Attarmidzi, Sufi dari Irak
Patuhi Ibu, Dapat llmu dari Nabi Khidir
Karena dicegah ibunya menuntut ilmu di luar kota, Attarmidzi ikhlas menerimanya. Tanpa diduga ia didatangi oleh Nabi Khidir lalu diberi ilmu. Dan akhirnya ilmu Attarmidzi melebihi dua temannya yang menuntut ilmu di luar kota.
Pada suatu hari Muhammad bin ali-Tarmidzi ingin sekali menuntut ilmu ke Bagdad. Ia bertekad berangkat bersama dengan dua temannya. Semua perbekalan dalam perjalanan telah disiapkan. Sesudah persiapannya matang kedua teman Attarmidzi sudah minta izin orang tuanya, sedangkan Attarmidzi belum. Ia mengambil waktu yang tepat mengingat ibunya sudah tua. "Izinkan saya menuntut ilmu wahai ibuku,"kata Attarmidzi.
Permintaan Tarmidzi ini dicegah oleh ibunya.
"Wahai buah hatiku. Saya seorang perempuan yang sudah tua dan lemah. Bila ananda tak ada lagi seorang ibunda punyai di atas dunia ini. Selama ini anandalah tempat ibunda bersandar. Kepada siapakah ananda menitipkan ibunda yang sebatangkara dan lemah ini?"
Jawaban ibunya ini membuat Attarmidzi membatalkan niatnya. Sementara kedua sahabatnya tetap berangkat mengembara mencari ilmu. "Jika ibu tidak merestui saya menuntut ilmu, maka saya ikhlas tidak pergi," tutur Attarmidzi.
Pada suatu hari Tarmidzi duduk di sebuah pemakaman meratapi nasibnya. "Di sinilah aku! Tiada seorang pun yang peduli kepadaku yang bodoh ini. Sedang kedua sahabatku itu nanti akan kembali sebagai orang-orang terpelajar yang berpendidikan sempurna".
Tiba-tiba muncul seorang tua dengan wajah yang berseri-seri. Ia menegur Tarmidzi: "Nak mengapakah engkau bersedih dan menangis?"
Mendapat teguran seperti itu, Tarmidzi bercerita segala keluh kesahnya. "Kalau begitu, maukah kamu .menerima pelajaran dari saya setiap hari, sehingga engkau dapat melampaui kedua sahabat-mu itu dalam waktu yang singkat?" kata orang itu.
"Saya bersedia, saya bersedia," jawab Tirmidzi.
Sejak saat itulah orang tua ini memberikan pelajaran kepada Tarmidzi. Setelah tiga tahun berlalu, barulah Tarmidzi menyadari, bahwa sesungguhnya orang itu adalah Nabi Khidir, dan Tarmidzi telah memperoleh keuntungan, karena berbakti kepada ibunya. Bahkan setiap minggu, Khidir mengunjungi Tirmidzi dan kemudian memperbincangkan berbagai macam persoalan.
Suatu hari, ketika berjalan bersama para murid-murid, seorang murid Attarmidzi menuju suatu-padang pasir. Mereka menemukan sebuah singgasana yang terbuat dari emas persis dibawah pohon kurma dan di tepi telaga. Pada singgasana itu, duduklah seorang yang berpakaian indah dan mempersilahkan Tarmidzi duduk diatas singgasana itu. Saat itu juga, datanglah empat puluh orang berasal dari berbagai penjuru dunia. Mereka kemudian mendongak ke atas, pada-saat itulah muncul hidangan dari berbagai macam masakan.
Godaan itu tidak menggoyahkan iman Attarmidzi, seketika itu ia meninggalkan tempat beserta keindahannya. "Mari kita pergi,"ajak syeikh Tarmidzi kepada santrinya.
Kemaudian Tarmidzi, menjelaskan bahwa kejadian yang barusan dialaminya merupakan tempat lembah pemukiman putra-putra Israel, sementara orang yang duduk di singgasana adalah Paulus. Suatu hari Tarmidzi juga mengutus santrinya untuk membuang buku-buku sufi yang karangannya ke sungai Oxus. Karena tak tega santrinya itu tak kunjung juga membuangnya ke sungai, melainkan menyimpan buku tersebut kedalam kamarnya.
Alhasil, Tarmidzi kemudian" menanyakan keberadaan buku-buku tersebut. Dengan polos ia pun menjawabnya, bahwa buku tersebut tidak jadi dibuangnya dengan alasan tak tega. Dengan tersenyum Tarmidzi pun mengatakan, perintahnya membuang buku ini diilhami oeh perintah Nabi Khidir. Alasannya buku-buku sufi yang telah dikarang oleh Tarmidzi masih membingungkan manusia biasa.
Terbukti, begitu buku tersebut dibuang ke sungai, spontanitas buku yang berada di dalam peti ini dibawa kabur oleh seekor ikan besar, lalu memberikannya kepada Nabi Khidir yang tinggal di dasar sungai.
Pada suatu hari ada seorang pertapa besar yang selalu mengecam Tarmidzi. Ketika Tirmidzi pulang dari Hijaz ia mendapati seekor anjing masuk ke dalam pondoknya sekaligus melahirkan seekor anak di sana.
Sekali lagi, Tarmidzi tak mau mengusir anjing-anjing itu, meskipun dalam hati ia mengharapkan supaya anjing tersebut segera keluar dari dalam pondoknya dengan membawa anak-anaknya. Pada suatu malam si Pertapa bermimpi bertemu dengan Nabi. Di dalam mimpi itu nabi berkata kepadanya "Engkau menentang seorang manusia yang telah memberikan pertolongan kepada seekor anjing,. Jika engkau menginginkan kebahagiaan yang abadi, kencangkanlah ikat pinggangmu dan berbaktilah kepadanya". Sejak kejadiaan itu, Si pertapa kemudian berbalik mengabdi kepada Tarmidzi sampai meninggal dunia.
Sabtu, 28 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar