Sabtu, 28 November 2009

Menyadarkan Gubernur dengan Kelembutan

Menyadarkan Gubernur


Seorang gubernur pada zaman Khalifah AI-Mahdi, pada suatu hari ingin mengumpulkan warganya. Karena mendapat pengumuman dari sang gubernur untuk berkumpul, maka semua rakyat berdatangan, baik Laki-laki ataupun perempuan. Setelah berkumpul semuanya, sang gubernur memberi pengumuman, jika dirinya ingin menebarkan uang.
Tak lama kemudian sang gubernur menaburkan uang. Semua yang hadir saling berebutan memunguti uang itu, "Alhamdulillah saya dapat satu dinar" kata salah satu rakyat yang mendapat uang.
Namun, di tengah kegembiraan semua masyarakat yang hadir itu, ada seorang wanita hina, Hamidah namanya. Ia berkulit hitam dan berwajah kurang menarik. Wanita berkulit hitam ini terlihat diam saja tidak bergerak. Dengan keheranan sang gubernur bertanya:
"Mengapa kamu tidak ikut memunguti uang dinar itu?"
Mendapat pertanyaan dari sang gubernur, Hamidah menjawab dengan santun:
"Sebab yang mereka cari uang dinar sebagai bekal di dunia ini. Sedangkan yang saya butuhkan bukan dinar melainkan bekal akhirat kelak."
Jawaban Hamidah ini membuat sang gubernur heran. Ia berkata dalam hati:
"Baru kali ini ada warga yang tidak mau dinar."
Padahal semua warga gubernur pada membutuhkan uang itu:
"Maksud kamu apa?" tanya sang gubernur yang mulai tertarik akan kepribadian perempuan itu.
"Maksud saya, uang dunia sudah cukup. Yang masih saya perlukan adalah bekal akhirat, yaitu salat, puasa dan zikir. Sebab perjalanan di dunia amat pendek dibanding dengan pengembara-an di akhirat yang panjang dan kekal," jawab Hamidah dengan santun. Dengan Jawaban seperti itu, sang Gubernur merasa telah disindir. Hatinya, disayat-sayat dengan pisau yang tajam, sehingga membuat sang gubernur diam sejenak untuk berpikir. Lalu, ia sadar dan akhirnya ia insaf. Selama ini, sang gubernur super sibuk. la hanya mengumpulkan harta benda dan melalaikan kewajiban agamanya. Sedangkan umurnya sudah lebih dari setengah abad, dan Malaikat Izrail sudah mengintainya, "Astagfirullah, saya selama ini kurang memperhatikan Yang Maha Kuasa. Untungnya ada yang mengingatkan. Saya selalu sibuk mencari harta," kata sang gubernur dalam hati.
Setelah sadar jika dirinya telah lama meninggalkan perintah Allah, akhirnya sang gubernur sadar. Dan tak lama kemudian ia jatuh cinta kepada Hamidah. Kabar itu tersebar ke segenap pelosok negeri. Kakitangan sang Gubernur tak habis pikir. Bagaimana seorang Gubernur bisa menaruh hati kepada perempuan jelata bertampang jelek itu.
"Aku hampir tidak percaya, seorang Gubernur senang dengan wanita miskin," kata salah satu pegawai gubernur.
Karena pembicaraan dari luar istana bernada negatif, akhirnya pada suatu kesempatan, diundanglah semua pegawai istana oleh gubernur dalam sebuah pesta mewah. Juga para tetanggga, termasuk wanita yang membuat heboh tadi. Kepada mereka diberikan gelas cristal yang bertahtakan permata, berisi cairan anggur segar. Gubernur lantas memerintah agar mereka membanting gelas masing-masing.
Semuanya bingung dan tidak ada yang mau menuruti perintah itu. Namun, tiba-tiba terdengar bunyi berdenting. Menandakan suara gelas pecah. Semua berpikiran, bahwa yang memecahkan gelas tersebut adalah orang gila dan bodoh. Itulah si perempuan berwajah buruk. Lalu, gubernur bertanya, "Mengapa kau banting gelas itu?"
Tanpa takut wanita itu menjawab, "Ada beberapa soaal.” Yang pertama, dengan memecahkan gelas ini berarti berkurang kekayaan tuan. Tetapi, menurut saya hal itu lebih baik daripada wibawa tuan berkurang lantaran perintah tuan tidak dipatuhi."
Mendapat Jawaban itu, sang Gubernur terkesima. Para tamunya juga kagum akan jawaban yang masuk akal itu.
"Sebab lainnya?" tanya gubernur lagi.
Wanita itu menjawab, "Kedua, saya hanya menaati perintah Allah. Sebab di dalam Alquran, Allah memerintahkan agar kita mematuhi Allah dan utusan-Nya, serta para penguasa. Sedangkan tuan adalah penguasa, maka dengan segala resikonya saya laksanakan perintah tuan." Gubernur kian takjub. Demikian pula paran tamunya.
"Masih ada sebab lain?" sambung Gubernur. Perempuan itu mengangguk dan berkata, "Ketiga, dengan saya memecahkan gelas itu, orang-orang akan menganggap saya gila. Namun, hal itu lebih baik buat saya. Biarlah saya dicap gila daripada tidak melakukan perintah gubernurnya. Tuduhan saya gila, akan saya terima dengan lapang dada daripada saya dituduh durhaka kepada penguasa saya. Itu lebih berat buat saya."
Tak lama kemudian sang Gubernur yang kematian istri itu menikahinya. Semua yang mendengar bahkan berbalik sangat gembira, karena gubernur memperoleh jodoh seorang wanita yang tidak saja taat kepada suaminya, tetapi juga taat kepada Allah kepada nabinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar