v Tahu yang Diformalin
Dua tahun yang lalu, negeri ini pernah geger. Tahu diawetkan dengan formalin, padahal ini berbahaya. Kemudian cara pengawetan itu dilarang oleh pemerintah. Namun sampai di mana ketentuan tersebut ditaati, itu soal lain. Sebetulnya untuk mengawetkan tahu tidak perlu digunakan bahan yang berbahaya itu.
Menurut percobaan ternyata tahu yang direbus dapat disimpan selama 2 hari jika direndam dalam air kran atau air sumur bersih. Atau direbus selama 30 menit, kemudian direndam dalam air yang sudah dididihkan, daya awet dapat diperpanjang sampai 4 hari.
Tahu yang sudah direbus, jika dibungkus plastik dapat disimpan pada suhu ruang sampai 5 hari. Jika disimpan dalam lemari es, dalam rendaman air atau dibungkus plastik, akan tetap baik sesudah 8 hari. Cara pengawetan dan penyimpanan demikian cocok untuk perdagangan di supermarket.
Mereka juga mencoba merendam tahu dalam larutan formalin ½ , ¼ , 1% dan 2%, selama 15 sampai 30 menit. Setelah itu tahu direndam dalam air atau dibungkus plastik, disimpan pada suhu ruang dalam lemari es. Ternyata tahu menyerap formalin dan formalin itu tidak hilang setelah tahu digoreng atau direbus.
Tahu yang telah direndam dalam formalin menjadi kompak, keras. Tahu yang diawetkan dengan formalin dapat disimpan pada suhu ruang, dalam rendaman air atau bungkusan plastik. Tidak perlu lemari es.
Formalin dalam tahu akan hilang jika tahu itu direndam dalam air selama 5 hari atau lebih. Kenyataan ini akan menyulitkan pembuktian bahwa suatu contoh tahu pernah direndam dalam larutan formalin. Dalam hal demikian, kekerasan tahu itu masih dapat dijadikan petunjuk.
Tahu yang pernah direndam dalam larutan formalin kurang berair dari pada tahu biasa. Di Moratorium, pemeriksaan adany a formalin dalam tahu secara kimiawi, dapat dilakukan dengan mudah.
Secara kimiawi, bahan formalin tergolong obat disinfectantia dan itnliseptika.
Disinfectantia maupun antiseptika dalam bahasa Indonesia disebut obat pembasmi hama, yaitu yang digunakan untuk memusnahkan atau menghalangi pertumbuhan jasad-jasad renik yang pathogenik. Nama lain untuk Formalin ilah Formol atau larutan formaldehida (solutio formaldehydi).
Di dalam buku standard obat yang berlaku di Indonesia, yaitu Farmakope Indonesia Edisi II l972, hal. 234, yang dimaksud dengan formalin adalah larutan
formaldehida dalam air yang mengandung metanol sebagai stabilisator dan yang mempunyai kadar formaldehida tidak kurang dari 34% dan tidak lebih dari 38%. Khasiat dan penggunaan dalam buku tersebut tertulis sebagai antiseptika ekstern dan sebagai pengawet.
Di tahun limapuluhan, dalam ilmu pengobatan masih didapat obat yang mengandung formalin untuk dimakan, misalnya: Formamint Tablet, tablet hisap berisi formaldehida 1%. Formitrol Pastilles, tablet hisap yang mengandung formal-dehide 7½ mg tiap butirnya. Formo Cibazol Tablet, tablet untuk penyakit gangguan saluran pencernaan.
Mengingat toksisitas formalin ini serta adanya obat-obat baru yang khasiatnya sama dan lebih aman, maka penggunaan formalin ini kini terbatas pada penggunaan sebagai obat luar saja. Sampai sekarang pun di apotek masih banyak terdapat tablet-tablet formalin yang hanya digunakan untuk menyucihamakan barang gelas seperti ampul.
Meskipun kini dokter-dokter boleh dikatakan sudah tidak ada lagi yang menulis resep dengan formalin meskipun untuk obat luar tetapi orang-orang farmasi kita mengenal adanya obat cuci mulut (collutorium) dalam British Pharmaceutical Codex 1959, salep dan sabun yang mengandung formalin yang digunakan terhadap tangan dan kaki yang mengeluarkan banyak keringat (Unguentum formaldehydi refrigerans dan Sapo Formalini Unna), bubuk tabur bagi mereka yang berkeringat (dikenal dengan nama Formoform atau Pulvis Zinci oxydicum formalino), pasta gigi untuk gigi yang hypersensitif yang mengandung larutan formaldehida 1,3%.
Jumat, 27 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar