Kelapa Jenggi
Tanaman misterius ini mempunyai buah yanglpaling besar dan tidak ada duanya di seluruh, dunia. Buah yang baru bisa dipetik kalau umur pohon sudah enam puluh tahun itu selain merangsang keinginan tahu kita, juga merangsang seks (cerita burungnya). Namun yang jelas, kentos buahnya mampu menaarkan racun.
Buah kelapa laut yang bentuknya seperti pangkal paha itu tidak hanya sugestif, tapi juga 'gila' mahalnya!" tulis Philip Williams dalam South China Morning Post baru-baru ini. Sampai seharga US $ 80 sebuah, kelapa itu diekspor ke pasar-pasar ASEAN, untuk dipakai sebagai jamu serba bisa. Pengekspornya pedagang kopra dari Seychelles, sebuah republik partai tunggal di utara Madagaskar.
v Buahnya dobel
Kelapa gila itu memang hanya tumbuh asli di Kepulauan Seychelles saja. Buahnya sebenarnya sudah sejak dulu sering terapung-apung ikut arus laut khatulistiwa ke arah timur dan terdampar di pantai pulau-pulau terdekat, seperti Kepulauan Chagos dan Maladiva (sebelah barat Sri Lanka). Di salah satu Pulau Maladiva inilah orang Barat abad ke-17 dulu berkenalan untuk pertama kalinya dengan buah kelapa itu. Tidak mengherankan bahwa mereka heran. Buah yang mereka temukan betul-betul sebesar pinggul orang dewasa, berukuran 40 x 50 cm. Lebih besar daripada kepala orang tua. Beratnya 22 kg. Sama dengan satu kopor yang penuh berisi tetek bengek.
Seorang taksonomis tumbuh-tumbulaan memberi nama Lodoicea maldivica. Maksudnya tentu maladivica (dari Maladiva), tapi mungkin salah cetak dan tidak diralat. Kelapa itu memang ditemukan untuk pertama kalinya di Maladiva, dan dikira tumbuh asli di sana. Padahal di pulau itu tidak ditemukan hutan (atau kebun) tanaman itu. Bertahun-tahun lamanya buah itu dianggap misterius, karena selalu hanya buah saja yang ditemukan, sedang pohonnya tidak ada.
Baru sesudah Prancis menduduki Kepulauan Seychelles pada tahun 1743-1ah (sebelumnya kepulauan itu ditemukan oleh Mascarenhas dari Portugal tahun 1505, dan selama 238 tahun cuma menjadi sarang bajak laut saja), maka terungkap bahwa pohon kelapa itu tumbuh alamiah di Pulau Praslin, salah satu di antara Kepulauan Seychelles itu.
Serta merta seorang taksonomis tumbuh-tumbuhan (yang lain) memberi nama hodoicea sechellarum kepada Lodoicea maldivica itu. Ia merasa lebih betul memberi nama Lodoicea sechellarum (dari Seychelles yang bunyi bacaannya memang sechel). Bertahun-tahun lamanya kelapa itu kemudian beredar dengan dua nama, sampai akhirnya mencuat pendapat bahwa kalau tanaman sudah pernah diberi nama, sebenarnya tidak perlu disandangi nama baru kalau deskripsi (pertelaan) taksonomik dalam nama baru yang diusulkan ini toh sama saja dengan yang lama; walaupun nama baru ini 'lebih betul'.
Maka, kelapa Seychelles itu pun kemudian diedarkan dengan nama lama lagi: Lodoicea maldivica. Memang aneh tapi nyata! Lodoicea dari Seychelles dikatakan maldivica (dari Maladiva). Sementara itu, buah yang dari zaman ke zaman ada yang terapung ikut arus laut khatulistiwa ke arah timur itu tidak hanya terdampar di Pantai Maladiva saja, tapi ada yang sesudah melalui Kepulauan Nicobar terdampar ke pantai barat Semenanjung Tanah Melayu (dulu). Di Tanah Melayu inilah ia dipanggil kelapa laut. Alasannya, buah itu memang berasal dari laut. Tidak dari kebun kelapa tetangga sebelah.
Nama itu kemudian dipindahaksarakan (dulu 'dialihbahasakan', dan dulunya dulu lagi 'diterjemahkan') oleh orang Inggris sebagai sea coconut dan oleh orang Prancis sebagai coco demer.
Ada pula yang dalam perkembangan sejarah terdampar di pantai selatan Jawa Tengah, kemudian disebut kelapa jenggi. Jenggi bahasa kawi (Jawa kuno) ialah orang hitam dari Afrika. Kelapa bersejarah yang terdampar ke tepian pantai barat Sumatra kemudian disebut pauh jonggi.
Karena bentuknya seperti dua buah 'buah' yang melekat menjadi satu, kelapa itu di pantai selatan Jawa Tengah (yang lain) disebut kelapa kembar, sedang di pantai selatan Jawa Tengah (yang lain lagi) kelapa dempet. Apakah nama Inggris double coconut dalam Encyclopedia Americana dan majalah ilmiah pop itu berasal dari kelapa kembar orang Jawa ataukah sebaliknya, tidak begitu jelas dalam sejarah.
v Benar-benar langka
Sesudah lebih terkuak rahasianya, ternyata pohon kelapa laut itu tidak seperti kelapa yang biasa kita kenal. Ukurannya serba raksasa kalau sudah seratus tahun lebih umurnya, dengan daun seperti kipas jumbo yang tangkainya saja sudah sepanjang 3 m, sedang belaian daunnya 2 m. Tinggi keseluruhan pohon 30 m seperti kelapa 'dalam' kita. (Kelapa dalam ialah varietas kelapa yang berbuah lambat; tujuh tahun baru berbuah).
Kelapa jenggi lebih gila lagi lambannya. Ia baru berbunga sesudah berumur tiga puluh tahun, di tempat tumbuhnya yang asli dan subur. Di tempat lain (seperti misalnya Kebun Raya Bogor), ia baru berbunga sesudah berumur setengah abad. Pembentukan buah sesudah bunga diserbuki tepung sari (kalau beruntung diserbuki), minta waktu sepuluh tahun. Jadi pada usia senja enam puluh tahun, buah angkatan pertamanya baru bisa dipetik.
Sialnya, pohon itu berumah dua. Bunga jantan tidak tinggal sepohon dengan bunga betina. Jadi supaya bisa mendapat buah yang betul-betul sah, mampu berkecambah dan tumbuh meneruskan jenisnya, kita harus menanam sepasang yang berdekatan. Susahnya, kita tidak bisa tahu sebelumnya, apakah bibit yang kita tanam berdekatan itu akan menjadi sepasang jantan dan betina, atau dua sejoli betina dan betina. Atau malah menjadi dua perjaka abadi. Semuanya baru jelas sesudah kita menunggu tiga puluh tahun. Ah! Lamban nian!
Karena sulitnya pembuahan dan lamanya proses pemasakan, buah kelapa jenggi benar-benar langka, sampai dikultuskan oleh penduduk pantai beberapa negara yang belum berkembang.
Minggu, 29 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar