Sabtu, 28 November 2009

"Anak jangan jadi belalang"

"Anak jangan jadi belalang"



Bagaimana cara Achmad Bakrie almarhum dari Bakrie & Brothers mendidik Aburizal dan anak-anaknya yang lain? Dalam sebuah wawancara Achmad Bakrie (alm) menyatakan bahwa sebagai bapak tentu saja ia mengharapkan anak-anaknya lebih maju daripadanya. Ia merasa berbahagia ketika keempat anaknya terjun ke bidang bisnis. "Padahal saya tidak pernah menyuruh mereka untuk bekerja di perusahaan kami. Mereka memilih sendiri. Mungkin karena terpengaruh lingkungan. Lingkungan kami 'kan lingkungan dagang, pembicaraan juga banyak berkisar soal dagang." Aburizal, "putra mahkotanya", seorang insinyur elektro. "Insinyur elektro jadi pengusaha bisa saja. Manajer dapat dibina," katanya, "Orang tidak usah menjadi MBA, sebab dokter atau lulusan sekolah menengah sekali pun bisa memimpin perusahaan asal mempunyai pengetahuan manajemen."
Bagi Bakrie, keluarga itu penting. "Kebetulan saya sejalan dengan istri saya, Dalam hal mendidik anak kami dulu bertekad, bukan uang yang akan kami berikan, tetapi hubungan yang baik. Yang membesarkan dan menyenangkan hati kita 'kan anak. Waktu kecil ia mainan kita, setelah. besar ia kawan kita."
"Ketika istri saya dan saya masih relatif muda dan anak-anak masih kecil, kami suami-istri sering mempunyai macam-macam kegiatan agar bisa bertemu dengan anak. Kadang-kadang kami pergi juga ke pesta. Walaupun pulangnya pukul 02.00, kami berdua berjanji untuk bangun lebih pagi dan anak-anak dan menunggu mereka di meja makan, supaya mereka sempat bercerita kepada kami. Umpamanya saja ada yang bercerita, “Pa, saya dicubit guru.”
"Karena saya harus banyak berada di kantor, saya minta agar istri saya ada di rumah pada saat anak-anak pulang dari sekolah untuk menampung cerita mereka. Paginya ia bisa pergi ke pasar atau pergi dengan teman-teman ke mana saja. Saya juga tidak keberatan istri saya pergi lagi sorenya. Masa istri dikurung terus di rumah?"

v Bisa rusak
"Semua orang tua sayang kepada anaknya, tetapi kalau kita menyayanginya dengan cara yang salah, anak bisa rusak. Kalau sudah begitu, susah. Umpamanya saja kalau kita memberi uang berlebihan, mereka bisa berfoya-foya dan menjurus ke arah yang salah."
"Istri saya terutama ketat dalam hal keuangan. Saya mgat, ketika anak saya yang perempuan sudah menjadi mahasiswi di Bandung, ia pernah berkata kepada tantenya, 'Aduh, pingin punya duit Rp 5.000,00 saja.' 'Buat apa?' tanya tantenya. 'Buat beli buah kaleng.'"
"Memang uang belanja yang kami berikan pas saja. Mereka tinggal dalam sebuah rumah yang saya beli di Bandung. Uang untuk makan pasti cukup, tetapi memang tidak mewah. Pencuci mulutnya hanya pisang atau pepaya saja. Kalau kami datang, mereka bisa merasakan keistinewaan. Setelah saya tahu persoalan buah kaleng itu, kalau mereka pulang ke Jakarta, saya sengaja membawa mereka ke Glodok untuk memborong buah kaleng buat dibawa ke Bandung."
"Saya ingin menanamkan kepada mereka bahwa uang bukan untuk memperbudak kita. Kitalah yang mesti mengendalikan uang dengan baik. Uang Itu buat apa? Bukan untuk diduduki, tetapi untuk ditanam di pabnk ini atau itu. Kalau untung, ya ke mana perginya, kalau bukan ditanam lagi, sehingga usaha kami bisa berkembang."
"Selain komunikasi dengan anak, disiplin juga penting. Jangan sore malah makan dan tidur, tetapi malamnya melek. Disiplin diperlukan dalam kehidupan, dalam pekerjaan maupun dalam membuat barang. Kalau barang kita jelek siapa yang mau beli? Di mana-mana 'kan kini digunakan quality control. Manusia juga dikontrol kualitasnya. Nah, kita kontrol anak kita supaya menjadi orang baik. Jangan menjadi belalang karena makan padi orang."
Bakrie mempunyai suatu cara untuk mendidik anaknya terjun ke masyarakat. "Selagi mereka masih kecil, saya sering membawa mereka ke restoran yang bagus, Waktu itu cuma ada di Hotel Indonesia, hotel internasional satu-satunya yang kita punyai. Kami juga membawa mereka ke luar negeri. Bukan buat berfoya-foya, tetapi untuk rnelihat bagaimana cara orang berpakaian, bersikap dan bertutur kata."
Bakrie rupanya sudah berhasil menyiapkan generasi penerus usahanya. "Sejak dulu saya sudah mempunyai rencana, siapa dari anak saya yang akan pegang karet, siapa yang pegang pipa dan siapa yang pegang trading. Pabrik karet sudah saya jual, Anak saya yang pertama bilang, dia mau pegang pipa. Yang nomor dua dan yang nomor tiga juga mau berdagang dan masuk dalam trading. Semua di bawah pengawasan Aburizal, yang tertua. Kebetulan buat saya, bahwa mereka mau. Saya tidak mengatakan pandai, tetapi mau. Lantas untuk seterusnya nama Bakrie Brothers bisa tetap dipakai, sebab mereka 'kan Bakrie dan brothers."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar