Sabtu, 19 Desember 2009

Buasnya Komodo

Buasnya Komodo




Dewasa ini orang ramai membicarakan film Steven Spielberg Jurassic Park. Isinya kaum dinosaurus yang sudah punah dihidupkan kembali. Biawak komodo kita: dianggap sisa mereka yang tidak turut punah, karena hidup di pulau terpencil. Tiba-tiba ada yang berpendapat, mereka bukan sisa dinosaurus. Lo, lalu apa?
Orang yang pertama kali melihat biawak raksasa di Pulau Komodo ialah nahkoda kapal kayu dari Jawa yang membuang sauh di pantai timur pulau itu. Bersama anak buahnya ia ingin menyelam mencari mutiara. Tapi sebelumnya, ia ingin mencari air minum dan kayu bakar, lalu herkemah di pantai. Tapi apa yang terjadi? Begitu mendarat, kontan mereka terbirit-birit naik kapal lagi. Nyaris mereka diterkam oleh naga raksasa yang "besar"! Segera berita itu beredar ke seluruh dunia. Mayor (purn) P.A. Ouwens yang kebetulan menjadi direktur Kebun Raya Bogor, amat tertarik dan mengontak Gubernur Kepulauan Sunda Kecil (sekarang Nusa Tenggara) Van Steyn van Hensbroek, agar mengecek kebenaran berita itu. Belum sampai Gubernur ini berangkat, sudah ada penerbang yang terpaksa mendarat darurat di pulau itu (tapi terbang lagi). "Pulau itu penuh dengan naga raksasa!" tulisnya. Panjangnya lebih dari 4 m. Sungguh mati!
Ketika Van Steyn akhirnya mendarat di pulau itu tahun 1912, ia mendapat laporan dari 2 orang nelayan mutiara Belanda, bahwa naga itu bukan 4 m, tapi 7 m. Gila! Apa ya benar itu, meskipun yang mengatakan nelayan Belanda! Ternyata yang dilihat sendiri oleh Pak Gubernur hanya biawak besar. Tidak "besoar"! Binatang itu hanya dibesar-besarkan karena dilihat dari jauh.
Agaknya Gubernur Van Steyn bernyali besar. Sebab, ia berhasil (menyuruh) menangkap 4 ekor biawak sepanjang 2,5 m, dan mengirimkannya hidup-hidup ke Ouwens di Bogor. Direktur Kebun Raya mantan mayor ini menelitinya, dan menarik kesimpulan bahwa binatang itu sejenis biawak dari keluarga Varanidae, suku bangsa kadal-kadalan Sauria. Binatang ini niscaya dari marga yang sudah tua umurnya. Sebab, fosil serupa pernah dikenal berasal dari epoch (kala) Eocene, pada periode (zaman) tersier, era Cenozoicum, kira-kira 60 juta tahun yang lalu.
Kata-kata Ouwens inilah yang kemudian ditarik kesimpulannya oleh generasi penerus, bahwa Varanus komodoensis Ouwens itu sisa dinosaurus yang pernah merajai muka bumi selama 140 juta tahun. Tapi kemudian punah.
Kabar tentang kepunahan dinosaurus kita dengar dari para palaeontolog yang menemukan fosil mereka di Amerika dan Eropa. Ternyata tidak hanya mereka yang mengenal binatang' purba itu. Beberapa bangsa manusia yang lain juga percaya tentang adanya binatang itu. Bangsa Cina misalnya, mengenalnya sebagai liong. Itu sejenis naga, yang bentuknya seperti ular tapi mempunyai kaki. Sangat boleh jadi bentuk ini diilhami oleh Mamenchisaurus, yang panjang lehernya 11 m. Kira-kira setinggi pohon kelapa (yang sudah tua).
Syahdan, liong ini dilegendakan tinggal di perut bumi. (memang fosilnya ditelan bumi). Hanya kalau muncul ke permukaan saja ia menimbulkan bunyi gemuruh, seperti ledakan beruntun gunung berapi. Setiap tahun, fragmen dari legenda ini digelar oleh para pelestari kebudayaan Cina, kalau merayakan capgomeh, sesudah tahun baru Imlek. Liong ditampilkan di jalan-jalan sekitar kelenteng, dengan penuh tata-buang gegap, gempita, duk-byeng duk-byeeeeng, duk-byeng-duk byeeeeng. Itu untuk menggambarkan letusan "reketek gunung gamping gempal".
Naga juga digelar ngosngosan mencoba menelan lampion lambang bola dunia yang digulirkan di depan mulut, tapi susah ditelan. Kalau sampai tertelan, habislah dunia kita karena kiamat. Tapi kalau tidak, dunia masih tetap subur dan makmur seperti Koperasi Gemah Ripah. Sejauh ini, mulut liong belum pernah berhasil mencaplok bola dunia. Jadi sampai sekarang kita juga belum kiamat.

v Naga bloon dan supercerdik
Bangsa Skandinavia juga mengenal binatang legenda semacam itu. Orang Inggris menerjemahkan sebutan binatang itu sebagai dragon. Bentuknya juga masih seperti reptil, tapi bukan seperti liongnya orang Cina. Ia pun bukannya bersemayan di perut bumi, tapi di dasar laut. Bangsa Skandinavia memang bangsa bahari. Jadi dragonnya juga dari Navy family. Naga ini mampu menelan bulan dan matahari. Tapi setiap kali menelan bulan atau matahari sampai kerowak, timbul gerhana, ia selalu meleset. Jadi berkali-kali gerhana itu juga pulih. Mungkin naga laut ini memang abadi bloonnya.
Dragon yang dilukiskan lebih mendekati bentuk dinosaurus ialah naga Tiamat dari Babilon. Naga ini tidak melambangkan peristiwa apa-apa, tapi binatang piaraan Dewa Marduk (dewa matahari dan vegetasi musim semi, di samping dewa objekan yang lain). Bentuknya seperti kuda tapi lehernya panjang. Kuku kakinya tajam seperti dinosaurus yang kita kenal bentuknya di beberapa museum binatang itu. Kini (artinya pada zaman Babilon itu) naga leher panjang yang dulu betul-hetul ada itu sudah tidak ada. Matinya gara-gara dibunuh pemeliharanya sendiri: Dewa Marduk.
Dongeng yang sama mustahilnya tapi juga sama menariknya dengan mitos-mitos itu ialah fiksi sains Michael Crichton: Jurassic Park. Dongengnya begitu spektakuler tapi masuk akal, sampai difilmkan oleh Steven Spielberg dengan judul yang sama. Orang ini memang tukang bikin film spektakuler, seperti E.T., Jaws, Hook, Close Encounters of the Third Kind. Enam jenis dinosaurus dicangkok dengan rekayasa gen di sebuah pulau terpencil Isla Nublar, di lepas pantai negeri pisang Costa Rica. Gen berupa DNA (deoksiribo-nucleic acid) pembentuk tubuh diambil dari serangga purba pengisap darah, yang terawetkan dalam. damar amber. Niscaya serangga ini sudah mengisap darah beberapa jenis dinosaurus. Kebetulan, 'kali! darah inilah yang setelah diambil dari mumi serangga itu di-etet-etet DNA-nya untuk dicangkokkan ke dalam sel hidup katak, lalu ditunaskan dalam tabung. Terlepas dari soal apakah serangga pada zaman Jura itu sudah mampu menusuk kulit tebal dinosaurus. Juga tak peduli apakah gen zaman purba mau dibiakkan dengan larulan makanan zaman susu hubuk. Pokoknya, berhasil!
Sesudah tumbuh besar, naga-naga cilik purba yang dilepas di taman margasatwa Jurassic Park, (semacam Taman Safari Cisarua), itu tiba-tiba sudah besar. Ada yang mengamuk, dan ada yang mengganyang orang seperti kucing makan tulang ayam.
Menurut beberapa kritikus film, ada hinatang yang tidak cocok ukuran dan sifatnya, tapi film ini memang bukan film dokumenter tentang dinosaurus, melainkan hiburan untuk semua umur (dan semua jenis kelamin) di atas 13 lahun. Ia begitu realistis sampai anak-anak yang menonton pasti mengira binatang itu benar-benar ada, di pulau milik pribadi jutawan eksentrik John Hammond, Isla Nublar di lepas pantai Costa Rica sana.
Film yang sukses besar itu menimbulkan sernacam dinosaurus-mania. Gambar Tyrannosaurus rex dipajang di mana-mana. Bahkan iklan mesin jahit pun bergambar Tyrannosaurus. Bukan gadis cantik. Gambaran yang paling tidak masuk akal (dalam film itu) ialah sejenis saurus Velociraptor yang paling buas, tapi sekaligus juga paling cerdas. Ia mampu membuka pegangan pintu kamar, seperti anjing rumah yang sudah terlatih. Wah, kalau sampai masuk ke kamar tidur anak-anak, bagaimana? Ini bukan anjing jinak lo, tapi Velociraptor yang liar dan buas. Ah! Apa ya mungkin?
Tak usah ributlah. Ini cuma film. Sama mustahilnya dengan legenda-legenda naga zaman dulu.

v Korban tabrakan
Istilah dinosaurus yang diciptakan pakar anatomi Inggris Richard Owen pada tahun 1841, mengacu pada berbagai sauros (kadal, bahasa Yunani) yang deinos (mengerikan). Untung sudah punah! Kepunahan mereka diteorikan gara-gara perubahan lingkungan oleh tersebarnya logam berat iridium. Bahan sialan ini berasal dari meteor raksasa yang menabrak bumi kita. Tabrakan dahsyat ini selain menimbulkan kawah raksasa seperti Diablo crater di Arizona, juga menghamburkan debu iridium ke segala penjuru angin. Bertahun-tahun debu ini melayang mengitari bumi dan membentuk awan tebal sampai sinar matahari tidak dapat mencapai flora di tempat tinggal dinosaurus lagi. Floranya punah karena tak dapat berfatosintesis, dan jenis-jenis dinosaurus pemakan tumbuhan seperti Apatosaurus (dulu dipanggil Brontosaurus), Brachiosaurus, Plateosaurus, Diplodocus, dan lainnya punah kelaparan. Karena mereka punah, maka jenis-jenis saurus lain yang memangsa mereka, seperti Allosaurus dan Tyranriosaurus juga ikut kelaparan dan punah.
"Masak hanya karena kelaparan saja seluruh bangsa bisa punah dengan serentak di mana-mana, baik di Amerika dan Inggris maupun Asia, Afrika dan Australia?" debat seorang pakar yang tidak setuju dengan "teori tabrakan itu.”
Ini dulu memang merupakan eka-teki, tapi beberapa ilmuwan tidak kekurangan teori untuk memecahkannya. Kalau bukan karena tabrakan meteor, ya sudah! Karena perubahan iklim sajalah, ketika bumi terbelah dan benua saling berpisah. Pada zaman Perm (240 - 290 juta tahun yang lalu), daratan di muka bumi kita masih menggumpal menjadi satu sebagai benua tunggal Pangaea. Tapi pada zaman Jura kemudian (135 - 200 juta tahun yang lalu), gumpalan itu terbelah menjadi dua, Laurasia yang meliputi Amerika Utara, Eropa, Asia; dan Gondwana yang meliputi Amenka Selatan, Afrika Tengah, India Selatan, dan Australia. Terbelahnya bumi ini menyehabkan ledakan beruntun sejumlah gunung berapi.
Lahar yang dimuntahkan memenuhi udara sekelilingnya dengan jelaga karbon dan belerangdioksida, sampai matahari tidak bisa menyinari bumi lagi. Suhu turun dingin sekali sampai semua dinosaurus sedunia mati suri. Mati suri ialah tidur nyenyak sekali sampai seperti mati, tapi tidak mati-mati. Sebagian ada yang digerogoti tubuhnya oleh tikus dan binatang pengerat lain, sampai tidak mati suri lagi, tapi mati betul. Walaupun tidak ditabrak meteor seperti rekan-rekan mereka di Amerika, namun mereka punah juga karena jelaga karbon dan belerangdioksida itu.
Walah! Rumit amat, penjelasan ilmiah itu! Para penyair Babilon merumuskan kepunahan naga itu dengan ngepop: dibunuh Dewa Marduk.

v Fosil Dinosaurus
Sampai 1964, kita semua percaya bahwa dinosaurus itu binatang melata, yang tidak bisa lari. Persis seperti reptil semacam buaya yang biasa kita lihat bermalas-malasan berjemur di kebun binatang itu. Mereka berdarah dingin dan terpaksa mengumpulkan tenaga surya untuk memperoleh "tenaga dalam" yang baru.
Tapi kemudian muncul palaeontolog Robert Bakker dari Museum Universitas Colorado. "Binatang itu bukan reptil sebangsa kadal-kadalan, meskipun sudah telanjur diberi nama saurus!" tulisnya dalam buku The Dinosaurus Heresies (Bidah Dinosaurus), terbitan 1964. Mereka berdarah panas.
Buktinya? Melimpah ruah! Fosil-fosil yang ditemukan menunjukkan rongga dada yang cukup besar bagi jantung yang besar pula. Ini seperti kaum binatang berdarah panas. Bukan reptil yang berdarah dingin. Bukti lain ialah ditemukannya jejak kaki peninggalan migrasi mereka, dari daerah paling utara ke daerah paling selatan (di Amerika Serikat). Binatang yang mampu bermigrasi pasti berdarah panas yang aktif, luwes, dan bahkan agresif.
Namun, walaupun mampu bermigrasi, mereka tetap saja bisa punah. "Tapi punahnya bukan karena bumi ditabrak meteor!" kata Bakker. Yang lebih masuk akal ialah kemunduran daya reproduksi mereka sendiri, yang sudah mulai tampak sejak 73 juta tahun sebelumnya, sampai 65 juta tahun yang lalu.
Kemunduran ini diduga karena susunan flora yang menjadi makanan mereka berubah. Dari daun cemara-cemaraan kasar dan palem-pa1eman ke tanaman berbunga yang lembek dan cepat habis kalorinya. Kebutuhan energi untuk memelihara tabuh begitu besar, sedangkan makanan yang tersedia makin berkurang kalorinya. Mundurlah kesehatan dan daya reproduksi mereka. Kemusnahannya normal saja pelannya. Tidak serentak semua saurus mati bersama, dan juga tidak mendadak, tapi pelan-pelan, selama 8 juta tahun.

v Bangsa tersendiri
Meskipun kebanyakan musnah, namun diduga ada beberapa saurus pemakan da qing yang mampu bertahan, rneskipun terpaksa menyesuaikan bentuknya dengan situasi dan kondisi baru. Jenis yang fit dalam keadaan baru ini antara lain Archaeopteryx yang fosilnya ditemukan di Solnhofen. Masuk binatang apa ini kok tubuhnya bersayap seperti burung tapi paruhnya penuh gigi seperti Tyrannosaurus? Ia lalu dianggap makhluk missing link saja, yang merupakan bentuk antara Tyrannosaurus dan burung. Memang kontroversial. Tyrannosaurus lebih dekat ke burung-burungan daripada ke jenis-jenis dinosaurus lainnya. Apa lagi ke kadal-kadalan purba yang sudah muncul (dan kemudian punah) lebih dulu pada zaman Perm. Antara lain kadal yang bentuknya seperti biawak besar sampai diberi nama Varanosaurus. Mereka tidak berevolusi menjadi dinosaurus dari zaman Jura (90 juta tahun kemudian), tapi punah.
Sedangkan kadal-kadalan yang berevolusi lebih lanjut menjadi kadal modern, seperti biawak komodo kita, berasal dari reptil purba yang berevolusi sebagai bangsa tersendiri, berdampingan dengan bangsa dinosaurus. Sampai sekarang belum ada petunjuk, apakah biawak komodo kita berasal dari Varanosaurus. Tapi yang jelas, sebagai reptil mereka bukan sisa dinosaurus yang selamat karena hidup di pulau terpencil.
Penduduk Pulau Komodo memang tidak menyebut biawak itu naga, tapi ora. Hanya orang luar negeri saja yang menyebutnya Komodo Dragon. Nama yang salah kaprah ini diduga masih akan dipakai terus, meskipun seharusnya diubah menjadi Komodo Lizard.
Biawak komodo ternyata tak hanya terdapat di Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur. Reptil raksasa berlidah cabang itu terdapat pula di Pulau Rinca, Pulau Padar, Pulau Flores bagian utara, serta pulau-pulau sekitarnya. Kalau yang di Komodo berwarna kehitaman, ora di Flores utara seperti juga yang "terpajang" di Pantai Lasiana, Kupang, berwarna kuning kecoklatan.
Jika ora Komodo disebut Varanus komodoensis, yang kuning kecoklatan disebut Vararius flavescens. Keduanya satu genus atau famili, namun berbeda spesies. Diduga, penyebabnya adalah perbedaan lingkungan. Tika di Pulau Komodo banyak semak belukar serta kubangan lumpur berwarna kehitaman, dataran Flores bagian utara agak gersang dan lebih terbuka. Secara alamiah si Varanus akan menyesuaikan diri dengan lingkungan, sebagai mekanisme perlindungan terhadap ancaman lawan. Perbedaan situasi alam pula yang membedakan nasib mereka. Varanus di Pulau Komodo dan Rinca jelas lebih beruntung karena berada di kawasan lindung. Sedangkan "penghuni" Flores bagian utara kurang terjaga karena wilayah penyebarannya yang sangat tebuka. Di sana memang terdapat Cagar Alam Tujuh Belas Pulau tepatnya di Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada, Flores, NTT; namun sang Varanus tersebar jauh ke luar wilayah itu. Di Sikka, kabupaten di sebelah timurnya, ora kuning sering dijumpai. Sebagaimana ora di Komo do dan Rinca, ancaman paling serius juga datang dari para pemburu liar. Apalagi untuk pengawasannya hanya mengandalkan pada seorang petugas. Walhasil, yang terancam bukan hanya reptil-reptil raksasa itu, tetapi juga nyawa Pak Niko, nama panggilan petugas PPA single fighter di kawasan lindung itu.
Selain berpatroli, Pak Nike juga acap memandu wisatawan mengelilingi cagar alam seluas 11.900 ha itu dengan perahu motor. Menyusuri padang garam, menyaksikan ribuan kelelawar di Pulau Kelelawar, menyelam untuk menikmati ikan hias dan keong bintang di antara batu-batu karang, melihat-lihat komodo kuning, atau mengunjungi desa tradisional Bena yang bisa dicapai dalam 1,5 jam perjalanan dan Bajawa.


Riung, kecamatan seluas 575 kmz yang terletak antara 120,58° - 121,15° bujur timur, dan 8,25° - 8,45° lintang selatan itu terdiri atas 12 kelurahan. Daerahnya berbukit-bukit dengan kemiringan 10 - 45° suhu rata-rata 26 - 37°C. Sebagian wilayahnya terdiri atas pulau-pulau kecil yang berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI No. 427/Kpts. – II/87 tanggal 28 Desember 1987 ditetapkan sebagai kawasan lindung dengan nama Cagar A1am Tujuh Belas Pulau.
Riung bisa dicapai dengan perjalanan darat dari Ende atau Bajawa. Transportasi udara dan luar pulau bisa mencapai Bajawa, sedangkan jalur laut berakhir di Pelabuhan Ende (KM Kelimutu, misalnya, menempuh perjalanan 3 hari dari Surabaya). Dari Ende perjalanan bisa dilanjutkan dengan kendaraan umum menuju Bajawa, kota kecamatan yang cukup ramai. Dan sini, jalur kendaraan umum ke Riung akan melalui Mbay. Waktu tempuh kadang mencapai 4 jam di atas jalanan- berkualitas rendah. Kualitas yang hampir sama juga terjadi di jalur utara dari Maumere, yang konon - sejak bertahun-tahun lalu - akan diresmikan Presiden Soeharto.
Harap ingat, kendaraan umum yang disebut bus sebenarnya truk yang diberi kursi penumpang. Setiap kali pun berhenti - dan penumpang harus turun - karena macam-macam barang, mulai bahan makanan sam.pai batu-batuan, harus pula diangkut. Penat badan kian terasa karena jalur Mbay - Riung yang gersang.
Di Riung terdapat homestay atau losmen, dengan tarif berkisar Rp 10.000,- - Rp 20.000,- masing-masing memberikan hidangan khas: ikan. Namun jumlah wisatawan masih sedikit, "Sekitar 10 orang per minggu, kebanyakan dari Amerika dan Be1anda," kata seorang pegawai Losmen Florida. Kendalanya bermacam-macam, mulai dari prasarana jalan berkualitas rendah sampai sulitnya transportasi. Belum lagi risiko yang harus dihadapi pendatang, mengingat di sekitar Riung masih banyak binatang berbisa, mulai ular sampai kalajengking. Jumlah penduduk yang sedikit menyebabkan orang sulit minta tolong kalau misalnya mengalami naas. Sedangkan di sana hanya terdapat 1 puskesmas yang telah terbebani masalah kesehatan penduduk setempat.
Boleh dibilang, Riung hampir tak punya unsur pendukung untuk membanggakan diri sebagai daerah tujuan wisata. Keberadaan sebagai cagar alam pun sangat dipenuhi kekurangan di sana-sini. Jika keselamatan Varanus di Komodo dan Rinca saja masih sering terancam, terlebih lagi saudara-saudaranya di kawasan lain semisal Riung. Para kriminal, pencuri, dan pembunuh hampir setiap saat datang demi reptil-reptil raksasa yang sebetulnya dilindungi itu. Masalahnya sekarang, akankah kita diamkan begitu saja penyusutan sistematis jumlah satwa terlindung itu? Atau barangkali terpikirkan untuk menambah jumlah petugas, serta upaya kongkret mewujudkannya sebagai kawasan wisata yang berpotensi, yang memberikan rasa aman bagi satwa langka itu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar