Minggu, 29 November 2009

Opium Sang Pembuat Mabuk 2

v Kalau disalahgunakan
Larangan ini yang justru merangsang peredaran heroin secara gelap di Amerika. Tapi undang-undang pelarangan tetap tidak dicabut. Peredaran gelapnya saja yang ditumpas secara global.
Kalau dipakai dengan dosis tinggi, (pada penyalahgunaan), candu, morfin, heroin membuat mengantuk seperti dinarkosa, sampai zat-zat itu dianggap narkotik yang terlarang. Orang yang bersangkutan tidur pulas, disertai mimpi yang indah dan nikmat sekali. Inilah yang ingin dialami oleh orang-orang frustrasi, untuk melupakan frustrasinya. Tapi begitu mimpi ini berhenti, orang yang bersangkutan lumpuh urat sarafnya, sampai kacau daya pikirnya. Ia merasa sengsara sekali, sampai berusaha mengisap candu lagi, supaya mimpi enak lagi. Kalau dicegah, ia malah sedih sampai menangis meraung-raung seperti orang gila. Sesudah kecanduan, ia cenderung mengabaikan kesehatan, pekerjaan, dan keluarganya. Kesehatannya yang merosot terus inilah yang membuat ia mati muda sebelum waktunya.
Tapi keinginan orangorang tersesat ini dilayani oleh para pengedar candu gelap. Mereka tidak mau mengakui undang-undang monopoli pemerintah negara masing-masing, yang dimaksudkan untuk melindungi rakyat masing-masing jangan sampai sengsara, terjerumus ke dunia narkotik. Para bandit daerah Segitiga Emas (daerah tak bertuan antara Myanmar, Laos, dan Thailand) seperti melecehkan dan menantang aparat pemerintah tiga negara itu. Daerah ini memang bergunung-gunung dan sulit sekali dicapai, sehingga cocok untuk main kucing-kucingan dengan aparat pemerintah.
Yang kasihan ialah para petani pegunungan penduduk setempat, yang dipaksa menanam candu. Kalau tidak mau, diancam dengan hukuman mati tembak di tempat, oleh para bandit pimpinan Khun Sha. Hasil berupa dirty money begitu melimpah (baginya), sampai daerah itu terkenal sebagai Segitiga Emas.
v Untung ada Jiin Haw
Di antara ketiga negara bertetangga itu, Thailand merupakan satu-satunya yang mampu menumpas penanaman candu gelap dengan sungguh-sungguh, di wilayahnya. Tidak dengan tindakan militer saja, tapi juga imbauan kepada petani yang ditinggalkan para bandit yang sudah dihalau ke negara tetangga, agar beralih menanam cash crop, penghasil uang tunai.
Bujukan dimulai dengan kelompok tani penduduk pendatang dari Cina, yang sudah sejak tahun 1961 menetap di Lembah Ang Khang, wilayah Thailand dekat Segitiga Emas yang berbatasan dengan Myanmar. Alasannya, mereka lebih maju daripada petani suku-suku terasing (tapi penduduk asli) daerah pegunungan itu yang masih terbelakang. Petani pendatang ini memang bekas tentara Cina nasionalis yang dulu mengungsi bersama keluarganya ke lembah terpencil di Thailand itu, ketika daratan Cina dikuasai kaum komunis. Orang Thai menyebut mereka Jiin Haw (Cina penunggang kuda), walaupun sekarang sudah tidak berkuda lagi.
Desa Ang Khang tidak ada dalam peta. Letaknya di lembah sebelah barat Kota Chiangrai. Jalan berdebu yang menghubungkan kedua tempat itu berliku-liku menuruti lereng gunung, sampai akhirnya buntu di suatu lembah yang subur. Bujukan untuk beralih tanam itu diproyekkan, dengan bantuan teknis dan pinjaman biaya dari Taiwan. Negeri ini sama-sama Cinanya, dan sama-sama antikomunisnya, yang dimanfaatkan oleh Thailand. Badan yang ditugasi menjalankan proyek ialah VACRS (Vocational Assistance Commision for Retired Servicemen), dipimpin oleh Soong Ching Yun. Anggotanya kebanyakan purnawirawan tentara (Taiwan), dengan bantuan sejumlah pakar agribisnis hortikultura.
Mula-mula juga tidak berjalan mulus proyek itu, karena ditentang sendiri oleh be berapa Jiin Haw tua. Ketika diajak untuk berkebun buah-buahan yang hasilnya bisa untung besar kelak, mereka terbahak-bahak. Walaah! Apa ya mungkin, itu? "Barangkali saya sudah keburu meninggal sebelum pohonnya berbuah!" kata ketua mereka.
Tapi VACRS tetap nekat mendatangkan ribuan bibit okulasi apel, pir, persik, dan kesemek dari Taiwan ke Ang Khang, pada tahun 1982. Bibit okulasi ini sudah bisa berbuah dalam waktu 5 tahun saja. Tapi Jiin Haw yang terbahak-bahak dulu itu belum juga meninggal.
Melihat kebun percontohan di Ang Khang, (yang selain ditanami pohon buah juga sayuran semusim, seperti wortel, kubis, tomat, dan brokoli, di samping bunga hias seruni dan anyelir), baru mereka percaya bahwa menanam buah-buahan, sayuran, dan bunga hias legal bisa mendapat uang lebih banyak daripada candu yang ilegal. Candu ini hanya boleh dijual kepada gerombolan monopolis Khun Sha, dengan harga yang amat memelas rendahnya. Keuntungan terbesar diraih oleh gerombolan itu sendiri.
Dengan terdesaknya candu oleh tanaman cash crop hortikultura itu, pada tahun 1989 dilaporkan bahwa candu selundupan tinggal 5% dari seluruh hasil Segitiga Emas tiga negara. Dari 150 ton candu (tahun 1960), sudah menurun menjadi 20 ton dalam tahun 1989. Mengenai laporan penurunan sarrbpai 87% ini, ada yang percaya, dan ada yang tidak, karena laporan itu dibuat oleh polisi perbatasan Thailand yang sering tidak tahu penyelundupan candu lewat jalan lain.
Tapi pemimpin proyek Soong Ching-yun (yang karena kesabarannya yang luar biasa dipanggil "Papa Soong") menerima Hadiah Magsaysay dari Magsaysay Foundation, Filipina, tahun 1988, atas jasanya yang luar biasa dalam mengentaskan kemiskinan para petani pegunungan, dan sekaligus mencegah penanaman candu kembali.
v Untuk pariwisata
Sesudah proyek itu berhasil, pada tahun 1989 dimasukkan lagi varietas unggul baru stroberi Taiwan, aprikot Jepang, cantaloupe Amerika, dan kiwi Selandia Baru yang mahal harga jualnya, tapi laris. Buah kiwi yang asam ini memang aneh. Kulitnya yang coklat berbulu pendek dibayangkan sebagai bulu burung kiwi. Kalau dikupas dan dibelah melintang, daging buahnya yang bening hijau muda tampak seperti diberi dekorasi bagian tengahnya, sampai dipakai sebagai hiasan (yang bisa dimakan juga), pada masakan yang dihidangkan di meja pesta, dan meja makan hotel berbintang.
Di Desa Sob Ruak, sebelah utara Changrai, dan yang paling dekat dengan Segitiga Emas perbatasan Laos, juga dibanguni hotel-hotel lereng gunung, restoran, tempat peristirahatan, taman rekreasi dan sarana wisata pegunungan lain yang menyerap buah kiwi itu. Ke sana pula hasil sayuran, buah-buahan dan bunga hias dari Lembah Ang Khang dan sekitarnya itu mengalir, di samping ke Chiang Mai, untuk diteruskan ke Bangkok. Turis asing dari Bangkok hanya bisa terbang sampai ke Chiangrai. Dari sana mereka rela naik bus ke Sob Ruak. Hanya untuk melihat bekas daerah Segitiga Emas yang pernah kondang sebagai sarang gerombolan Khun Sha, pengedar candu gelap! Ada rasa bangga campur sensasional di kalangan turis asing itu, bahwa mereka sudah menginjak daerah menakutkan yang legendaris, walaupun sambil duduk saja dalam bus ber AC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar