Sadarkan Orang dengan Kasih Sayang
Sayid Abdullah Alhaddad, merupakan seorang sufi yang menimba ilmu agama sejak kecil dari orangtuanya. Ia juga berguru ke beberapa ulama terkenal. Dalam berdakwah Alhaddad menekankan konsep kasih sayang.
Ibarat pepatah, buah akan jatuh tidak jauh dari pohonnya. Pepatah tersebut tepat terjadi pada diri Sayid Abdullah Alhaddad. Ia menjadi sufi, berkat didikan dari orang tuanya yang sejak kecil. Tapi dia juga senang dan pandai mempelajari agama. Dengan kecerdasan dan ketekunannya dalam belajar ilmu agama dan belajar membaca Al-Qur’an kepada kedua orang tuanya,.membuat dirinya pada usia muda sudah mampu menghafal Al-Qur’an.
Selain itu, Alhaddad juga punya semangat yang tinggi untuk belajar, karena itulah ia rela melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk memperdalam ilmu agama kepada para ulama terkenal. Alhaddad punya nama lengkap Al-Imam al Sayid Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad. Ia dilahirkan di Yaman pada 1044 H. Menurut sejarah para sufi, ia masih mempunyai nasab dengan Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Dalam pengembaraannya untuk menuntut ilmu, dan menambah wawasan keislamannya ia menemui beberapa ulama terkenal masa itu. Sebut saja ulama Sayid Abdurrahman bin Muhammad bin Akil al-Saqqaf, Sayid Abu Bakar bin Abdurrahman bin Syihabuddin, dan Sayid Umar bin Abdurrahman al-Attas.
Dengan belajar kepada guru-guru tersebut dan mengkaji berbagai bidang ilmu pengetahuan sehingga dia benar-benar menjadi orang alim yang menguasai seluk beluk syariat dan hakikat, memiliki spiritual yang tinggi dalam tasawuf, hingga mencapai tingkat tertinggi dalam maqam tasawuf. "Alhamdulillah dengan giat belajar saya bisa mendapatkan banyak ilmu, sehingga bisa saya amalkan kepada manusia," katanya.
Alhaddad juga mempunyai strategi dalam berdakwa untuk mengajak, dan menyadarkan manusia agar kembali ke jalan yang benar.
"Mengajak manusia ke jalan yang benar tidak perlu dipaksakan, harus dengan penuh kasih sayang, agar mereka sadar," jelasnya.
Dia akan menguraikan tentang kejadian manusia, yang dimulai dari bertemunya dua manusia yang berbeda jenis. Kemudian kehidupan di dalam rahim, kehidupan di alam dunia, kehidupan di alam kubur, serta di alam mahsyar, dan kehidupan yang kekal dan abadi di alam akhirat, yaitu kenikmatan surga dan siksaan neraka.
Dijelaskan oleh Alhaddad, tasawuf adalah ibadah, zuhud, akhlak dan zikir, suatu jalan untuk membina dan memperkuat kemandirian menuju kepada Allah. Seseorang yang ingin mencapai kehidupan yang selamat baik di dunia maupun di akhirat, maka harus dilakukan dan dilaksanakan, adalah berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan hadis.
Jadi, sangat salah apabila orang yang mendalami tasawuf justru meninggalkan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah, "Seorang sufi itu, harus dapat menyaring dan menjernihkan segala perbuatan, ucapan dan semua niat serta tindak tanduk dari berbagai kotoran berupa riyak dan segala sesuatu yang tidak disukai Allah," tuturnya.
Ajaran tasawuf menurut Alhaddad adalah memurnikan tauhid dari sumber-sumber syirik, menumbuhkan akhlak terpuji seperti zuhud, ikhlas dan hati bersih dari segala penyakit dunia seperti riya, angkuh dan sebagainya, kemudian melaksanakan amal saleh yang nyata dan menjauhi perbuatan buruk.
Tasawuf dalam pandangan Alhaddad adalah melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi larangan Allah, sambil membersihkan diri dan menjernihkan jiwa hingga merasa cukup dengan Allah dan tidak membutuhkan dunia. Itulah pesan yang ditinggalkan oleh tokoh sufi Sayid Abdullah Alhaddad.
Beberapa karya tulis yang dia tinggalkan untuk kita antara lain: Al-Nasaih al Diniyah, Sabil al-Dzikr Wa al-I’tibar Bima Ya’muru bi al-Ihsan wa Yangkadhi lahu min al A'mar, Al-Da'wat al-Ittihaf al-Sail, serta beberapa karya lain yang hingga sekarang banyak digunakan sebagai referensi para ulama.
Beliau meninggal dunia ketika berusia 88 tahun di Tarim pada tahun1132 H.
Sabtu, 28 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar