Senin, 30 November 2009

Hidup Bersahaja

Hendaklah Anda menanamkan hidup bersahaja pada anak sejak dini. Kesahajaan bukan berarti kita harua kikir, melainkan memenuhi kebutuhan hidup dengan skala prioritas. Mana yang penting kita dahulukan, keperluan yang kurang penting nanti dulu. Di zaman globalisasi sekarang ini, manusia dituntut bersaing untuk meraih masa depan yang lebih bak Dan persaingan hidup itu kadang membuat orang 1upa diri, tak ingat kepada Sang Khalik. Apa pun cara dilakukan untuk meraih sukses di dunia ini. Hanya manusia beriman saja yang dapat bersaing dengan sehat. Orang beriman akan menghindari persaingan yang hanya mencari kebahagiaan dunia semata-mata tanpa memerhatikan nilai moral,
agama, maupun nilai kemanusiaan.
Sebagai umat Islam, saya sangat prihatin dengan para elite yang bergelimang harta, berfoya-foya, dan hidup boros itu. Lihat saja bagaimana generasi muda anak orang elite berduit, terutama di kota-kota besar, setiap malam minum-minuman keras dan pesta narkoba sampai pagi. Menyedihkan. Saya bisa merasakan betapa beratnya mendidik anak-anak di zaman seperti sekarang. Alhamdulillah, saya hidup di desa yang insya Allah lebih aman dan damai untuk kedua anak saya yang masih kecil. Saya dan istri masing-masing berasal dari keluarga petani yang pas-pasan dan biasa hidup prihatin. Kesederhanaan hidup inilah yang menjadi pedoman kami dalam mendidik anak. Saya selalu memberi teladan tingkah laku kepada anak, agar mereka rendah hati dalam bermain atau bergaul. Saya ajarkan mereka kesahajaan. Kesahajaan bukan berarti kita harus kikir, melainkan memenuhi kebutuhan hidup dengan skala prioritas. Mana yang penting kita dahulukan, keperluan yang kurang penting nanti dulu. Masalah keuangan, kebutuhan selalu kami rundingkan secara terbuka. Kebetulan saya dan istri satu kantor; 24 jam selalu bersama. Dan saya sangat menikmati hidup saya sebagai suami maupun ayah. Suatu ketika saya mengajak anak pertama saya (6 tahun) ke toko sepatu. Ia tampak menyukai dua pasang sepatu; yang satu harganya Rp73.000,- dan satunya lagi Rp35.000,, Eh, ternyata dia bilang, 'Pak, saya piiih yang ini saja, yang murah. Nanti kalau beli yang mahal, uang Bapak habis." Saya terharu oleh kepolosannya. Uang sisa anggaran beli sepatu pun saya tabung walau nilainya tak seberapa jika dibandingkan dengan harga kebutuhan hidup sekarang. Ternyata, anak saya sudah bisa meneladani kesahajaan hidup. la sudah tahu, membeli sesuatu itu (sepatu, misalnya) yang penting manfaatnya, toh yang murah tidak selalu berarti cepat rusak. Saya dan istri sangat bahagia bisa melakukan dan menikmati kesahajaan hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar