% akan menjadi carrier aktif seumur hidup. Kalau tidak terdeteksi sejak awal, dikhawatirkan kelak si anak akan lebih mudah terkena sirosis atau kanker hati. Bayi memang rentan terhadap VHB dari ibu carrier aktif, karena penularannya bisa melalui plasenta atau saat persalinan. Namun selain bersifat sehat atau asimtomatik (tak menunjukkan adanya gejala), carrier atau pembawa virus itu ada yang bersifat aktif maupun nonaktif. Untuk mengetahuinya, perlu pemeriksaan laboratorium. Kadar HBs Ag seorang carrier pasti positif. Kalau kemudian setelah diteliti kadar.HBe Ag-nya negatif, berarti tidak menularkan VHB lagi, dan jika HBV DNA-nya negatif, berarti tidak terjadi pengembangbiakan virus. Ini yang disebut carrier sehat. Kendati begitu, seorang pengidap HBs Ag tidak diizinkan menjadi donor darah serta donor plasma, organ tubuh, jaringan, ataupun sperma.
Bukan barang asing lagi penularan hepatitis B kini bisa dicegah dengan vaksinasi. Orang yang telah memperoleh vaksinasi hepatitis B, diharapkan dalam darahnya terkandung anti-HBs sehingga tidak akan terkena penyakit ini. Namun, bagi penderita hepatitis B, suntikan vaksin ini tidak berguna. Bayi yang lahir dari ibu carrier sementara si bayi bukan carrier, mutlak harus diberi vaksinasi agar tidak tertular dari ibunya.
Pelaksanaan vaksinasi hepatitis B dilaksanakan dalam tiga tahap. Pertama, diberikan segera setelah bayi dilahirkan. Kedua, setelah bayi berusia satu bulan. Terakhir, ketika berusia 5 - 6 bulan. Efek sampingan suntikan vaksin ini berupa sedikit demam. Kini vaksin hepatitis B (terutama untuk bayi) bisa didapatkan di puskesmas di seluruh pelosok tanah air. Bagaimanapun, seorang carrier aktif tidak bisa hidup seenaknya tanpa terus dipantau kesehatannya. Mengkonsurnsi minuman beralkohol, rokok, serta obat penenang, harus di bawah pengawasan dokter.
v Hepatitis C lebih bandel
Ihwal penyakit peradangan hati yang paling populer memang hepatitis B. Namun dalam dunia medis sudah diketahui beberapa jenis hepatitis, yang dinamai secara alfabetis yakni hepatitis A sampai dengan hepatitis G. Gejala penyakit-penyakit tersebut mirip satu sama lain. Hingga suat ini, baru hepatitis B yang dapat dicegah melalui vaksinasi. Sementara hepa titis C, yang belakangan banyak dibicarakan karena kebandelannya, belum. Padahal setelah seseorang dinyatakan sembuh dari penyakit hepatitis C akut dan terbentuk antibodi positif C dalam tubuhnya, kemungkinan penyakitnya menjadi kronis malah sangat besar. Rupanya, formasi antibodi tubuh dalam merespons virus (seperti pada imunitas infeksi viral lain) tidak berlaku pada VHC. Soalnya, tidak seperti virus hepatitis B, VHC dalam tubuh berubah sifat dengan meninggalkan sifat aslinya. Agen hepatitis C herupa virus dengan ukuran 50 nm (nanometer). Masa inkubasinya sangat bervariasi, 2 - 26 minggu, bisa juga lebih.
Dua puluh tahun lalu, VHC lebih dikenal sebagai virus non-A, non-B (penyakitnya pun lalu disebut hepatitis non-A, non-B). Baru pada tahun 1989 virus ini diidentifikasi dan pada tahun 1990 tes antibodi (anti-VHC) mulai dilakukan di seluruh dunia guna membantu menyingkap penderita hepatitis C ini.
Umumnya, virus hepatitis C terdeteksi dari hasil tes darah yang menunjukkan kadar enzim hatinya tinggi. Atau, sacit seseorang dites sebagai donor darah, tampak adanya antibodi hepatitis C positif. Hepatitis C akut gejalanya sama seperti hepatitis lain. Sedangkan yang kronis sangat samar, paling-paling hanya seperti orang sakit maag ditambah kondisi badannya cepat letih. Diperkirakan 85% dari 150.000 orang yang terinfeksi VHC setiap tahun di AS, berkembang menjadi hepatitis C kronis. Sekitar 50% kasus yang terinfeksi akan menjadi kronis dan 20% menjadi sirosis hati. Di Indonesia, angka hepatitis C cenderung terus meningkat karena kini lebih banyak dan cepat terdeteksi lewat pemeriksaan check up. "Darah transfusi bagi penderita penyakit darah seperti demam berdarah, thalasemia atau untuk kepentingan pembedahan, memang semula hanya diteliti pencemarannya oleh VHB, belum VHC. Kini kita harus lebih waspada.
Penularan VHC pada dasarnya sama seperti VHB, tapi dalam kenyataan di negara berkembang seperti Indonesia, VHC tidak hanya ditemukan di lingkungan masyarakat dengan tingkat sosio-ekonomi lemah, tetapi di semua lapisan masyarakat. Selain faktor higienitas, tertukar atau saling pinjam barang pribadi seperti pisau cukur, sikat gigi, dapat menjadi penyebab lain, walaupun penularannya tidak semudah virus hepatitis B.
Sementara itu di Jepang, di mana faktor higienitas sangat diperhatikan, selain memang kecenderungan ras, faktor homoseksualitas (penularan melalui luka pada anus), kebebasan seks (penularan melalui selaput lendir), morfinis (suntikan), menjadi penyebab utama.
Kapan saat awal terkena hepatitis C, sulit ditentukan. Yang jelas, hepatitis C kronis terus berkembang secara perlahan-lahan dalam kurun waktu cukup lama (20 - 30 tahun sampai timbul gejala sirosis nyata). Di Indonesia, penyakit ini mulai banyak diteliti awal tahun 1990-an.
Seperti juga hepatitis B, penderita hepatitis C juga berpotensi menderita kanker hepatoseluler (kanker hati), yakni jenis kanker primer hati. Munculnya kanker tidak bisa dipastikan, mungkin sampai 20 - 30 tahun setelah terinfeksi virus tersebut. Penderita kanker hati karena VHC, biasanya menderita hepatitis kronis atau sirosis hati sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar