Sabtu, 28 November 2009

Nasib Abu Lubabah

Nasib Abu Lubabah

Rasul memberinya kepercayaan. Namun, bukannya mengemban amanat itu dengan benar, dia malah berkhianat dengan mengisyaratkan kabilahnya untuk membunuh Rasulullah. Hingga Allah menyindir perbuatannya dengan menurunkan ayat. Akankah Allah mengampuni kesalahannya?
Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui." (QS. Al-Anfal [8]: 27).
Namanya Abu Lubabah. Dia berasal dari Bani Quraidhah. Suatu hari Bani Quraidhah melanggar perjanjian yang mereka sepakati dengan Rasul. Karena pelanggaran tersehut Rasulullah bersama kaum Muslimin memutuskan melakukan penyerangan ke benteng Bani Quraidhah yang terletak di dekat Madinah.
Pada hari kelika pasukan kaum Muslimin menyerang dengan mengepung benteng tersebut, sekelompok orang dari suku Aus datang menemui Rasulullah. Mereka menginginkan utusan Bani Quraidhah diserahkan kepada mereka.
"Wahai Rasulullah, sebagaimana telah aku serahkan Bani Qainuqa' kepada Suku Khazraj, maka serahkanlah kepada kami Bani Quraidhah," ujar salah seorang dari mereka.
Rasulullah menyetujui permintaan tersebut dan memberikan saran agar salah seorang dari Bani Aus yang menjadi utusan untuk menemui Bani Quraidhah.
"Apa kalian setuju jika saya mengutus salah seorang di antara kalian sebagai utusan untuk menemui Bani Quraidhah," ujar Rasulullah.
Mereka menyetujui usulan Rasulullah. Hanya saja, ketika Rasulullah menunjuk salah seorang dari mereka, ternyata mereka menolaknya. Mereka malah meminta untuk berunding dengan Abu Lubabah.
Mereka melakukan itu karena mereka tahu bahwa Abu Lubabah berasal dari Bani Quraidhah. Selain itu, dia memiliki banyak harta serta anak dan istri yang masih berada di Benteng Bani Quraidhah. Akhirnya setelah berunding dengan Abu Lubabah, mereka sepakat menjadikan Abu Lubabah sebagai juru runding. Mereka menyampaikan keinginan itu pada Rasulullah dan Rasulullah mempersilakannya.
"Wahai Abu Lubabah, pergilah menemui Bani Quraidhah dan jadilah juru runding," perintah Rasulullah. Maka, pergilah Abu Lubabah menuju Benteng Bani Quraidhah untuk berundling dengan orang-orang Bani Quraidhah.
Ketika dia sudah masuk ke dalam benteng, seketika saja berhamburan kaum laki-laki dan perempuan baik yang tua maupun yang muda mengelilingi Abu Lubabah. Orang-orang itu memasang tampang sedih. Tujuannya tak lain agar Abu Lubabah merasa iba kepada mereka.
"Apakah kami harus menyerahkan diri pada pemerintahan Rasulullah?" tanya mereka pada Abu Lubabah.
Dengan enteng Abu Lubabah menjawab:
"Tidak ada masalah, lakukan saja."
Tidak hanya itu, dia juga mengisyaratkan dengan meletakkan telapak tangannya ke leher. Dia mengisyaratkan itu dengan maksud agar setelah berpura-pura menyerah, mereka dapat membunuh Rasulullah. Persis ketika Abu Lubabah melakukan tindakan itu, turun sebuah ayat yang menyindir tentang pengkhianatannya kepada Rasulullah. Abu Lubabah seketika menyadari kekeliruannya.
"Astagfirullah" serunya.
Dengan rasa malu dia kemudian keluar dari benteng dan segera. berlari menuju masjid Madinah. Dia memerintahkan orang-orang agar mengikat dirinya pada salah satu tiang masjid.
"Jangan ada yang membuka ikatan ini, sampai Allah menerima taubatku," ujarnya sambil terisak penuh penyesalan.
Selama hampir lima belas hari Abu Lubabah terikat di tiang masjid. Tak ada yang melepasnya kecuali Abu Lubabah hendak ke toilet atau ingin menunaikan shalat. Rasulullah mendengar apa yang terjadi dan apa yang dilakukan oleh Abu Lubabah. Rasulullah melihat kesungguhan pada taubat yang dijalani Abu Lubabah, maka di hadapan para sahabat Rasulullah berujar:
"Jika Abu Lubabah datang menemuiku, maka aku akan memohonkan ampun untuknya, karena dia menanti datangnya ampunan dari Allah, semoga Allah segera menerima taubatnya.
Setelah Rasulullah mengatakan hal itu, esoknya menjelang Subuh, Ummu Salamah, salah seorang istri Rasulullah melihat wajah Rasulullah berseri-seri. Karena penasaran dia lalu bertanya:
Apa yang nienyebabkan Anda tersenyum, wahai Rasulullah?"
Rasulullah memandang istrinya dengan seksama sebe-lum kemudian berujar.
"Wahai Ummu Salamah, Subuh ini, Jibril datang dengan membawa berita bahwa Allah telah menerima taubat Abu Lubabah," jawabnya sambil tersenyum. Mendengar hal itu, ikut gembira pula hati Ummu Salamah.
"Sekarang bolehkan saya menemuinya dan menyampaikan kabar gembira itu," tanya Ummu Salamah lagi.
"Silakan, Sampaikan padanya," jawab Rasulullah.
Kemudian dari dalam bilik kamarnya Ummu Salamah berseru:
" Wahai Abu Lubabah, bergembiralah, Allah telah menerima taubatmu."
Patut diketahui bahwa masjid dan rumah Rasulullah pada masa itu bukanlah sebuah bangunan yang terpisah agak jauh oleh jarak. Namun merupakan sebuah ruangan yang berdampingan. Oleh karenanya Ummu Salamah dapat berseru kepada Abu Lubabah yang ada di dalam masjid melalui kamarnya.
Setelah Ummu Salamah memberitahukan kabar gembira itu, betapa senangnya hati Lubabah. Berkali-kali dia mengucap syukur. Tidak cuma dia, para sahabat yang saat itu berada di masjid juga merasa bahagia. Penantian Abu Lubabah telah menuai hasil. Akhirnya dengan segera mereka berebut membukakan tali yang mengikat tubuh Abu Lubabah. Namun Abu Lubabah mencegahnya.
"Jangan!" serunya.
"Demi Allah, Jangan ada yang membuka ikatanku selain Rasulullah," tambahnya kemudian.
Para sahabat memaklumi dan segera mengurungkan niatnya untuk membuka ikatan tersebut. Setelah masuk waktu Subuh di mana Rasul masuk masjid untuk menunaikan salat, beliau segera membebaskan Abu Lubabah dari tiang masjid itu. Sejak saat itu, tiang tersebut terkenal dengan sebutan tiang taubat atau tiang Abu Lubabah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar