Jumat, 27 November 2009

mahalnya Kesehatan

v Peserta Askes pun bayar
Memang, di masa krisis ekonomi, orang sakit atau mengalami cedera bisa diiba­ratkan sudah jatuh tertimpa tangga. Apalagi jika harus menjalani rawat inap di ru­mah sakit. Kalau itu terjadi, Anda akan terbelalak melihat rincian biaya perawatan aki­bat kenaikan berbagai komponen biaya. Untuk obat saja, harganya naik 100 - 300% da­ri harga sebe­lum kurs dolar AS mening­galkan Rp 2.500,-. Reagen untuk peme­riksaan labo­ratorium me­lejit 300 - 400%. Atau, film untuk foto rontgen dan sejenisnya me­rangkak sampai 300%. Belum lagi biaya inap, pemeriksaan, atau terapi tertentu. Biaya tindakan foto koagulasi retina terhadap kebocoran pembuluh darah retina mata di sebuah rumah sakit mata terkenal di Jakarta, naik dari Rp 230.000,­menjadi Rp 330.000,-.
Di RSPUN dr. Ciplo Ma­ngunkusumo, ongkos pemerik­saan dengan Magnelir Resonance Imaging (MRI) naik dari Rp 800.000,- menjadi Hp 1 juta, pemotretan CT Scan merangkak dari Rp 200.000,­ menjadi Rp 300.000,-. Melihat melangitnya biaya penyem­buhan penyakit, sampai ada seorang pasien - dengan kepasrahan menyayat hati - ingin dirinya disuntik tidur selamanya. Mengenaskan!
Hingga sekarang hal itu memang belum terjadi. Na­mun, yang meninggal lantaran akibat tak langsung dari tersendatnya pengiriman ba­han atau kelangkaan alat da­sar medis sudah terjadi. Em­pat orang pasien RS Sanglah, Denpasar, yang mestinya me­lakukan hemodialisis (cuci da­rah) terpaksa harus mengha­dap Yang Kuasa lantaran sa­lah satu bagian peralatan cu­ci darah terlambat dikirirn dari penjualnya di Jakarta.
Kalaupun pelaksanaan he­modialisis tetap bisa dilaku­kan, pasien atau keluarganya mesti merogoh kantung lebih dalam lagi. Sekadar gambar­an bisa ditengok pengalaman Taslim Hidayat. Pegawai ne­geri di Pemda DKI peserta Askes ini biasanya tidak me­ngeluarkan biaya sepeser pun untuk cuci darah di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Biaya hemodialisis sepenuhnya ditanggung PT Askes, yakni sebesar Rp 180.000,-. Namun, sejak 1 Januari 1998 berdasarkan Surat Pemberi­tahuan No. 02/TU.K/38/I/1998 yang ditandatangai wakil di­rektur pelayanan medik RSUPN dr. Cipto Mangunku­sumo tentang pengenaan biaya tambahan bagi peserta Askes yang melakukan cuci darah, istrinya mesti membu­ka dompetnya setiap melaku­kan cuci darah.
Untuk Hollow Fiber Dialy­ser (HFD/ginjal buatan) baru diperlukan biaya tambahan Rp 80.000,-. Selain itu, mereka juga mesti membeli sendiri heparin, bahan pengencer darah, seharga Rp 12.500,- - 15.000/botol dan kalsium kar­bonat (untuk menghindari ke­keroposan tulang akibat pe­nyedotan kalsium besar-besar­an karena tindakan dialisis) seharga Rp 10.000,-, yang ta­dinya sudah termasuk paket "gratis". Bagi bapak tiga anak ini biaya itu tentu memberat­kan. Untung saja pengguna­an HFD masih bisa diulang sampai maksimal 8 kali, ter­gantung tingkat keparahan pasien. Tentu saja, pemakaian ulangnya untuk pasien yang sama agar tidak terjadi pe­nularan penyakit ke pasien lain. Dengan cara ini pasien atau keluarganya cukup me­ngeluarkan kocek Rp 25.000,­untuk resep penggunaan ulang HFD. Artinya, bisa menghemat Rp 55.000,- untuk sekali cuci darah. Atau, kalau cuci darah dilakukan seming­gu dua kali, dalam sebulan akan dihemat Rp 440.000,-.
Bayangkan saja kalau dia tidak ditanggung Askes. Un­tuk melakukan tindakan me­dis "penyambung nyawa" ini, pasien atau keluarganya mes­ti merogoh kantung sangat dalam. Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo umpamanya, berdasarkan Surat Keputusan Direktur RSUPN dr. Cipto Ma­ngunkusumo tertanggal 28 Januari 1998, biaya rumah sakit yang terdiri atas bahan dan alat dasar, jasa medis, serta jasa rumah sakitnya sa­ja Rp 75.000,-. Itu belum ter­masuk biaya hemodialisis set (HD set) yang harganya se­langit. HD set 4 item yang dipasarkan PT Sinar Roda Utama umpamanya, berharga Rp 577.500,-, termasuk Ppn 10%. Jadi, biaya hemodialisis pasien bukan peserta Askes mencapai Rp 652.500,-. Bila HD set digunakan kembali, biayanya menjadi "cuma" Rp 100.000. Biaya-biaya itu lebih gila lagi kalau cuci darah dilakukan di rumah sakit swasta mewah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar