Kamis, 31 Desember 2009

Hikmah Dari Anak Kecil

Hasan Bashri merupakan seorang ulama yang terkenal dalam berbagai disiplin ilmu, baik di bidang Al-Qur’an, As-Sunnah, fiqih, tauhid maupun tasawuf, sehingga oleh penduduk Bashrah dan sekitarnya dianggap orang yang paling mulia di kurun tabi’in. Nama lengkapntya Al-Hasan bin Abil Hasan Yasar Al-Bashri yang wafat pada tahun 110 H dalam usia yang hampir mendekati 90 tahun.
Pada suatu hari dia duduk di depan pintu rumahnya, namun belum berselang lama melintaslah jenazah seorang lelaki yang akan dikuburkan. Dilihatnya di belakang jenazah itu terdapat seorang anak wanita beserta para pengiring yang lain. Rambutnya tergerai dan tidak henti-hentinya ia menangis. Maka Hasan Bashri segera bangkit dari duduknya seraya anak itu dari belakang. Setelah dekat, dengan jelas dia mendengar anak itu mengatakan :
“Wahai Bapakku, belum pernah aku alami hari yang begitu sedih sesedih hari ini selama dalam hidupku ini.”
Segera saja Hasan Bashri menyahut :
“Nak, belum pernah pula bapakmu mengalami suatu hari yang sangat membingungkan seperti hari ini.”
Setelah sampai di mushalla, jenazah itupun dishalati, kemudian dikebumikan . Setelah prosesi pemakaman ini selesai, Hasan Bashri pulang dengan tidak mendapati keistimewaan apa-apa.
Esoknya lagi – seperti biasa – setelah shalat Shubuh dia duduk di depan rumah, namun sejenak kemudian dia melihat lagi anak wanita itu melintas menuju pemakaman untuk berziarah ke kubur ayahnya. Dengan penuh keheranan Hasan Bashri berkata dalam hatinya :
“Anak ini mungkin mempunyai keistimewaan, akan aku ikuti dia, siapa tahu aku mendapat petunjuk darinya.”
Hasan Bashri segera bangkit untuk mengikuti lagi anak itu dari belakang sehingga setelah sampai di dekat pemakaman, dengan segera dia bersembunyi mengintip apa yang akan diperbuat anak itu.
Ketika telah berada di atas kubur ayahnya, ia tampak memeluk nisan dan pipinya ditaruh di atas gundukan kubur itu seraya mengatakan :
“Wahai bapk, bagaimana tadi malam engkau menginap. Kemarin lusa aku masih mempersiapkan alas tidur untukmu, siapakah yang mempersiapkan alas tuidurmu tadi malam ?.
Kemarin lusa aku pun masih mempersiapkan lampu untuk menerangimu, siapakah yang mempersiapkan lampu untukmu tadi malam ?.
Wahai bapak, ketika badanmu merasa pegal-pega, seringkali aku memijat kedua belah tangan dan kakimu, siapa lagi yang memijatimu sekarang wahai bapak ?.
Wahai Bapak, ketika engkau merasakan haus, dengan segera aku persiapkan minuman untukmu, namun siapakah yang mempersiapkan minuman untukmu tadi malam ?.
Dan ketika engkau merasakan jemu dan penat saat tidur terlentang maka dengan segera aku balikkan pada sisi tubuhmu, namun siapakah yang membalikkan tubuhmu tadi malam ?.
Kemarin lusa masih aku pandangi wajahmu dengan perasaan belas kasih, siapakah sekarang yang memandangi wajahmu. ? Dan ketika engkau membutuhkan bantuan, maka engkau segera memanggilku, namun siapakah yang engkau panggil tadi malam ?.
Wahai Bapak, kemarin lusa aku masih memasakkan makanan untukmu, masihkah engkau berkeinginan makan dan siapa pula yang menaruhkan makanan untukmu ?.
Dalam persembunyiannya itu Hasan Bashri tidak bisa lagi menahan air matanya, dengan segera dia menampakkan diri seraya mengatakan :
“Nak, janganlah kau mengucapkan kalimat seperti itu, namun katakan :” Wahai bapak, kemarin kami masih menghadapkan wajahmu ke arah kiblat, masihkah kini wajahmu menghadap kiblat atau telah berpaling darinya ?. Wahai bapak, kemarin kami telah memberimu sebaik-baik kafan, masihkah kafan itu membalut tubuhmu atau sudah terlepas ?. Wahai bapak, ketika kami menaruhkanmu di kubur, tubuhmu masih tampak utuh, masihkah keadaannya seperti itu atau sudah dimakan ulat ?.
Ucapkan pula nak, para ulama telah mengatakan bahwa seseorang itu mesti ditanya mengenai keimanannya. Dari mereka ada yang bisa menjawab dengan benar, namun banyak pula yang lidahnya kelu seribu bahasa. Adakah bapak termasuk pihak yang bisa menjawab ?.
Mereka mengatakan pula sebagian jenazah itu ada yang kuburnya menjepit begitu rupa hingga tulang rusuknya berantakan, namun sebagian lagi mendapati kuburnya sangat luas. Termasuk golongan manakah bapak berada ?.
Mereka juga mengatakan bahwa sebagian kafan itu ada yang digantikan dengan kafan surga dan ada pula yang dari neraka. Dengan kafan apakah bapak digantikan ?.
Ada pula keterangan bahwa kubur itu acapkali diganti dengan taman surga, namun ada pula yang diubah menjadi kubangan neraka. Bagaimana keadaan kubur bapak sekarang ?.
Para ulama juga mengatakan kubur itu acapkali memeluk penghuninya sebagaimana seorang ibu yang memeluk anaknya dengan penuh kasih, namun ada pula yang mendapatkan marah darinya hingga menjepit sampai tulang belulangnnya berserakan. Adakah kubur itu marah kepadamu ataukah memelukmu dengan kasih sayang ?.
Para ulama juga mengatakan bahwa ketika seseorang telah memasuki kubur, jika saja dia sebagai orang yang bertakwa maka dia akan menyesal juga, mengapa ketika hidupnya tidak berbuat ketakwaan yang lebih banyak lagi. Orang durhaka pun menyesal, alangkah akan lebih baik jika ketika hidupnya itu tidak berbuat kedurhakaan. Adakah engkau termasuk pihak yang menyesali kedurhakaan ataukah yang menyesali sedikitnya ketakwaan ?.
Wahai bapak, telah lama aku memanggilmu, mengapa tidak ada sahutan sedikit pun darimu. Ya Allah, janganlah kirannya Engkau menghalangi pertemuanku nanti dengannya.
Setelah selesai Hasan Bashri mengajarinya, anak itu pun mendongakkan kepala seraya mengatakan :
“Betapa menyentuh kalbu kalimat yang engkau ajarkan kepadaku untuk bapakku. Sungguh begitu baik dan menyejukkan hatiku sehingga aku tergugah dari kelalaian. Akhirnya dia pun pulang dengan diantar Hasan Bashri menuju rumahnya ◙

Tidak ada komentar:

Posting Komentar