MAHRUM DAN BIDADARI SURGA
ada suatu hari ketika si Shaleh itu berthawaf di Baitullah, penglihatannya terantuk pada seseorang yang begitu lama bersujud. Dengan pelan-pelan si Shaleh mendekati orang tersebut hingga mendengar do'anya yang berulang-ulang diucapkan.
"To. Allah Tukanku, ak&n Engktm ba^aimanakan hamba-Mu yang terhftlang ini.v Hanya itu do'a yang diucapkan.
Had si Shaleh pun ingin me-ngetahui bagaimana kronologi ucapan seperti itu. Segera saja dia duduk di belakang orang itu me-nunggu selesai melakukan shalat-nya. Sesaat kemudian si Shaleh pun
mengucapkan$#/»w kepadanya dan memperkenalkan diri. Orang itu ternyata bernama Mahrum.
Lantas si Shaleh bertanya: "Mengapa do'a yang engkau ucapkan itu begitu aneh?"
Ternyata si Mahrum bersedia menceritakan pengalaman hidupnya yang sampai saat ini masih ber-gelayut dalam relung kalbunya yang begitu dalam. "Wahai kawan," kata Mahrum mulai bercerita, "Pada suatu hari kami berangkat beserta para tentera Islam menuju negeri Romawi untuk menaklukkan sebuah benteng terakhir mereka. Kedka itu prajurit yang dapat dikumpulkan ternyata melampaui dugaan, begitu sangat banyak hingga menambah spirit dan daya juang kami. Namun panglima kami meniilih sepuluh penunggang kuda yang betul-betul prajurit kebanggaan untuk menyelidiki kekuatan musuh. Maka ketika telah sampai pada suatu kawasan, terlihadah oleh kami enam ratus prajurit musuh berada di arah ter-tentu. Dan pada arah yang lain lagi terlihat pula enam ratus prajurit dalam keadaan siaga satu. Kami segera kembali untujc memberi informasi itu. Begitu panglima kami men-denga^ laporan, segera saja dia memberangkatkan seluruh prajuritlslam hingga menggempur mereka sampai tandas, dan kamixakhirnya kembali dengan kemenangan yang
begitu besar.
Beberapa hari kemudian, kami bertugas lagi sebagai informan. Selanjutnya kami segera menyusup di kawasan musuh pada malam yang begitu gelap. Namun sialnya, kami terjebak di sarang mereka sehingga seluruh kawan-kawan kami yang berjumlah sepuluh orang itu ditangkap, kemudian dihadapkan pada sang Kaisar, di mana dia mengisyaratkan agar kami dijebloskan dalam penjara uncuk sementara waktu.
Namun pada suatu hari, Kaisar mendapat informasi bahwa scluruh tentara Romawi yang ditawan orang-orang Islam telah dieksekusi, di mana di antara prajurit itu ter-dapat anak seorang paman Kaisar. Inilah yang menyebab-kan sang Kaisar begitu gusar dan sangat marah. Dengan muka merah membara, akhirnya sang Kaisar menyuruh para algojo unruk segera mengeksekusi kami. Maka segera saja para algojo itu berhamburan mengikat tangan kami ke belakang dan menyuruh kami unruk keluar dengan todongan senjata, sementara itu kedua belah mata kami disekap dengan seutas kain yang telah dipersiapkan. Namun tiba-tiba saja seorang algojo yang berdiri di sam-ping Kaisar mengatakan bahwa penyekapan mata mereka itu akan meringankan beban psikologis yang kami alami, untuk itu kain penyekap hendaknya dilepaskan seluruh-nya agar dapat menyaksikan kepala yang akan mengge-linding di hadapan mereka.
Sesaat kemudian, sekap kami pun dibuka seluruhnya, ternyata kami lihat ad a seorang algojo yang sudah berdiri di dekat kami. Dilihat dari cengkok dialeknya, kemungkin-an besar dia bekas prajurit Islam yang telah murtad dan bergabung dengan mereka. la dengan gagahnya me-ngenakan pakaian sutera yang disulam emas gemerlapan. Ketika itu mulut kami seakan terkunci, tidak mampu mengatakan apa pun padanya.
Setelah para algojo siap untuk mengeksekusi kami, aku segera mendongakkan kepala ke langit untuk me-manjatkan do'a. Belum sampai do'a itu terucapkan,
ternyata di atas sana telah kulihat sepuluh bidadari berjajar dengan senyum-simpulnya yang menawan seakan me-nyambut gembira kedatangan arwah kami. Masing-masing bidadari itu membawa sapu tangan yang ditaruh di atas nampan yang begitu indah. Sedangkan dari atas mereka terlihat sepuluh pintu langit yang terkuak lebar.
Seorang algojo segera menebas leher kawan di dekat-ku satu demi satu. Dan pada setiap kali eksekusi ini, seorang bidadari segera turun untuk menyongsong dan mengambil arwahnya, lantas dilipat dalam sapu tangan dan ditaruhkan di atas nampan, kemudian segera pergi naik menuju pintu langit yang sejak tadi telah terbuka lebar itu. Begitulah prosesi itu tampak jelas di mata kepalaku hingga tiba giliranku untuk dieksekusi. Dan ketika itu pula telah kulihat seorang bidadari bersiap mendekatiku untuk segera menyongsong kehadiran nyawaku. Namun setelah algojo bersiap menebaskan pedangnya ke leherku, tiba-tiba saja seseorang yang berada di samping Kaisar mengatakan:
"Wahai Baginda! Jika saja kita habisi mereka semua-nya, siapa yang akan memberi informasi nasib para mata-mata yang telah terbunuh ini, kiranya akan lebih baik jika orang ini Mta lepaskan saja agar bisa memberi kabar pada prajurit Islam lainnya, dengan harapan agar mentalitas dan semangat tempur mereka bisa runtuh."
Ternyata Kaisar menyambut baik saran ini, hingga aku pun dilepaskan. Maka ketika itu kulihat raut sang bidadari begitu kecewa dan beranjak meninggalkanku seraya mengatakan., "Terhalang sudah kau, terhalang sudah kau!"
Mengetahui ucapan dan sikap sang bidadari seperti itu, betapa hati ini seakan disayat sembilu, penderitaan batinku tidak berkesudahan, hati ini seakan hampa -kosong tiada harapan lagi. Sampai kini, siang dan malam, tidurku pun tak nyenyak, makan tak enak, mengapa ke-sialan ini harus aku yang menjalani. Aku menyadari pula bahwa peristiwa ini akan menjadi penderitaan batinku yang tidak akan terobati sampai akhir hayat.
Untuk mengobati penderitaanku ini, segera saja aku menuju Baituilah dan kutumpahkan tangis-sepuas-puas-nya, di mana ucapanku hanya satu, (CTa Allah! Akan Engkau bagaimanakan hamba-Muyang terhalang ini?"
Setelah begitu lama aku meratap, tampaknya Allah melimpahkan rahmat-Nya, di mana ketika aku tertidur, Dia telah memberi ilham kepadaku, (Janganlah kau bersedih dan berputus asa, sebab rahmat Allah itu begitu luas."
Inilah pengalaman hidupku dan asal mula ucapanku dalam berdo'a yang tampak aneh itu, semoga saja kau dan aku mendapat ridha Allah, baik ketika di dunia ataupun nanti di alam baka.
Begitulah si Mahrum mengakhiri ceritanya.
Selasa, 24 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar