Selasa, 24 November 2009

Gangguan Fisik dan Mental Akibat Menonton TV

Gangguan Fisik dan Mental Akibat Menonton TV
Secara fisik, terlalu banyak menonton TV juga akan mengganggu gerakan otot mata anak. Mata terbiasa melihat lurus dan tidak bergerak-gerak seperti saat membaca buku. 'Akibatnya, anak akan mengalami kesulitan membaca karena gangguan otot matanya," tutur psikolog yang sangat konsisten memperjuangkan UU anti pornografi dan pornoaksi ini.
Selain mengganggu otot mata, menonton juga mengakibatkan metabolisme tubuh terganggu karena anak cenderung pasif, tidak banyak bergerak. Karena itu, anak-anak yang banyak menghabiskan waktu dengan menonton TV punya kecenderungan mengalami kegemukan (obesitas).
Dari sisi kejiwaan, tayangan yang ditonton anak bisa mendorong anak menjadi konsumtif. Lihat saja betapa laku kerasnya produk teletubbies, pokemon, spongebob, dan produk pendukung lain seiring dengan tingginya rating tayangan tersebut. Anak yang senang pada satu tayangan, jadi tertarik memiliki produk tokoh tayangan atau bahkan segala produk yang diiklankan oleh tokoh favorit mereka.
Belum lagi kalau bicara saat tindak kekerasan yang banyak diumbar di berbagai tayangan anak. Kekerasan yang diumbar ini, seperti memukul, menjambak, menghantam, atau mencekik tak selalu dilakukan si tokoh jahat, namun juga oleh tokoh 'baik'. Tak heran bila berbagai penelitian lain lantas menunjukkan bahwa anak-anak yang banyak menonton TV cenderung lebih agresif dibandingkan dengan anak-anak yang jarang menonton TV. Ini belum termasuk banyaknya kalimat-kalimat negatif seperti makian dan ejekan yang dilontarkan tokoh TV.
Menurut Elly, dampak buruk terpapar tayangan TV ini memang tidak terlihat segera pada diri anak. Efeknya bisa jadi baru terlihat belasan tahun mendatang. Kekerapan menonton adegan kekerasan dalam TV akan menimbulkan dampak kumulatif, yaitu, anak-anak menjadi tidak tanggap terhadap kenyataan dan konsekuensi kekerasan. Bahkan, mungkin lebih cenderung menganggap kekerasan merupakan solusi dari persoalan kehidupan sehari-hari.
Efek buruk lainnya, ujar Elly lagi, adalah efek "candu". Bila sudah nyandu, anak akan menganggap tidak ada kegiatan lain yang lebih asyik dibandingkan menonton TV. Lebih parah lagi, bila efek nyandu ini mengakibatkan anak jadi males bersosialisasi dengan orang lain. Padahal, yang paling penting dikembangkan pada anak-anak adalah kemampuan berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman atau orang lain. Sedangkan menonton TV adalah proses non-interaktif meskipun orang lain berada di dekatnya," tutur Elly.
Tentu saja, masih ada manfaat menonton televisi bagi anak. Efek baik ini, antara lain, anak bisa mendapatkan tambahan wawasan dengan mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan den teknologi, perkembangan peristiwa yang terjadi di dunia, den perkembangan permasalahan yang ada di luar lingkungannya. Selain itu, anak juga dapat menambah kosakata terutama kata-kata yang tidak terlalu sering digunakan sehari-hari. Sayangnya jumlah program seperti itu masih sangat sedikit. Sedikit contoh adalah tayangan rutin Sessame Street atau Blue Clues. Dengan demikian menurut ukuran maslahat dan mafsadat, ternyata TV lebih banyak membawa mafsadat. Jika kita tarik konklusi seperti itu, adakah nonton TV bisa dipersamakan dengan khamr atau judi yang juga mengandung manfaat, namun lebih besar mafsadatnya sehingga Allah mengharamkan?. Dengan demikian, perkara haram itu belum tentu tidak mengandung manfaat sama sekali, namun menurut Syeikh Ibnu Abdis Salam, selaku pendukung kuat madzhab Syafi’i di Mesir yang wafat tahun 660 H. Beliau mengatakan bahwa kendati pun khamr mengandung manfaat, namun tetap diharamkan Allah, sebab terbukti mafsadatnya lebih mendominasi. Periksa firman.
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa`at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa`atnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir (QS. Al-Baqarah: 219).
Tentunya masih memerlukan penelitian yang panjang untuk memutuskan hukum haram memelototi layar kaca, sebagaimana masalah rokok yang kini diharamkan bagi anak-anak dan remaja. Ironisnya, belum berani merembet kepada orang dewasa. Ada apa di balik itu?

v Diet TV, Bagaimana?
Satu yang bisa dilakukan orang tua untuk meminimalisasi efek buruk tayangan TV adalah dengan melakukan pembatasan TV. Sebagaimana diet makan, pada diet TV juga diatur jumlah dan jenis tayangan yang boleh dikonsumsi keluarga. Aturan ini perlu ditegaskan orang tua secara konsisten. Misalnya, orang tua menetapkan waktu setengah jam sehari untuk nonton TV. Maka, jangan tergoda untuk membiarkan anak melewati batas waktu menonton ini.
Lantas, bagi anak yang sudah berusia 7 tahun, bisa diajak berdiskusi soal dampak buruk bila banyak menonton TV. Apa yang terjadi pada otot matanya, tulang punggungnya, otaknya, waktu bermain, belajarnya, dan seterusnya. Sementara, bila usia anak di bawah tujuh tahun, orang tua dapat mengalihkan kegiatan anak ke arah kegiatan yang lebih positif, seperti memberikan mainan atau mengajak anak melakukan aktivitas asyi.k lainnya.
Tentu saja orang tua perlu berkorban untuk sedikit jadi "repot" dalam mengeksplorasi berbagai cara dan kegiatan yang menarik. Namun, banyak cara bisa dilakukan orang tua, mencari lewat buku, browsing di internet, sharing dengan orang tua lain atau memilih ikut pelatihan.
Lewat yayasan yang dipimpinnya, Kita dan Buah Hati, Elly menawarkan pelatihan bermain bermakna. Pelatihan tersebut mengarahkan orang tua untuk menganalis cara kerja otak anak. Ada berbagai macam kegiatan yang bisa dilakukan, seperti bermain dengan barang bekas, dengan aft, batu, daun den sebagainya. Atau, dengan mengajarkan anak berbagai ketrampilan, seperti menyulam, menjahit, merangkai bunga, atau kegiatan olahraga. Dengan aneka kegiatan tersebut, anak-anak bisa memiliki alternatif lain selain nonton TV.
Selain membatasi waktu nonton, orang tua juga perlu mengetahui jenis tayangan yang ada. Untuk membantu orang tua dalam melakukan kategori tayangan anak kini sudah ada media watch khusus yang mengamati soal tayangan bagi anak, seperti yang diterbitken KIDIA. Dengan berlangganan media KIDIA ini misalnya, orang tua dapat menilai apakah satu tayangan masuk kategori amen, hati-hati ataukah berbahaya.
Aturan dalam diet TV tentu harus selalu dievaluasi den sosialisasikan ulang kepada seluruh anggota keluarga. Jangan cepat putusasa dan ingat bahwa kata kuncinya terletak pada konsistensi. Di atas semua itu, ingatlah bahwa diet TV bukan hanya berlaku kepada anak, tapi juga berlaku untuk seluruh anggota keluarga. Jadi, bakal susah omong soal diet TV bagi anak bila orang tua sendiri nyandu nonton gosip den telenovela.
Paling ringan adalah bagaimana anak-anak terkondisikan bersahaja dalam menonton TV, tidak terlalu lama, juga tidak terlalu sedikit. Tidak terlalu sering, juga tidak terlalu jarang. Ini yang mungkin dapat kita sepakati bersama. Hal ini jika saja menonton TV sudah ada kesepakatan kemubahannya.
Kemudian Kitab (Al-Qur’an) itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. Lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar (QS. Fathir: 32)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar