Sabtu, 28 November 2009

Banyak Anak, Banyak Karya

Banyak Anak, Banyak Karya

Mungkin sebagian dari kita selbelum menikah punya obsesi yang sama; ingin jadi ibu rumah tangga yang banyak anak, tapi tetap bisa aktif di luar. Saya pun begitu. Namun, kenyataannya sungguh amat berat. Setelah menikah dan punya anak, keluar dapur saja susahnya minta ampun. Hingga selama sehari semalam, medan garapan tak keluar dari tiga ranah; sumur, dapur, dan kasur.
Kondisi itulah yang saya alami hingga lahir anak keempat. Segala obsesi semasa gadis hilang entah kemana ditelan kesibukan rumah tangga yang tidak ada habisnya. Namun, alhamdulillah, semangat saya sebenarnya tak hilang sama sekali.
Sisa semangat itulah yang membuka kesadaran saya bahwa idealisme untuk banyak anak, banyak berkarya harus dinyalakan kembali. Tapi bagaimana caranya, sementara waktu minim, fasilitas minim, finansial minim. Suami pun tak bisa terlalu diandalkan untuk membantu karena kesibukannya, berangkat kala gelap, pulangnya pun sudah gelap pula.
Hingga suatu hari seorang anak tetangga, Misbah, yang saat itu masih kelas 5 SD saya tanya, "Baca Qurannya sudah juz berapa?"
"Sudah nggak TPA lagi, Males," jawabnya enteng, tapi mengejutkanku.
"Sekolahmu bagaimana? Raportnya bagus?" tanya saya lagi.
"Merahnya empat biji. Habis nggak ada yang ngajari, PR-nya susah-susah."
Agaknya Allah tengah membuka jalan bagi saya dan memberi inspirasi lewat percakapan itu. Misbah saya tawari untuk saya ajari membaca Quran dan pelajaran umum. Dia mau. Hasil raportnya kemudian cukup mengejutkan, dia mendapat ranking 4. Setelah itu satu per satu temannya ikut.
Saya pernah dirnuat di beberapa media. Akhirnya saya pun kembali menulis. Walau tak semua bisa dimuat, namun alhamdulillah sebagian tulisan saya ada juga yang nyantol.
Seolah tak mau berhenti, kini setelah anak keenam saya lahir, saya masih terus menulis. Saya pun membantu suami untuk meruqyah. Kemudian saya belajar membekam dan terapi ala thibbun nabawi. Sekarang pun diamanahi memberi kajian untuk ibu-ibu muslimat. Bagaimana dengan anak-anak? Alhamdulillah mereka tak terbengkalai. Bahkan kini soal belajar baca AI Quran, menghafal Quran dan Hadits yang dulu saya serahkan pada TPA kini saya tang sendiri.
Kadang terbersit pertanyaan, kenapa dulu waktu baru punya anak satu saya tak bisa apa-apa, bahkan ibadah mahdhah pun kedodoran sampai tingkat yang memprihatinkan. Namun sekarang dengan anak 6, aktivitas semakin banyak alhamdulillah ibadah-ibadah sunnah pun semakin ringan kujalankan.
Saya pikir, selain kemudahan dari Allah, tentu usaha kitapun tak boleh berhenti di sini. Kita terus menggali potensi diri. Setiap orang punya potensi. Gali dan galilah terus. Setelah kita temukan, kerahkan segala waktu dan kemampuan untuk mengasah dan menjalaninya. Halangan dan rintangan tentu ada, namun itulah harga yang harus kita bayar. Saya selalu ingat nasihat dari Satria Hadi Lubis, seorang motivator, bahwa seringkali keberhasilan bukan ditentukan oleh kecerdasan otak, tapi oleh ketekunan. Ketika telah kita jalankan, insya Allah hasil yang kita dapatkan tak akan mengecewakan. Jadi banyaknya anak terbukti malah banyak rezeki dan banyak aktivitas yang bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar