Minggu, 29 November 2009

Racun Ketela Pohon 2

Untuk setiap bagian tanaman, kandungan glikosida-nya berbeda. Pada bagian ubi segar mengandung HCN 30 - 200 mg/kg namun kadang-kadang bisa lebih besar, tergantung kepada spesies, kondisi ekologis, dan pasokan mineral.
Pemupukan dengan bahan pupuk kaya nitrogen dan rendah kalium akan meningkatkan kandungan glikosida. Jika hujan pertama turun sesudah musim kemarau, kandungan glikosidanya juga meningkat.
Pada ubi kayu, senyawa beracun tersebut dikenal dengan nama Linamarin. Jenis glikosida ini, juga ditemukan dalam biji Lini (Linum usitatissimum, keluarga Linaceae) yang banyak diambil minyaknya sebagai bahan baku cat. Linamarin oleh enzim beta-glukosidase akan diubah menjadi aliahidroksi-isobutironitril dun selanjutnya oleh enzim liase baru akan diubah menjadi gas HCN. Dalam jumlah kecil, HCN masih dapat ditolerir tubuh. Namun, bila jumlah konsumsinya lebih dari 1 mg/kg berat badan/hari, pengaruhnya jadi tidak baik bagi manusia.
Upaya mengurangi atau menghilangkan senyawa glikosida dapat dilakukan dengan merendam singkong dalam air, agar glikosidanya terlarut dan dapat dibuang. Dapat juga dengan merehusnya hingga mendidih. Namun, cara-cara tadi masih belum menjamin berkurang atau hilangnya kandungan racun. Dengan menggorengnya menjadi keripik pun belum menjamin hasilnya terbehas dari glikosida beracun tersebut. Mungkin cuma sebatas mengurangi.

v Bisa merusak saraf
Lalu bagaimana keripik ini hisa meracuni? Di dalam asam lambung yang bereaksi asam, glikosida tetap stabil. Namun, setelah memasuki usus kecil senyawa ini diubah menjadi HCN oleh enzim yang dibuat bakteri usus. Lalu, HCN masuk dalam aliran darah dan terikat oleh heme, terutama sitokrom oksidase, sehingga terjadi gangguan respirasi sel. Untungnya, keracunan tidak segera timbul karena terbebasnya gas HCR tergantung pada cukup tersedianya enzim buatan bakteri usus tadi.
Meski begitu, anak-anak amat rentan terhadap racun ini. Reaksi keracunannya tidak segera. Tanda-tanda keracunan baru timbul sepulang dari sekolah atau esok harinya. Keracunan sianida ditandai dengan pusing, mual, muntah, badan lemah, nyeri dan kaku abdominal, serta hiperventilasi. Pada keracunan yang berat dapat berlanjut ke takipnea (napas cepat), dispnea (sesak napas), paralisis (lumpuh), kejang, kolaps, dan berhentinya pernapasan. Selanjutnya dalam waktu sampai 20 menit akan terjadi kematian.
Pada keracunan kronik dapat terjadi kerusakan saraf (neuropati), seperti yang dilaporkan pernah terjadi di Nigeria, Zaire, dan Senegal. Di samping itu keracunan kronik juga dapat menyebabkan penyakit gondok.
Tindakan masyarakat membawa ke puskesmas setempat agar korban mendapat pertolongan dan perawatan medis banyak membantu mencegah jatuhnya korban. Dengan memberikan suntikan antidotum natrium tiosulfat intravena, sianida segera dapat diubah menjadi tiosianat. Pernapasan oksigen yang memadai serta cairan infus, juga membantu menyelamatkan korban.
Dari kasus keracunan keripik tersebut hendaknya pembuat dan penjual keripik singkong berhati-hati memilih ubi kayu. Jangan menggunakan ubi kayu gendruwo, yang kandungan glikosida sianogeniknya lebih tinggi daripada ubi kayu biasa. Bila hendak menjadikan singkong sebagai makanan, sebaiknya diproses terlebih dahulu untuk menghilangkan kandungan bahan beracunnya. Umpamanya dengan merendamnya dalam air cukup lama atau melakukan pencucian ulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar