v Basmi dengan interferon
Seperti VHB, VHC juga dicoba dibasmi dengan interferon alfa-2b. Dokter biasanya memberikannya seminggu tiga kali selama enam bulan. Setelah enam bulan diobati, menurut ahli AS, 40% menunjukkan perbaikan kadar ALT (serum alanine aminitransferase). Namun dari angka tersebut, 60% kambuh kembali setelah pemberian interferon dihentikan. Jadi, hanya sekitar 10 - 15% yang benar-benar dikatakan sembuh. Setelah pemberian dosis tiga juta unit interferon rekombinan alfa-2b secara subkutan (di bawah kulit) selama 24 minggu (setiap minggu diberikan tiga kali), diperoleh hasil pada 29 paten sebagai berikut:
- respons lengkap pada 15 kasus (50%)
- respons parsial pada 6 kasus (22%)
- tak ada respons pada 6 kasus (22%)
- 4 kasus kambuh setelah 6 buIan (17%) dari yang responsif.
- dari 25 kasus, 2 kasus ( 8%) anti-VHC-nya bisa hilang.
Hasil itu cukup menggembirakan. Sedangkan penelitian Lino dkk. (1994) memperlihatkan, dosis sampai 9 - 10 juta unit, diberikan setiap hari selama 2 - 4 minggu, dilanjutkan seminggu tiga kali, hasilnya semakin baik. Memang masih sulit mengatakan dengan tepat hasil pengobatan dengan interferon ini. Penderita hepatitis C yang harus disuntik sampai 144 kali pun belum bisa dijamin kesembuhannya. Padahal, sekali injeksi menghabiskan biaya yang cukup mahal.
Timing pemberian interferon harus tepat. Kalau virusnya sedang ngumpet, akan percuma hasilnya. Jadi, sewaktu dites virusnya sedang aktif (kadar SGOT-SGPT tinggi), bisa langsung ditembak dengan interferon. Dengan begitu hasilnya menjadi lebih responsif. Sebab, pada saat tepat ini imun tubuh menyadari bahwa virus sebagai musuh, bukan teman.
Penderita bisa saja diobati untuk kedua kalinya. Efek sampingan sementara dari pemakaian interferon antara lain adanya rasa seperti sakit flu, depresi, sakit kepala, dan nafsu makan berkurang, Efek sampingan seperti ini sebenarnya bisa dikurangi dengan minum obat penurun panas.
Selain efek sampingan sementara, dikhawatirkan interferon dapat mendesak sumsum tulang sehingga timhul masalah pada sel darah putih dan platelet (trombosit). Sebab itu, selagi mendapat pengohatan interferon, jumlah sel darah putih, platelet, dan enzim hati perlu terus dipantau. Sebenarnya, biopsi hati (pengambilan jaringan hati tanpa pembedahan) perlu dilaksanakan sebelum pengobatan, agar tingkat kerusakan diketahui dengan tepat.
v Virus D sampai G
Belakangan, banyak ahli menyinggung munculnya virus-virus hepatitis lainnya yakni D, E, F, dan G, walaupun prevalensi kejadiannya masih terbilang langka. Seorang ahli AS menyatakan, perkembangbiakan VHD memerlukan dukungan VHB. Artinya, hepatitis D baru dapat muncul akut bahkam menjadi sirosis pada carrier hepatitis B. Sebab itu, kombinasi hepatitis B dan D dikatakan lebih ganas. Di negara maju, pengidap hepatitis D yang terbanyak di kalangan pemakai obat bius (drugs). Sedangkan hepatitis E lebih jarang penderitanya. Tapi sifat virusnya seperti VHA yang gampang ditularkan melalui makanan atau minuman tercemar. Di negara-negara sedang berkembang, banyak wanita hamil terserang hepatitis E dan sulit disembuhkan.
Seperti hepatitis A, hepatitis E tergolong ringan dan dapat disembuhkan secara total. Anehnya, pada wanita hamil sering kali hepatitis E menjadi ganas. Levernya secara mendadak mengkerut seperti mengalami sirosis. Di Indonesia VHE pernah mewabah di Sintang, Kalimantan Barat, pada 1987.
Akan halnya virus hepatitis F dan G, belum banyak diteliti dan math sangat jarang penderitanya di Indonesia. Tapi sifatnya mirip dengan VHB dan VHC, yakni bisa menjadi kronis dan ganas.
Jumat, 27 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar